Semester kedua tahun ajaran ini sedang berlangsung, saatnya siswa kelas 6 dan 9 pilih- pilih sekolah lanjutan yang akan menjadi tempat menuntut ilmu selanjutnya. Namun sekarang, siswa siswa tersebut harus pilih sekolah yang dekat dengan rumahnya. Sehingga mereka tidak bisa memilih sekolah favorit yang jauh dari rumahnya.
Aneh bin Ajaib. Tahun 2018 saya berhasil diterima di salah satu SMA Negeri Favorit di Kota Solo. Padahal saya berasal dari sebuah desa di Kabupaten Wonogiri dengan jarak tempuh 70 KM dari rumah menuju sekolah. Saat itu sistem zonasi sudah berlaku dan saya pun tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Bagaimana cara saya menaklukan sistem zonasi ini?
Sebelum saya memulai pembahasan, perlu saya tekankan bahwa saya tidak setuju dengan sistem zonasi. Saya sendiri sebagai mantan calon 'korban' dari sistem zonasi ini merasakan sendiri bahwa ada ketimpangan antara manfaat dan kerugian dari sistem zonasi bila ditilik dari aspek kualitas sumber daya manusia/kualitas siswanya. Teman saya yang memiliki kemampuan akademik lebih dan dia hanya bersekolah di sekolah dekat rumahnya, tidak begitu berkembang secara akademik. Namun saya yang merasa kurang, setelah bersekolah di tempat yang kompetitif menjadikan saya semakin berkembang.
Dulu saya memiliki Nilai UN SMP (NIM) yang tidak terlalu tinggi, saya hanya berbekal nekat dan selembar piagam prestasi tingkat kabupaten memberanikan diri mendaftar di sekolah saya sekarang. Saat itu saya pun mendapat cemooh dari beberapa orang yang menyatakan kemustahilan bagi saya untuk diterima. Namun nyatanya saya berhasil bertahan di sekolah itu sampai saat saya menuliskan artikel ini.
Saat itu sistem zonasi dibagi menjadi 3 Zona yakni:
- Zona 1: adalah siswa yang beralamat di kecamatan yang sama/menempel dengan kecamatan sekolah yang dituju.
- Zona 2: adalah siswa yang beralamat di kecamatan yang sama dengan kabupaten/kota sekolah yang dituju.
- Luar Zona: adalah siswa yang beralamat di luar kabupaten/kota sekolah yang dituju.
Praktis, saat itu saya termasuk siswa di Luar Zona.
Proporsi pembagian kuotanya sebagai berikut:
- Zona 1: 50% (bisa lebih, jika pendaftar dari zona 1 lebih dari 50% maka mengambil kuota zona 2)
- Zona 2: 30% (bisa kurang, jika pendaftar zona 1 mencapai 80% maka kuota zona 2 habis/tidak ada)
- Luar zona: 20% (tidak boleh lebih, tidak boleh kurang)
Saat itu saya juga mencoba mendaftar SMA Negeri Favorit di Kabupaten Wonogiri, namun karena saya zona 2 saya pun terdesak dan tidak diterima di sekolah tersebut.
Maka saya mencoba peruntungan dengan mendaftar di sekolah luar kota. Dan alhamdulillah saya bisa masuk dalam 20% siswa yang diterima melalui kuota luar zona. Hal itu membutuhkan perjuangan berupa bolak balik Wonogiri-Solo untuk pemberkasan dan memelototi platform PPDB online.
Beberapa tips dari pengalaman yang telah saya lalui agar dapat digunakan sebagai pembelajaran bagi adik adik saya yang takut tidak diterima sekolah menengah atas. Sebagai berikut.
- Pelajari dan baca dengan baik petunjuk penyelenggaraan PPDB Online. Cari sumber yang valid dan penuhi segala persyaratan yang ada. Pahami ketentuan yang ada sebagai dasar untuk penyusunan strategi.
- Cari informasi mengenai pesaing dari luar zona. Dengan cara melihat riwayat siswa luar zona dari sekolah tersebut. Jika makin banyak maka peluangmu semakin sedikit. Pintar-pintar membaca peluang.
- Pantau dengan tekun urutan posisimu di website PPDB online. Jika sudah terdesak sampai urutan 5 dari bawah maka siap siap untuk pindah ke kesekolah cadangan yang berpeluang lebih besar.
- Cermati juga sekolah pilihan ke 2 dan 3 agar mengetahui peluang diterimanya di sekolah itu jika nanti di hari-hari terakhir PPDB posisimu terancam.
- Jangan ragu untuk tanya kepada informan di sekolah tempat mendaftar. Pastikan semua informasi jelas dan tidak rancu.
- Terakhir, berdoa dengan sungguh-sungguh. Bila memang membutuhkan keajaiban dari Tuhan. Jangan sampai kendor.