Mohon tunggu...
Hanum Savira
Hanum Savira Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PIAUD UIN Malang

Mahasiswa di salah satu universitas Malang. Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim. Jurusan PIAUD '17

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak adalah Guru Cilik

24 November 2019   19:35 Diperbarui: 24 November 2019   19:37 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi orang tua menjadi orang tua bagi anak bukan hal mudah, apalagi mendidik seorang anak mulai kecil hingga besar. Menjadi orang tua bukan soal belajar semalam dan besoknya mengerjakan soal, selesai. 

Menjadi orang tua harus terus belajar dan menerapkan, akan tetapi banyak juga orang tua yang sudah belajar teori sana sini akan tetapi tetap saja waktu praktik tidak sesuai hasil. Meskipun saya buka sebagai orang tua, saya cukup merasakan ketika mengajar di TK, banyak pelajaran yang sudah didapat, akan tetapi ketika praktik cukup sulit, bahkan terkadang juga masih bingung bagaimana mencari solusi dalam menangani.

Mengapa anak menjadi guru cilik bagi orang tua?


Anak adalah anugerah yang telah diberikan tuhan kepada orang tua. Anak adalah salah satu orang yang paling sabar dalam menghadapi orang tua terutama ibu, ketika ibu masih susah dalam menyusui, ketika ibu belum maksimal dalam mengasuh, ia hanya bisa bersabar. Hanya saja sesekali ia menangis, bukan karena benci, tapi ada yg ingin ia katakan dengan tangisan.

Ibu selalu berusaha, selalu belajar terus menerus, meski masih salah-salah dalam mengasuh, sebagai ibu akan terus menerus berusaha. Hal yang paling penting ketika orang tua sedang berusaha untuk mengasuh yang benar anak tidak akan mungkin meninggalkan ibu sendirian, tidak akan mungkin julidin ibu, tidak akan mungkin membicarakan keburukan orang tua ketika mengasuh. Dengan artian anak adalah salah satu orang tersabar menghadapi orang tua.

Saya mempunyai adik, sekarang sudah berumur sekitar 9 tahun, melihat ibu saya mengasuh adik dari kecil sepertinya sangat lelah, karena anak laki-laki dan tingkahnya yang benar-benar aktif. Terkadang jika benar-benar merasa lelah, ibu juga memarahi adik
Akan tetapi adik sebagai guru cilknya ibu tidak serta merta menyuruh ibu untuk membaca buku parenting A, buku ini itu, dll agar bersabar dalam menghadapi adik. Dia begitu halus caranya dalam mengajari ibu, mulai dari mengajak bermain tanpa berhenti, berantakin mainan yang sudah di rapikan, mulai memanjat-manjat, tidur masih mau di tungguin terus, ditinggal sebentar teriak-teriak, kadang juga susah makan, kadang tiba-tiba nangis kejer dengan berbagai sebab. Dan ternyata perlu di ketahui bahwasannya banyak kode yang di beri adik ini adalah salah satu hal yang akan nge-push ibu untuk cari tau penyebabnya dan mencari solusinya. Mungkin ibu sudah biasa mengasuh kakak dan saya. Akan tetapi melihat dari kata-kata beliau mengasuh kakak dan mengasuh saya tidak seperti mengasuh adik yang 10 kali lipat lebih berat (katanya). Dengan begitu secara tidak langsung membawa ibu untuk sering mencari tahu entah dengan cara membaca maupun bertanya.

Akhirnya beliaupun faham bahwasannya
Anak-anak memang butuh banyak diajak bicara dengan dua arah, saling kontak mata, menyalurkan segala indera untuk belajarnya, bahkan nangisnya pun pasti juga ada artinya.

Bukan hanya itu, ketika sebagai orang tua sedang mencari uang untuk kehidupan sehari-hari, sebagai guru cilik ini selalu menjadi satpam bagi orang tua, mengawasi tanpa mengomentari bahwasannya waktu untuknya berkurang atau lain sebagainya. Kadang ketika ayah mulai pulang mulailah guru kecil memeluknya sebagai tanda rindu, serta perilaku manisnya yang menunjukkan betapa sayangnya ia kepada orang tuanya.

Terkadang sebagai orang tua juga tak luput dari pertengkaran yang akan membawa anak memikirkan hal yang seharusnya tidak perlu dipikirakan. Akan tetapi begitu selesai pertengkaran anak tidak benci kepada siapapun, tetap sayang dan tetap memeluk hangat keduanya, kadang anak juga akan menjadi amukan emosi orang tua juga, ia tetap sabar. Hal ini bukan menjadi pelajaran bagi anak saja, juga bagi orang tua. Belajar menjadi orang tua bukan berarti selalu sempurna tetapi hal yang paling penting adalah mau mengakui kesalahannya dan tetap berjalan memperbaiki kesalahannya.

Belajar bahagia sebenarnya bukan berasal dari hal yang terlalu mewah, sesederhana mungkin selama bisa bersama dan harus bersama. Begitu juga saya sebagai anak juga begitu, bahagia bersama ayah dan ibu buka dari hal yang terlalu mahal, makan sate pinggir jalan juga udah suka. Hehe :)

Semoga bermanfaat.
Wendit, 23 November 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun