Mohon tunggu...
Hany Alia Rosyida
Hany Alia Rosyida Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 21107030102

Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Jan Koum, Pemuda Miskin Penemu WhatsApp dengan Kisah Inspiratifnya

12 Mei 2022   23:33 Diperbarui: 12 Mei 2022   23:40 2604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jan Koum, pendiri whatsApp/sumber : nusahati.com

Kita semua tau tentang aplikasi chating whatsapp, semua orang yang memiliki smartphone saat ini, kemungkinan besar memiliki aplikasi tersebut. Karena selain gratis dan mudah digunakan, aplikasi whatsapp memiliki fungsi yang banyak sekali.

Bisa untuk chating, update status, kirim gambar dan dokumen, juga melakukan panggilan suara dan video. Lalu sebenarnya siapa sih pendiri Whatsapp? Apakah dia memiliki gelar Pendidikan yang tinggi? Dan datang dari keluarga yang kaya raya? Ternyata tidak...

Malahan pendiri whatsapp itu berstatus tidak tamat kuliah, dia dulunya juga adalah pemuda miskin yang bahkan pernah menjadi gelandangan gara-gara tidak memiliki uang sama sekali.

Namanya adalah Jan Koum, ia lahir pada tanggal 24 Februari 1976 di negara Ukraina, Eropa Timur. Ayahnya bekerja sebagai manager kontruksi yang biasanya membuat sekolah dan rumah sakit di Ukraina, tetapi upahnya tidak besar, bahkan tidak cukup untuk membiayai keluarga. Sedangkan ibunya tidak bekerja, hanya seorang ibu rumah tangga saja.

Jan Koum tinggal di daerah yang tidak memiliki banyak fasilitas. Listrik tidak ada, bahkan untuk mandi saja ia harus mengantri dalam keadaan yang sangat dingin, karena kota tempat tinggalnya memiliki suhu dibawah 20 derajat celcius.

Suatu hari terjadi gejolak politik di Ukraina dan meningkatnya gerakan anti yahudi, keluarga Jan Koum tidak bisa hidup tenang karena Jan Koum dan keluarganya adalah keturunan yahudi, sehingga mereka seperti dikejar-kejar dan mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.

Pada tahun 1990 karena tak lagi nyaman tinggal di negaranya, keluarga Jan Koum memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat, karena selain alasan keamanan, keluarga Jan Koum pun berharap mendapat kehidupan yang lebih baik disana.

Jan Koum tinggal bersama ibu dan neneknya di sebuah apartemen yang kecil dan pengap, sementara ayahnya masih tinggal di Ukraina, dan akan menyusul ke Amerika sesegera mungkin. Tapi malang, pada tahun 1997 saat masih di Ukraina ayahnya meninggal dunia.

Jan Koum begitu sedih karena tidak bisa menghadiri pemakaman ayahnya, tetapi Jan Koum tidak boleh terus bersedih, ia harus berjuang untuk hidupnya. Tidak ada orang yang akan mengetuk pintu rumahnya lalu datang menyelamatkan hidupnya, ia harus berusaha sendiri. Hidup di Amerika sangatlah keras, Jan Koum harus gigih agar bisa terus bertahan hidup.

Keluarga Jan Koum pun berjuang, ibunya bekerja sebagai pengasuh anak, sedangkan Jan Koum sendiri menjadi penyapu toko. Ia bahkan pernah bekerja sebagai pengangkut sampah, dan tukang cuci piring di tempat makan, ia melakukan apa saja demi mendapatkan uang untuk bertahan hidup.

Saking sulit kehidupannya saat itu Jan Koum mengandalkan jatah makanan gratis yang diberikan oleh pemerintah untuk para tunawisma atau juga biasa disebut gelandangan. Jan Koum merasa tidak nyaman dengan kehidupannya, ia ingin merubah nasib. Ia pun bersekolah, kemampuannya dalam berbahasa inggris membuatnya dapat bersekolah di Amerika.

Jan Koum adalah orang yang cepat belajar, ia mampu memahami pelajaran yang rumit dengan mudah, dari beberapa mata pelajaran di sekolah ia sangat tertarik dengan pemograman komputer.

Dan karena ia merasa apa yang dipelajarinya di sekolah tidaklah cukup. Ia menabung uang agar bisa membeli buku-buku bekas tentang pemograman komputer. Setelah itu buku yang sudah ia baca dijual kembali agar bisa mendapatkan uang. Tidak hanya lewat buku saja, Jan Koum pun belajar tentang komputer secara otodidak, bahkan ia tergabung dengan para komunitas hacker agar kemampuannya dalam hal computer semakin berkembang.

Hidup begitu sulit pada saat itu, sampai pernah suatu ketika Jan Koum bajunya robek tetapi ia tetap memakainya karena tidak ada lagi baju yang lainnya, dan ia ditertawakan oleh teman-teman sekolahnya, ia merasa sangat malu tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain hanya diam.

Lalu malam harinya ibunya menjahit baju tersebut, ia merasa sangat bersedih, dan berjanji di dalam hatinya jika suatu hari nanti ia punya banyak uang, ia akan membalas budi ibunya.

Setelah lulus sekolah, Jan Koum masuk universitas, dan di tahun 1997 kejadian bersejarah terjadi dalam kehidupannya, ia bertemu dengan seorang karyawan dari perusahaan yahoo yang kemudian menjadi teman terdekatnya. Brian Acton sangat terpukau dengan kemampuan Jan Koum dalam hal komputer.

Ia pun menyarankan Jan Koum untuk melamar di perusahaan yahoo. Jan Koum awalnya merasa ragu, mana bisa ia diterima di perusahaan besar seperti itu, apalagi ia masih kuliah dan belum lulus. Tapi saat melamar dan mempraktekkan kemampuan komputernya, perusahaan tersebut sangat terkesan dengan kemampuannya, dan ia pun diterima. Di yahoo, Jan Koum bekerja sebagai seorang teknisi infrastruktur.

Lalu suatu ketika server yahoo mengalami kerusakan, Jan Koum yang saat itu masih berada di ruang kelas kuliah ditelfon oleh David Filo salah satu orang penting di yahoo. Ia marah-marah karena tau Jan Koum masih kuliah dan meminta Jan Koum untuk segera datang ke kantor dan membantu memperbaiki server.

Saat itu memang teknisi yahoo masih sedikit, sehingga semua orang dikerahkan. Setelah kejadian itu Jan Koum memutuskan untuk keluar dari kuliah dan fokus bekerja. Lagi pula sebenarnya ia benci bersekolah.

Namun ditengah perjuangannya memperbaiki nasib, Jan Koum harus menerima kabar yang pahit, ibunya di diagnosis kanker dan pada tahun 2000 meninggal dunia.

Beruntung sang sahabat, Brian Acton terus mendukungnya. Mereka memang bersahabat dalam susah maupun senang. Bahkan saat yahoo tempat dimana mereka bekerja mengalami jatuh bangun mereka ikut merasakannya.

Semasa di yahoo Jan Koum sempat di tempatkan di divisi iklan tetapi ia membencinya, mungkin karena alasan itulah yang membuat whatsapp bebas iklan. Selanjutnya pada tahun 2007 Jan Koum keluar dari perusahaan yahoo.

Setelah itu ia dan Brian Acton melamar pekerjaan di facebook, akan tetapi kenyataan tidak seindah dengan harapan, mereka berdua ditolak bekerja disana. Hingga kemudian pada tahun 2009 saat perusahaan Apple mengalami kemajuan yang pesat, Jan Koum melihat potensi yang luar biasa pada perangkat seluler.

Karena sebelumnya perangkat seluler hanya bisa melakukan telfon dan mengirim sms. Tapi dengan iphone, telepon menjadi komputer dalam genggaman. Tentu saja sebagai seorang pemogram komputer, hal itu sangat menarik bagi dirinya, Jan Koum pun membeli iphone dan mempelajarinya. Ia tertarik pada kumpulan kontak dan juga pada Appstore.

Lalu muncul ide untuk membuat sebuah aplikasi yang dapat menampilkan status pada kontak telepon di iphone. Dari situlah Jan Koum membuat aplikasi yang bernama "whatsapp".

Jan Koum bersama Igor Solomennikov seorang developer aplikasi iphone lalu menciptakan aplikasi tersebut, dan pada bulan Februari 2009 Jan Koum mendirikan perusahaan yang ia beri nama whatsapp di California.

Semenjak saat itu semua orang mengetahui whatsapp dan sangat terbantu sekali dengan aplikasi tersebut. Bahwa dengan aplikasi tersebut orang dapat terhubung, saling memberi kabar, menyapa, mengirim foto, berbagi kisah melalui video, update status, dan banyak hal menarik lainnya.

Tapi mungkin tidak semua orang tau dibalik lahirnya aplikasi yang sangat mengagumkan tersebut ada sebuah perjuangan keras yang sangat luar biasa. Karena sesungguhnya pada awal dirilis nya whatsapp, jumlah penggunanya sangat sedikit sekali dan tidak ada uang yang bisa dihasilkan dari aplikasi tersebut.

Jan Koum sempat hendak menyerah dan meninggalkan whatsapp untuk mencari pekerjaan dan mendapatkan gaji. Tetapi sahabatnya melarang, ia mengatakan "kamu jangan bodoh, kamu sudah bekerja sejauh ini, kalau kamu menyerah semuanya akan sia-sia".

Jan Koum pun akhirnya terus melanjutkan whatsapp, melanjutkan perjuangannya. Dan pada akhirnya semua hasil kerja kerasnya membuahkan hasil. Whatsapp mulai banyak digunakan oleh orang-orang, kemudian banyak fitur baru yang ditambahkan. Sehingga orang semakin menyukai dan semakin banyak penggunanya.

Aplikasi semakin berkembang menjadi baik dan lebih baik lagi. Hingga pada tahun 2011 aplikasi whatsapp berhasil masuk ke 20 besar aplikasi popular di Appstore. Dan pada tahun 2014 dijual lah whatsapp ke facebook, perusahaan yang dulu sempat menolak mereka.

Nilai penjualan whatsapp itu mencapai 19 miliar dollar, tentu itu jumlah uang yang sangat besar sekali. Dan dari hasil penjualan itu Jan Koum menjadi orang yang sangat kaya raya. Lalu beberapa hari setelah whatsapp dibeli oleh facebook Jan Koum melakukan suatu hal yang mengharukan.

Ia datang ke tempat saat ia berumur 16 tahun yang setiap pagi sewaktu itu, ia ikut mengantri jatah makanan gratis dari pemerintah. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding mengenang masa-masa sulitnya. Perlahan air matanya menetes, karena ia teringat dengan ibunya yang telah meninggal dunia. Ia teringat perjuangan ibunya pada waktu itu, sampai rela menjahitkan baju robeknya. Karena tidak memiliki uang untuk membeli baju baru.

Semua dilakukan ibu agar bisa hemat untuk bisa bertahan hidup, saat ia sudah sukses memiliki banyak uang ibunya malah sudah tidak ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun