Kemerdekaan negeri ini diperoleh dengan cara bersama sama berjuang dan berperang. Pada jaman usaha memperoleh kemerdekaan itu banyak muncul para pemberani dan tokoh tokoh pahlawan yang tanpa berhitung untung ruginya berjuang dan tanpa berhitung untung ruginya merdeka apabila ternyata mereka mati dan gugur saat berjuang. Saya banyak sekali mendapatkan dan membaca artikel tentang pejuang dari daerah ini dan itu dan kisahnya yang inspirasional. Banyak daerah yang membanggakan tokoh tokoh heroiknya sendiri walaupun tidak tercantum sebagai pahlawan nasional. Lalu muncul tuntutan dari berbagai daerah agar pahlawan daerahnya ini dimasukkan dalam daftar PAHLAWAN NASIONAL, dianugerahkan gelar PAHLAWAN. Harusnya mereka malu menuntut seperti ini, sedangkan tokoh yang mereka banggakan sebagai pahlawan tersebut tidak pernah berfikir untuk mencari keuntungan dari perjuangannya. Harusnya mereka yang menuntut hal demikian malu dan mengukur diri mengapa bukan nama mereka dan perjuangan mereka  sendiri yang tercatat dalam sejarah negeri ini? Jangan tepuk dada orang lain dan membesarkan perjuangan orang lain hanya untuk kesombongan diri sendiri, terlebih lagi memanfaatkannya demi kepentingan politik golongannya. Para pahlawan negeri ini tidak pernah -sekali lagi saya yakini TIDAK PERNAH- berhitung untung ruginya bila mereka berjuang dan berperang. Mereka memperjuangkan keyakinan dan logika mereka bahwa sudah wajar daerahnya MERDEKA. Ketika pikiran ini ternyata adalah pikiran akumulatif dari tiap tiap daerah, maka timbullah pergerakkan perjuangan secara serentak bersamaan. Dan karena mereka merasakan hal yang sama tidak mengenakkan dari penjajahanlah timbul empati dan simpati pada tiap perjuangan daerah sehingga kesatuan empati dan simpati ini terwujud menjadi negara kita Indonesia. Dan kemudian generasi setelah era kepahlawanan ini merusak dan membakar sendi sendi jiwa dari rasa ingin merdeka para pahlawan tersebut. Saat ini begitu banyak diberitakan Drakula dan Vampire negeri. Begitu banyak manusia penghisap darah bangsanya sendiri. Alih alih berjuang untuk negeri atau daerahnya sendiri malah mereka berjuang berdasarkan perhitungan untung rugi. Yang jadi anggota legislatif tidak malu melakukan hal keparat seperti korupsi atau kolusi. Mereka yang berseragam hukum tidak merasa tercoreng muka saat menerima suap dan pesanan kasus. Mereka yang berkedudukan didaerah tidak merasa bersalah saat korupsi, penggelapan uang, pengadaan barang yang anggarannya dibikin semasuk akal mungkin, Mencitrakan diri lewat omongan saja dan bukan dengan tindakan, mencaci maki tokoh yang bercitra di masyarakat karena tindakan tindakannya, perang antar gang, bentrok antar suku, keributan dengan desa tetangga dan banyak lagi lainnya. Sedangkan negara ini jelas berasaskan keagamaan. Namun citra yang berusaha dan diperjuangkan muncul adalah ATHEIS, tidak beragama dan tidak mempercayai Tuhan semesta alam. Saya bukan ingin membahas agama yang saya anut. Namun saya ingin meyakini bahwa setiap agama yang dianut tiap penduduk masyarakat negeri ini pastilah mengajarkan kebaikan tanpa kecuali. Saya yakin tiap agama tidak mengajarkan korupsi, membunuh, menganiaya, berdusta, dan hal negatif lainnya. Jadi apabila ada tokoh ataupun individu yang melakukan hal terlarang tersebut sudah pasti terkutuk dan berdosa. Terlebih lagi apabila itu dilakukan oleh tokoh pejabat atau golongan yang kata katanya sering didengar dan diperdengarkan. Kemerdekaan bukan tanggung jawab dari salah satu individu saja. Merdeka negeri ini diperoleh dari keserempakan rasa ingin mempunyai daerah atau bangsa yang merdeka. Bukan kesepakatan golongan mencari keuntungan. Bila pahlawan yang gugur tersebut belum berkeluarga semua dan tidak mempunyai keturunan maka sudah dipastikan bahwa pengisi kemerdekaan negeri ini adalah semua keturunan dari pengkhianat yang berlindung baik baik diselangkangan penjajah, adalah sisa sisa anak cucu tuan demang belanda, adalah hasil beranak pinaknya para pengecut yang sembunyi dibalik lemari dikolong kasur saat tetangganya berjuang dan mati.Sehingga pantas saja bila masih mempunyai pikiran dan semboyan fanatis kedaerahan dalam jiwa dan