Saya menggolongkan cerita ini sebagai cerita rakyat masyarakat Jawa. Meskipun merupakan suatu lakon dalam dunia pewayangan purwa yang diambil dari kitab mahabarata, namun cerita ini cukup populer untuk diceritakan oleh seorang kakek pada cucunya sebelum tidur.
Bagi saya pribadi, cerita Karna Tanding yang merupakan cerita akhir hayat dari Adipati Negeri Awangga ini bukan sembarang cerita. Banyak versi yang sudah saya baca dan dengar dari berbagai sumber dan kesemuanya membagun pemikiran yang filosofis dalam kepala saya.
Garis besar dari cerita ini sebagai berikut.
Permusuhan pandawa dan kurawa yang berpuncak pada perang maha dahsyat Baratayudha di medan Kurukserta berkecamuk dengan dahsyatnya. Hari-hari berlalu dengan gugurnya senopati senopati agung dari kedua belah pihak.
Dari pihak pandawa telah gugur Resi Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka, Prabu Drupada, Raden Abimanyu, Raden Gatotkaca dan lain lain. Sementara di pihak kurawa telah kehilangan Resi Bisma, Raden Jayadrata, dan puluhan kurawa dari seratus yang harus dihabisi sendiri oleh Werkudara termasuk Dursasana.
Pada hari itu, kurawa mempercayakan tampuk senopati ke tangan Adipati Basukarna atau Prabu Karna untuk memimpin barisan kurawa. Prabu Karna berangkat menggunakan kereta yang dikusiri oleh Prabu Salya.
Mendengar kabar pengukuhan senopati dari pihak kurawa, pihak pandawa mendesak satria panengah Pandawa yakni Raden Arjuna untuk menghadapi senapati kurawa.
Pada awalnya Raden Arjuna mencoba menolak dengan alasan bahwa Adipati Basukarna adalah orang yang sakti dan sulit ditandingi (di cerita lain disebutkan bahwa Arjuna telah mengetahui asal usul Prabu Karna). namun setelah diyakinkan oleh Prabu Kresna selaku penasihat agung Pandawa maka Arjuna bersedia. Prabu Kresna bahkan menawarkan diri untuk menjadi sais kereta perang sang Arjuna.
Perang pada hari itu akan segera berkecamuk. Namun di salah satu sisi pinggir medan laga Kurukserta terlihat seorang perempuan yang berjalan mengalun untuk menemui seseorang yang dinantinya. Bak seorang yang menyeberangi lautan darah, wanita itu berjalan dari pesanggrahan pandawa ke pesanggrahan kurawa. Wanita itu adalah Dewi Kunthi.
Sang Dewi terhenti langkahnya saat Ia berhasil memandang wajah orang yang ingin ditemuinya. Ia adalah Adipati Karna. Sambil berkaca kaca Dewi Kunthi menghampiri dan segera memeluknya dengan dalam. Dengan kebingungan Sang Narpati Karna menanyakan perihal kedatangan Sang Ibu dari para Pandawa tersebut.
Dewi Kunthi melakukan pengakuan dan penguakan kepada Karna. Ia memberitahukan kepada nya bahwa Karna lahir dari rahim Dewi Kunthi yang dibuahi oleh Batara Surya. Karena saat itu sang Dewi masih lajang maka Ia memutuskan untuk menghanyutkan bayinya di sungai. (Baca Kisah Karna Lair/Sayembara Kunthi Pilih)
Dengan sangat emosional sang Dewi menceritakan kisahnya sementara Prabu Karna tersentak dengan cerita tersebut. Prabu Karna menghaturkan sembah bakti dan merangkul ibu kandungnya yang baru saja Ia ketahui itu.