Mohon tunggu...
Ragil WIrayudha
Ragil WIrayudha Mohon Tunggu... Freelancer - melihat, mencatat dan mengingat

Hidup hanya sekali namun sejarah akan mengingatmu selamanya.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Bukan? (Media) Omong Kosong

30 Mei 2010   21:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:51 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Satu lagi menyoal mengenai Houdini. Analogi pengalihan persepsi ini pada kenyataannya telah banyak dipraktekkan secara a moral oleh berbagai kalangan untuk menutupi fakta kejadian, kemudian membuat satu rekayasa sejarah. Pembentukan opini komunal selalu saja mengarahkan data kebenaran untuk digiring dalam lautan ambiguitas. Percik keraguan yang sengaja di desain untuk kepentingan segelintir pihak jahat.

Banyak contoh yang dapat disebutkan, semisal saja, ketika satu kasus mengenai kesurupan terjadi maka dalam tenggat waktu singkat saja temuan kejadian yang serupa akan serta merta tersaji dan begitu banyak. Pada kasus lain lagi, begitu ditemukannya satu kasus mengenai raibnya uang tabungan, tak lama pasti liputan kejadian yang setara pasti akan terpublish… tidakkah ini aneh? Dan masih banyak lagi contoh lainnya. Dari sini dapat kita lihat betapa media digital atapun manual begitu berperan penting dalam kinerja “pendustaan” kebenaran.

Jika contoh kasus sederhana di atas dapat dijadikan pijakan pola pikir untuk mengkaji lebih dalam kasus nasional maupun internasional yang lain, nampaknya akan membawa kita pada satu teori: konspirasi. Jika perkiraan kita dipersempit hanya kepada “kepentingan media: itu akan lebih tidak begitu mengkhawatirkan, namun bagaimana jika ternyata segala berita dan informasi yang kita cerap lewat televisi, radio, internet ternyata hanyalah hasil sebuah rencana konspirasi - global?
Setidaknya dari studi kasus semacam ini, ada baiknya sebagai subjek kecerdasan, marilah kita utamakan mosi tidak percaya, artinya, apapun informasi yang kita dapatkan, menjadi kewajiban bagi kita untuk menganalisanya terlebih dahulu tanpa harus terburu-buru memihak dan memforward kepada lintas sosiologis yang lebih besar.

Perlunya budaya validity crosscheck sebagai langkah awal menuju satu kemajuan berbangsa yang lebih baik. Menjadi do’a dan harapan, INDONESIA menjadi negara yang terbebas dari kontrol dan pengaruh jahat bangsa dan kelompok asing yang hanya ingin membuat kerusakan di negara ini.
Sebuah temuan “vulgar” penelitian kami:


  • 1 dari 10 manusia mempunyai potensi berkhianat.
  • 3 dari 15 manusia dalam koloni berpotensi membuat konspirasi.
  • 3 dari 15 manusia dalam koloni berpotensi membuat rencana kudeta.
  • 1 dari 10 manusia memiliki kecerdasan intelek yang berbahaya.

Pesan waspada dan berhati-hati nampaknya tidak boleh lagi dianggap sekedar omong kosong. Setidaknya kita tidak mungkin rela jika orang yang kita cintai harus menanggung akibat buruk hanya karena keteledoran dan kecerobohan kita.

SAVE YOUR PRIVATE DATA

SAVE NKRI FROM EVIL INJECTION

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun