Keberadaan penulis penting bagi sebuah masyarakat terbuka. Penulis memberi petunjuk kepada masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Penulis adalah mereka yang memberi pencerahan kepada masyarakat. Penulis adalah kaum terpelajar, mereka yang menucicipi ilmu pengetahuan dan berkewajiban memberi penerangan kepada masyarakat. Para penulis memberikan kritik dan otokritik terhadap perkembangan masyarakat dan kebijakan-kebijakan penguasa.
Sesungguhnya keberadaan para penulis tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan dan kebebasan. Di negara-negara maju, mereka yang pekerjaannya berkaitan dengan tulis-menulis sangat dihargai. Mereka menstimulasi perkembangan masyarakat. Di dalam masyarakat yang modern di mana literasi ditanamkan secara mendalam, para penulis memberikan semacam oase intelektual bagi masyarakat yang haus pengetahuan. Para penulis memberikan refleksi atas pelbagai masalah kehidupan. Para penulis amat dibutuhkan masyarakat yang sedang membangun.
Mereka menyuarakan aspirasi masyarakat. Mereka memberi makna yang berbeda atas peristiwa yang terjadi di masyarakat. Mereka adalah media penyalur kegelisahan rakyat yang tidak terbaca oleh negara. Para penulis berada di garis depan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Rusia punya Alexander Solchenitsyin yang hidup di era Uni Soviet. Lewat novelnya Gulag, ia memberitahu dunia tentang apa yang terjadi terhadap tahanan politik ndi negara Tirai Besi itu. Indonesia punya Pramoedya Ananta Toer, yang lewat-lewat novel-novelnya mengisahkan perjalanan bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga kemerdekaan. Pram memberitahu kita tentang watak eksploitatif kolonial dan mental keterbelakangan bangsa pribumi. Penjajahan yang lama meninggalkan sisa mental “minder” dan feodal kaum pribumi. Tulisan-tulisan Pram menyadarkan kita akan nasib bangsa Indonesia yang belum keluar dari keterbelakangan mentalnya.
Para penulis adalah anak zamannya. Mereka bekerja untuk sebuah tujuan yang mulia. Para penguasa otoriter amat takut kepada para penulis. Begitu juga dengan kelompok-kelompok konservatif yang takut pada perubahan. Tulisan-tulisan mereka diharamkan untuk dibaca oleh kalangan awam. Mereka takut pola pikir masyarakat berubah akibat efek dari tulisan itu. Para penulis menulis untuk sebuah misi mengubah masyarakat. Secara sosiologis, para penulis menyebarkan gagasan-gagasan baru. Para penulis menggerakan manusia untuk berpikiran dan mempertanyakan asumsi-asumsi lama yang terlanjur dipercayai secara turun-temurun.
Sejak huruf ditemukan, tulisan menimbulkan pengaruh pada jiwa individu yang berpikir merdeka. Para pembaca mulai memikirkan apa yang mereka baca. Tulisan membebaskan manusia dari mengingat. Tulisan menjadi penyimpan memori yang efektif, dibandingkan ingatan yang mudah lupa. Perkembangan politik, ekonomi, kebudayaaan, semua digerakkan oleh tulisan. Demokrasi dan kapitalisme berkembang karena tulisan. Ketika Adam Smith menulis Wealth of Nations, buku itu segera mempengaruhi publik. Mereka mulai berpikir dan berdiskusi. Efek dari tulisan itu memang tidak segera, melainkan membutuhkan waktu untuk mentransformasi masyarakat.
Perkembangan teknologi menulis mempengaruhi cara menulis dan cara berpikir para penulis dan membaca. Dahulu para empu menulis di atas daun lontar dengan canting. Kemudian papirus dan perkamen mulai digunakan sebagai media pencatatan hal-hal penting. Kertas kemudian ditemukan dan kegiatan tulis-menulis menjadi lebih mudah dan tersebar. Penemuan mesin cetak memungkinkan produksi dan penyebaran secara masif. Mesin tik mengakibatkan siapa saja bisa menulis. Sedangkan di alaf berikutnya penemuan komputer mengakibatkan digitalisasi tulisan. Internet menyebarkan tulisan-tulisan digital dengan kecepatan yang mengagumkan ke seluruh penjuru dunia, ke komputer-komputer privat tanpa dihalangi ruang dan waktu.
Tulisan-tulisan mempengaruhi dunia. Tulisan kaum intelektual menstimulasi perubahan dunia. Kolonialisme runtuh antara lain disebabkan tulisan para novelis, cendekiawan, dan para pemimpin pergerakan. Penulis Edward Douwes Dekker, misalnya, menulis novel yang membunuh kolonialisme berjudul Max Havelaar, kata Pramoedya Ananta Toer. Kapitalisme, demokrasi, sosialisme, liberalisme, komunisme, hadir di dunia ini karena pemikiran-pemikiran yang dituliskan. Agama menjadi dinamis karena tulisan para reformis. Copernicus dalam bukunya menulis bahwa mataharilah pusat alam semesta dan menentang Gereja. Tulisan lebih dahsyat dari senjata.
Namun ada sisi negatif dari dari tulisan. Tulisan mengakibatkan manusia melupakan ingatan. Tulisan mengakibatkan manusia tidak suka menghapal. Penerbitan tulisan mengakibatkan masifnya buku-buku. Banjir informasi di mana-mana menimbulkan polemik dan kebingungan di antara masyarakat. Tapi berbeda dengan budaya lisan, tulisan relatif lebih abadi. Tulisan menyebarkan gagasan dari generasi ke generasi. Tulisan seratus tahun lalu mampu bertahan jika dilestarikan di perpustakaan-perpustakaan. Apalagi kini perpustakaan menggunakan teknologi canggih yang mampu menyimpan naskah-naskah kuno dari abad-abad yang lampau.
Di era digital ini, kita bisa menemukan banyak tulisan di internet. Kadang-kadang tulisan itu dibuat secara tidak profesional. Tulisan-tulisan itu kadang bukan menjernihkan permasalahan malahan kadang mengaburkan masalah yang ditulis. Memang di era internet ini siapa saja bisa menjadi penulis tanpa harus menempuh pendidikan formal. Akibatnya banyak tulisan “sampah” di internet yang berisi tulisan makian, hujatan, curahan hati dan perasaan dengan model tulisan yang amat tidak baik. Namun banyak juga yang bermanfaat. Tinggal bagaimana kita menyeleksi tulisan-tulisan yang menyembuhkan dan bermanfaat dengan tulisan-tulisan yang tidak layak dibaca.
Tulisan adalah sesuatu abadi. Setelah sebuah tulisan disebarkan ke masyarakat ia menjadi milik publik. Publiklah yang kemudian menafsirkannya sesuai dengan tingkat intelektual mereka masing-masing. Apalagi dengan media internet, sebuah tulisan yang diposting bisa menyebar ke mana-mana tanpa diketahui oleh penulisnya. Marilah kita menulis sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat agar nama kita dikenang atas sesuatu yang baik. Wallahu a’lam.