Mohon tunggu...
insan kamil
insan kamil Mohon Tunggu... Full Time Blogger - mahasiswa biasa

Mahasiswa Pendidikan IPS UPI

Selanjutnya

Tutup

Raket

PB Djarum: Saya Pamit

8 September 2019   21:01 Diperbarui: 9 September 2019   02:16 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: PB Djarum

Seperti menantikan kata "dahulu" untuk bulutangkis Indonesia, dilansir laman detiksport. Audisi Umum pencarian bakat bulutangkis yang digelar PB Djarum Kudus berakhir pada 2020 dan Audisi Umum 2019 akan menjadi tahun terakhir penyelenggaraan pencarian bakat tersebut.

Hal tersebut bukan tanpa alasan, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan yayasan Lentera mendesak kepada pihak PB Djarum untuk menghentikan penggunaan anak-anak sebagai promosi brand image dalam kegiatan bulutangkis. Pihak PB Djarum dituduh telah mengeksploitasi anak-anak. Padahal dari audisi inilah muncul atlet-atlet hebat. Audisi Djarum yang sudah diselenggarakan sejak 2006 telah menghasilkan banyak pebulutangkis berprestasi seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Tantowi Ahmad.

Sangat disayangkan memang, dan yang dikhawatirkan ialah nanti lima hingga sepuluh tahun kedepan, bibit-bibit unggul dalam olahraga bulutangkis tidak terfasilitasi bakatnya, yang berimbas pada menurunnya prestasi bulutangkis Indonesia. Seperti yang kita tahu, bulutangkis ialah cabang olahraga yang sangat berprestasi di kancah internasional dibanding olahraga lain. Maka sungguh rugi jika olahraga yang berprestasi ini tidak dilanjutkan dan regenerasi atlet bulutangkis akan menurun kualitas dan kuantitasnya.

Padahal pemerintah sendiri tidak punya dana/ anggaran besar yang khusus untuk mengurusi cabang olahraga yang ada di Indonesia. Rokok dan olahraga memang sisi yang berlawanan, tapi kenyataannya tidak ada selain perusahaan rokok yang mendukung secara optimal untuk perkembangan olahraga di Indonesia.

Menurut pendapat penulis, latihan sejak usia dini tidak bisa dianggap sebagai eksploitasi kepada anak-anak, karena memang pada dasarnya anak-anak tersebut memiliki bakat dan minat dalam olahraga tersebut yang dalam hal ini bulutangkis. Begitupun dengan orang tua yang penulis rasa tidak akan memaksakan anaknya untuk jadi atlet dan justru orang tua bangga bila anaknya lolos Audisi PB Djarum. Lantas bukankah penghentian Audisi PB Djarum malah menghambat cita-cita anak tersebut? Anak-anak yang ingin mengharumkan nama bangsa, bukannya didukung malah disangka dieksploitasi. Jika tidak dilatih sejak kecil, bagaimana mereka bisa menjadi atlet hebat?

Ingat olahraga tennis meja? Mungkin sekarang sudah tidak terdengar lagi prestasinya. Karena dulu ketika Gudang Garam berhenti mengurus tennis meja, atlet-atlet hebat seakan berhenti dalam tiga puluh tahun terakhir. Akankah bulutangkis bernasib sama? Semoga saja tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun