Mohon tunggu...
Igor Udin
Igor Udin Mohon Tunggu... -

Orang biasa, penulis lepas, trainer, arsitek, pemerhati musik marawis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Legalisasi Ganja, Perspektif dari Pengguna

13 Mei 2011   15:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:45 10041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_109328" align="alignnone" width="680" caption="Beranikah anda membuka mata terhadap ganja?"][/caption] Saya baru tahu bahwa ternyata ada aksi Global Marijuana March 2011  di Jakarta pada Sabtu, 7 Mei 2011 lalu yang digerakkan oleh Lingkar Ganja Nusantara untuk memperjuangkan legalisasi ganja. Masyarakat secara garis besar memberikan dua macam tanggapan yaitu berupa pro dan kontra, beserta alasannya. Kebanyakan pihak yang kontra menyampaikan alasan-alasan yang diambil dari referensi lain, bukan dari pengalaman pribadi. Jelas, pihak yang menolak berpandangan bahwa ganja itu buruk dari berbagai sisi sehingga harus ditolak sebagai produk legal. Kali ini saya akan bicara blak-blakan mengenai ganja berdasarkan pengalaman pribadi saya sendiri. Untuk hal ganja (marijuana/cannabis) saya memiliki pandangan khusus termasuk dalam halal dan haramnya dari hukum Islam. Pada tahun 1995, ketika baru lulus SMA, saya mulai memiliki teman yang menggunakan ganja. Saat itu saya tidak menggunakan ganja, bahkan merokok kretek pun belum. Namun saya tidak memandang mereka secara negatif, karena tidak ada dalil dalam syariat Islam yang mengharamkannya secara mutlak. Berbeda halnya dengan minuman beralkhohol, banyak dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadist yang mengharamkannya. Saya bahkan mengajak mereka untuk sholat berjamaah setelah mereka menghisap ganja. Sebanyak 2 dari 5 teman muslim pengganja ikut sholat berjamaah. Secara fisik sholat mereka terlihat baik-baik saja. Secara rohani, hanya Tuhan yang tahu. Pada tahun 1995 itu saya tidak menggunakan ganja karena tidak memiliki pengetahuan terhadap efek samping yang ditimbulkan. Sebagaimana QS Al-Israa'  (17) 36 menyampaikan,"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." Saat ini saya juga memiliki seorang teman yang mengaku sholatnya semakin khusyuk setelah mengganja. Ia yang tergolong habaib dan faham bahasa Arab itu merasa ayat-ayat Al-Qur'an begitu hidup dan mengena di hati ketika sholat setelah menghisap ganja. Saya setuju dengannya walaupun saya tidak bisa berbahasa Arab. Era internet broadband memungkinkan saya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai ganja. Saya pun berani mencoba ganja di awal tahun 2004 dan aktif menggunakannya hingga akhir triwulan pertama tahun 2006. Hal yang membuat saya tidak lagi mengganja hanya ancaman hukum positif Indonesia yang mengerikan. Saya mendengar banyak temannya teman saya dijebolkan ke penjara setelah tertangkap tangan menggunakan ganja. Hiii... ngeri!

Efek Samping Ganja Berdasarkan Pengalaman dan Pengamatan

Berdasarkan pengalaman saya diatas, ganja memberikan efek samping positif. Bagi pekerja kreatif seperti saya, ganja mampu memicu kreatifitas. Pada saat normal, umumnya otak saya hanya memproses 2 hingga 4 layer pikiran. Namun pada saat giting (sebutan untuk istilah mabuk ganja yang diubah dari kata 'tinggi'), otak saya mampu memproses belasan layer pikiran. Singkatnya, otak saya menjadi prosesor hyper threading. Saat giting saya mampu membuat 16 konsep iklan walaupun yang diminta hanya 2. Ketika mendengarkan sebuah komposisi musik pun, pendengaran saya jadi lebih sensitif. Saat giting itu saya menemukan adanya suara instrumen dalam komposisi musik yang tidak terperhatikan di saat normal. Dari yang saya tahu, meningkatnya kemampuan otak akibat ganja disebabkan oleh tingginya serapan glukosa ke otak. Hal seperti ini dialami oleh orang-orang jenius dunia secara alami tanpa ganja. Larinya glukosa dari tubuh ke otak menyebabkan rasa lapar setelah menghisap ganja. Mengalami hal ini, saya berfikir bahwa mengganja mungkin bisa menyembuhkan penyakit diabetes jika pengidap mampu menahan laparnya. Saya biasanya menghisap ganja sebelum mengendarai mobil untuk menelusuri macetnya jalanan Jakarta menuju kantor. Saat giting, suasana macet tidak lagi membuat hati panas. Bahkan perasaan pun jadi lebih peka terhadap para supir angkot yang sembarangan berhenti. Mereka hanya berusaha bertahan hidup! Kita pun akan seperti mereka jika bernasib sama. Anda boleh tidak percaya. Tapi buat saya, mengendarai mobil saat giting justru membuat saya lebih hati-hati dan tertib. Data juga menunjukkan bahwa ganja tidak seperti alkohol yang bisa mengakibatkan kecelakaan dan kematian.

Efek Negatif

Walaupun demikian tidak semua orang mengalami efek samping ganja positif seperti saya. Dari pengamatan saya, ganja cenderung memultiplikasi potensi dan impotensi otak. Akibatnya, orang-orang kreatif akan semakin kreatif akibat ganja. Para pemikir pun akan cenderung menemukan ide-ide cemerlang. Namun sebaliknya, orang-orang non pemikir akan semakin malas berfikir jika mengganja. Orang-orang seperti ini cenderung mengantuk dan akhirnya tertidur setelah mengganja. Ganja juga bisa berbahaya jika dikonsumsi bersamaan dengan alkohol obat-obatan psikotropika kimiawi lainnya. Orang yang mabuk alkohol cenderung mudah terprovokasi dan menjadi marah atau berkelahi. Jika alkohol dikonsumsi bersamaan dengan ganja, maka kemarahan akibat provokasi akan menjadi semakin hebat. Tapi ini dari pengamatan saya saja. Minuman beralkohol memang saya hindari. Dari pengalaman saya, jika digunakan dalam intensitas tinggi, akan menyebabkan imunitas dalam menghasilkan efek giting. Pada akhir 2005, satu linting ganja tidak cukup bagi saya untuk mencapai giting. Sehingga sempat berkali-kali terlintas di pikiran saya untuk mencoba jenis psikotropika kimiawi lainnya seperti ekstasi dan sabu agar bisa mendapatkan sensasi lebih. Mungkin hal ini yang membuat orang ingin mencoba jenis narkotika lainnya sehingga terjebak pada narkotika jenis putau yang jelas mengakibatkan ketagihan. Untunglah saya tegar memegang iman dan prinsip untuk tidak menyentuh zat psikotropika kimiawi adiktif. Efek negatif ganja yang berlaku umum adalah rasa lapar yang ditimbulkannya. Tapi saya bisa menahan lapar jika banyak mengkonsumsi buah dan air. Menurut saya hanya itu. Efek negatif lainnya tidak berlaku umum.

Masalah Ketagihan Ganja

Saya tidak setuju jika ganja dikatakan adiktif. Saya merokok sejak tahun 1996. Menurut saya rokok justru lebih adiktif dibandingkan ganja. Saya benar-benar memerlukan kandungan dopamin dari rokok yang saya isap untuk konsumsi otak ketika mengerjakan pekerjaan yang memerlukan intelektualitas. Saya bisa menghabiskan 3 bungkus rokok kretek lasermild untuk 18 jam kerja dalam sehari. Sedangkan ganja dulu saya isap paling banyak 3 linting sehari. Dan saya tidak mengganja saat ingin rileks karena ganja justru memicu saya untuk bekerja. Selain itu pemakaian ganja memiliki titik jenuh. Saya belum pernah giting lebih dari 5 jam. Umumnya hanya 2 hingga 4 jam. Banyak pihak yang mengemukakan bukti bahwa ganja dapat mengakibatkan ketagihan. Menurut saya itu hanya bersifat psikologis. Berdasrkan pengalaman saya pada tahun 2004 hingga 2005, saya memang hampir selalu menyetok ganja. Ketika saya berhasil mendapatkan, ya sudah, disimpan. Tidak langsung digunakan. Kalaupun tidak berhasil, yah, paling hanya kesal sedikit. Mau bagaimana lagi? Berbeda halnya dengan putau. Saya pernah melihat teman saya sakau (sebutan untuk kondisi tubuh yang ketagihan putau). Otaknya tidak bisa berfikir jernih, marah-marah, dan berusaha mendapatkan putau dengan cara apapun. Itulah jahatnya putau. Sedangkan ganja? No! Tidak seperti itu. Tubuh saya baik-baik saja waktu memutuskan berhenti mengganja pertengahan 2006. Ya sudah, saya berhenti. Tidak ada ketagihan! Saya benar-benar heran, mengapa pemerintah mengkategorikan ganja ke dalam Psikotropika Golongan I, disamakan dengan psikotropika kimiawi seperti heroin dan kokain. Jika ada yang mengaku ketagihan ganja, maka periksa lagi urine-nya. Bisa jadi itu mengandung zat lain selain THC yang dikandung ganja.

