Bagi masyarakat awam khususnya di daerah yang sedikit bahkan jauh dari kantor lembaga keuangan, tentunya tidak mengetahui apa itu BPR? BPR merupakan suatu lembaga keuangan (bank), singkatan dari Bank Perkreditan Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tersebar di seluruh Indonesia, namun lebih banyak tersebar di daerah Pulau Jawa dan Pulau Bali sebanyak 1.102 BPR atau sebesar 69% dari 1.597 BPR berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Januari 2019. Sedangkan sisanya berada di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali, itu pun penyebarannya tidak merata di seluruh Indonesia.
Pertumbuhan BPR dalam jumlah unit (BPR) dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Ini disebabkan beberapa BPR tidak mampu bersaing di tengah ketatnya likuiditas dan suku bunga tinggi serta keberadaan KUR dan fintech lending turut mengambil pasar kredit BPR. Ketatnya persaingan industri keuangan khususnya lembaga keuangan baik bank maupun non bank, membuat BPR terus membenahi diri baik dalam permodalan agar mampu bersaing di tengah ketatnya likuiditas dan suku bunga tinggi.
Pada tanggal 31 Desember 2019 ini, BPR yang masih memiliki modal inti kurang dari Rp. 3 milyar, diwajibkan untuk memenuhi modal inti minimum sebesar Rp. 3 milyar. Setelah terpenuhi modal inti minimum Rp. 3 milyar, BPR tersebut mewajibkan memenuhi modal inti minimum sebesar Rp. 6 milyar paling lambat tanggal 31 Desember 2024.
Sedangkan BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp. 3 milyar namun kurang dari Rp. 6 milyar, BPR ini wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp. 6 milyar paling lambat tanggal 31 Desember 2019. Ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR. Pemenuhan permodalan BPR sesuai ketentuan tersebut agar BPR mampu bersaing menghadapi ketatnya persaingan industri keuangan.
Terlepas dari permasalahan dan persoalan dalam memenuhi kebijakan POJK tersebut diatas, BPR harus mampu menjaga stabilitas sistem keuangan BPR itu sendiri. Ini terbukti dari dua kali krisis ekonomi pada tahun 1998 dan 2008, BPR tetap eksis dari terpaan krisis yang ada. Sementara beberapa bank umum terkena dampak krisis moneter tahun 1998, ada bank-bank umum yang merger bahkan ada yang terlikuidasi. Berdasarkan Regulasi lama atau sebelum POJK No.5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti BPR terbit, BPR umumnya melayani kredit di segmen menengah ke bawah (mikro) serta cakupan wilayah kerjanya atau hanya dilakukan di tempat BPR berdiri. BPR melayani transaksi hanya lokal saja dan tidak diijinkan melakukan transaksi antar propinsi maupun transaksi internasional, sehingga BPR tidak terlalu merasakan dampak yang besar dari krisis moneter baik nasional maupun moneter global.
BPR sebagai lembaga keuangan memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi dan hanya dapat melakukan usaha sebagai berikut:
- Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan dalam bentuk lainnya yang dipersamakan dengan tabungan lainnya.
- Dana yang terhimpun disalurkan kembali ke masyarakat berupa pinjaman (kredit), berupa kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumtif.
- Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, ini khusus BPR yang Syariah atau Bank Pembiayaan Syariah (BPRS).
- BPR sebagai lembaga intermediasi, menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan atau tabungan pada bank lain, bisa sesama BPR atau Bank Umum baik Bank BUMN maupun Bank Swasta.
BPR dalam melaksanakan kegiatan usaha yang tersebut diatas, baik secara konvensional ataupun berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan BPR lebih sempit dibandingkan kegiatan usaha yang dilakukan bank umum serta tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR dilarang menerima berupa simpanan giro, kegiatan valuta asing (valas) maupun perasuransian. Meskipun ruang kegiatan BPR lebih sempit dari Bank Umum, BPR bertransaksi menggunakan mata uang Rupiah.
Peran BPR dalam menjaga Stabiltas Sistem Keuangan yaitu dengan menghimpun dana (berupa simpanan) dan menyalurkan kembali dana yang telah dihimpun kepada masyarakat yang membutuhkan dana berupa pinjaman (kredit) dengan  mata uang Rupiah (IDR) sesuai dengan kegiatan usaha BPR yang tidak melakukan kegiatan valas. Penghimpunan Dana dari masyarakat berupa mata uang rupiah, pengembangan dana masyarakat yang dihimpun tersebut diberikan suku bunga sebesar maksimum penjaminan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Suku Bunga yang diberikan tergantung kebijakan BPR masing-masing yang membuat kebijakan namun BPR tetap memberikan suku bunga berdasarkan ketentuan LPS. Suku Bunga BPR yang dijaminkan LPS sebesar 9,25% p.a. (selengkapnya: KLIK DISINI) dan berlaku mulai tanggal 31 Juli 2019 sampai dengan tanggal 25 September 2019.