mindsetnya. Para pahlawan tidak pernah hanya mengusir penjajah didaerah atau desanya saja. Mereka para pahlawan ini berjuang lintas daerah, lintas desa dan lintas batas adat. Bisa dibayangkan bila penjajah hanya terusir ke desa tetangga saja dan tidak dikejar terus, pasti si penjajah ini dengan mudah kembali lagi dan lagi. Kemerdekaan saat itu adalah isu bersama dan menjadi tanggung jawab bersama. Bukan berarti setelah merdeka bisa seenaknya saja kembalikan pikiran kuno jaman prasejarah saat kumpulan manusia yang berjalan bungkuk dengan volume otaknya yang kecil seperti monyet berpendapat bahwa daerah kami adalah yang terbaik terhebat sehingga saat ada kumpulan lain mengambil buah dari lingkungan mereka harus dibunuh dan diperangi. Bendera sudah sama merah putih namun masih saja ada omongan bahwa si itu adalah pendatang sedangkan yang jelas jelas berbeda bendera datang dianggap sebagai dewa penyelamat perekonomian, tokoh setara pahlawan, orang suci dengan uang yang sangat banyak dan kepintaran yang melebihi bangsa merah putih ini. Paham paham dan budaya mereka ditiru habis habisan, dan merendahkan kebaya, batik, gotong royong, juga budaya budaya merah putih lainnya. Media komunikasi pun berperan dalam menyumbang jasanya untuk kemerdekaan, mereka para pemuda lintas batas laut bisa mencapai satu mufakat sehingga melahirkan Sumpah pemuda. Kini media komunikasi malah dipakai untuk menyampaikan aspirasi golongannya yang dibungkus sedemikian indah sehingga tampak seakan akan memperjuangkan aspirasi rakyat banyak. Pembodohan yang ditimbulkan bukan lagi karena ucapan para pejabat saat wawancara atau melakukan pernyataan dihadapan media seperti contoh : "Rakyat kita masih bodoh...bla bla..bla bla" yang terkenal dan sering dilantunkan pada jaman Ordenya Soeharto, yang sialnya sebagian rakyat malah menjadi terprogram dan mengucapkan hal yang sama : "Kita mah orang kecil.... kagak tau apa apa yak". Namun sekarang pembodohan dilakukan dengan cara alam bawah sadar yang terus menerus diucapkan dan diberitakan berulang ulang oleh media komunikasi. Berita disiarkan tanpa difikirkan secara mendalam, tidak dianalisa kelayakan dan kebenarannya, tidak berusaha untuk menyaring dan berusaha mempertahankan juga menjaga kemerdekaan negeri dan bangsa ini. Entah disadari atau tidak mereka justru menyumbang jasa menghancurkan sendi bangsa. Tidak lagi mempersatukan. Bahasa dan budaya Indonesia dihancur leburkan menjadi bahasa Korin, Jepin, Britin, dan Amin. Korea-Indonesia, Jepang-Indonesia, British-Indonesia, dan Amerika-Indonesia. Modernkah? Kerenkah? Palalu gundul bisulan kalau merasa keren dan modern. Bahasa Indonesia adalah ciri bangsa Indonesia, bahasa yang memudahkan saya berkomunikasi dengan kawan dari daerah lain propinsi lain, Juga bahasa yang memudahkan anda mengerti tulisan saya di Kompasiana ini. Walaupun mungkin masih ada kesalahan tata bahasa, silahkan anda memperbaikinya kemudian ajarkan dan sebarluaskan pada lingkungan sekitar anda. Fenomena penghancuran budaya dan bahasa semakin tahun semakin diciptakan, dan dianggap ciri jaman atau ciri suatu era. Dari Ruar biasa, alhamdulillah ya sesuatu, Egepe, auahh gelap sampai ganbatte, kamseupay, perpek, dll yang saya yakin banyak yang mengabdikan hidupnya untuk terus terusan mengikuti, menciptakan dan menggunakan bahasa yang sedang banyak dipakai itu agar disebut keren, modern, juga update jaman. Sinetron sinetron bodoh ditayangkan, menjual mimpi, menjual pemikiran yang absurd, menyumbangkan ide untuk selingkuh, berbohong, berdusta, mencuri, dan bahkan membunuh. Atau memang benar anggapan mantan penjajah kita bahwa sebenarnya Indonesia belum siap untuk merdeka? Berhenti menghancurkan pilar dan sendi bangsa ini, bila ingin dianggap bangsa yang besar. Bangsa yang menghargai jasa dan perjuangan para pahlawan. Jangan tunggu masa perang dunia ketiga karena apabila itu benar terjadi maka akan saling mengandalkan, karena ketidak siapan mental untuk melawan. Terlalu lemah jiwa raga yang dikandung disebabkan pelatihan dan petunjuk terus menerus yang disebar secara sistematis melalui media yang hanya mengejar rating.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H