Halal-Haram, Ganja vs Alkohol

Sebagian besar umat muslim peduli terhadap hukum Islam, halal atau haram, diperbolehkan atau dilarang. Termasuk saya. Masalah halal-haram ini sejatinya merujuk pada kitab Al-Qur'an, dan Al-Hadist (perkataan Nabi SAW). Jika ada hal yang belum jelas halal-haramnya dalam kedua rujukan tersebut, maka para ulama bersepakat untuk menentukan hukumnya melalui ijma atau ijtihad. Ganja termasuk hal yang tidak terdapat Al-Qur'an dan Al-Hadist. Sebagian besar ulama mengharamkan ganja dengan metode qiyas, yaitu menetapkan sesuatu hukum perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya berdasarkan sesuatu hukum perbuatan yang telah ada ketentuan hukumnya oleh Al Quran dan As Sunnah (Hadist) disebabkan adanya persamaan illat antara keduanya. Oleh para ulama ganja disamakan dengan alkohol. Padahal sifat keduanya berbeda. Sebenarnya dalam Al-Qur'an hanya minuman beralkohol jenis khamr yang mutlak diharamkan. Minuman beralkohol lainnya seperti wisky, bir dan wine tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Namun, dalam berbagai riwayat Hadist, dijelaskan minuman beralkohol apa saja yang diharamkan berdasarkan bahan dan cara membuatnya. Kemudian dijelaskan juga bahwa minuman yang berpotensi memambukkan (سَكَرًا), apa pun namanya, diharamkan. Sehingga semua jenis minuman keras disebut khamr. Berdasarkan asbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat) berdasarkan Hadist, khamr dilarang karena bisa membuat orang lupa diri dan mudah terprovokasi [1]. Ini terbukti, begitu seringnya orang berkelahi gara-gara mabuk minuman (drunk/سكىٰرَا). Khamar dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian sebagaimana dijelaskan dalam QS Al Maidah (5):91. Dalam QS Al Baqarah (2):219 juga dijelaskan bahwa dalam khamr (dan judi) terdapat dosa besar dan beberapa manfaat di dalamnya.  Namun kandungan dosa lebih besar dibandingkan manfaatnya. Berbeda dengan khamr, menurut saya ganja membawa banyak manfaat. Dan pengganja sejati tahu bahwa ganja tidak dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian. Ganja memang bisa membuat giting (tinggi/high/stoned/ثمل), namun tidak bisa membuat mabuk (drunk/سكىٰرَا). Jelas bahwa ganja dan khamr berbeda sehingga hukum keduanya tidak bisa disamakan. Telah jelas pula apa yang halal maupun haram, di dalam Al Qur'an maupun Al Hadist. Mengapa pula kita mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan? Saya lebih setuju jika ganja dimasukkan ke dalam perkara syub'hat (مُشْتَبِهَاتٍ), yaitu sesuatu yang kategori halal-haramnya tidak diketahui oleh manusia [2].  Sesuatu yang syub'hat bisa menjerumuskan seseorang kepada sesuatu yang haram. Sebagaimana yang saya jelaskan diatas, ganja bisa menjerumuskan seseorang untuk mencoba zat psikotropika adiktif seperti putau jika ia tidak memiliki prinsip. Sesuatu yang syub'hat akan lebih baik jika ditinggalkan untuk menjaga kehormatan dan agama. Jika anda pernah mengkonsumsi ganja dan merasa membawa dampak buruk, maka tinggalkanlah.

Rekomendasi Legalisasi Dengan Regulasi

Indonesia bukanlah negara Islam. Namun karena warga negara Indonesia mayoritas muslim, hukum positif Indonesia pun dibuat dengan merujuk pada dan memperhatikan hukum Islam. Jika minuman keras alias khamr yang dalam Islam hukumnya haram boleh diperjualbelikan, maka selayaknya ganja dilegalkan juga. Tidak adil rasanya jika alkohol legal, tapi ganja ilegal. Setidaknya, wahai pemerintah, janganlah satukan ganja ke dalam golongan kokain dan heroin. Saya hanya pernah mengkonsumsi ganja untuk menstimulasi kerja otak. Padahal sesungguhnya banyak manfaat ganja selain untuk konsumsi. Ganja bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar nabati yang efisien, akarnya mampu mencegah longsor, batangnya bisa untuk bahan baku kertas dan kain, dan masih banyak nilai ekonomis lainnya dari ganja. Hebatnya lagi, ganja mudah ditanam dan berkembang tanpa memerlukan pestisida. Walaupun demikian, legalisasi ganja perlu regulasi. Sebagaimana saya jelaskan sebelumnya, efek positif pengkonsumsian ganja tidak berlaku bagi semua orang. Diperlukan pengawasan khusus sebagaimana penjualan alkohol. Regulasi bisa dibuat dengan melakukan studi banding terhadap regulasi penggunaan ganja di Belanda, Meksiko, dan 16 negara bagian di Amerika Serikat [3].

Penutup

Saya yakin bahwa sebagian besar dari anda berdebar jantung membaca tulisan ini karena ketidaksetujuan anda terhadap legalisasi ganja. Saya pun demikian ketika membaca tulisan media yang menyebut ganja sebagai "barang haram". Bahkan karena sikap apatis -skeptis anda, mungkin anda cenderung skipping, tidak membaca tulisan ini secara menyeluruh. Anda yang merasa seorang faqih boleh saja berpendapat dengan merujuk pada pendapat Ibnu Taimiyah bahwa ganja haram. Saya pun boleh berpendapat bahwa ganja halal dengan merujuk pada Al Qur'an dan Al Hadist. Saya bukanlah (atau belum menjadi) bagian dari gerakan Lingkar Ganja Nusantara. Tapi saya setuju bahwa ganja tidak lebih buruk dari alkohol. Saya hanya mengajak anda semua untuk membuka mata dan berfikiran terbuka terhadap sisi positif dari ganja. Gantilah pencarian anda di Google dari "sisi buruk ganja" menjadi "sisi positif ganja". Beranikah anda?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun