Mohon tunggu...
Muna Handifo
Muna Handifo Mohon Tunggu... Lainnya - single fighter street fighter

petani tradisional, pernah terdampar di pasar tradisional, terkungkung di warung tradisional dan melakoni street marketing

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Karena Cinta Pujaan Abadi Kita

14 Agustus 2012   04:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:48 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lama bergerak mengintari waktu...
Terpedaya gelak tawa...
Kepedihan mendekap dada...
Ayunan demi ayunan melangkah... menapak...meninggalkan bekas...

Keabadian dan raibnya makna yang tertoreh pada dinding-dinding sejarah...
Ada selaksa cerita, haru, sedih, bahagia, hingga pilu ...
mengiringi setiap detak nadi perjalanan.....
.

Kesombongan, keangkuhan, kejumawaan menghentak dinding-dinding nurani...
sementara rasa rendah diri, ogah, pesimis... mendekam kalbu...

Pada angin malam yang berhembus, sinar rembulan yang memancar hingga pekikan burung hantu...
kuceritakan semua kisah...

Jangan lagi menatap masa depan sebagai hamparan fatamorgana yang tak bisa kita bentuk menurut mau kita...
Tapi sebagai kanvas yang bisa kita model menurut ingin kita...
semua bisa terwujud bila berikrar bersama, berjanji hingga bertasbih

di detik itu kuakan menantang matahari... menghempaskan badai...meremukan batu karang...

Itu semua bisa kita wujudkan karena kekuatan cinta, yang mampu menghempaskan dan membuat kita berdiri tegar.
Cinta yang bersandar pada kekuatan sang pemilik cinta.

Karena cinta pujaan abadi kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun