Mungkin banyak yang pernah baca Lucky Luke, tokoh komik yang sanggup menembak cepat melebihi kecepatan bayangannya sendiri. Selain cepat dalam menembak, tokoh ini juga tepat mengenai sasarannya walau dalam jarak yang cukup jauh dan sudut yang sangat sulit dijangkau (namanya juga tokoh komik, semua serba mungkin)
Namun kali ini saya akan memberikan contoh kasus yang mudah-mudahan bisa dimunculkan, direpublikasikan, dan bisa dijadikan dokumen pengingat bila suatu saat tokoh yang disebut kemudian ini dipromosikan menempati jabatan atau kedudukan yang mengancam lembaga anda atau suatu saat membongkar kerja korup anda.
Salah tembak atau sengaja salah tembak
- Purworejo 2012: Tewas. Yang ini tidak tahu Individunya yang tidak tepat mental untuk memegang senjata atau karena memang gregetan ingin tarik picu. Dan ini berita terkait yang menceritakan kronologis kejadian dari saksi POLISI dan saksi istri korban dan teman korban. Jelas POLISI memberikan kesaksian yang membela Teman satu lembaga. Ciri-ciri cacat mental kelembagaan.
- Jakarta Selatan 2012 : Luka-luka. Peluru kok bisa nyasar ke bokong :D. Beda banget dengan kasus kasus yang katanya tersangka melarikan diri namun bisa mengenai dengkul, paha, bahkan betis tersangka yang dijemput dari rumah. Melarikan diri atau dilakban kemudian direbahkan untuk ditembak atau buang sendalnya dan disuruh diambil untuk kemudian ditembak?? Entahlah... Hanya Lembaga POLISI dan TUHAN yang tahu.
- Jember 2012 : Â Tewas. Yang ini artikel dari tulisan rekan kompasiana.
- Nusa Tenggara Timur 2012 : Luka-luka. Warga sipil katanya beringas melawan petugas yang menggerebek arena judi Sabung Ayam (Kurang setoran mungkin tuh makanya digrebek...Wakakakk. Ooopss...). Melakukan tembakan peringatan ke udara namun bisa kena kaki... Lebih hebat dari Lucky Luke rupanya.
- Jakarta 2012 : Luka-luka. Yang ini tidak tahu mengapa bisa meletus. Mungkin bayangannya takut didahului maka buru-buru tekan picu biar tidak telat :D
- Nusa Tenggara Timur 2012 : Tewas. Namanya Philipus, saat itu sedang dalam perjalanan pulang dari sawah menyemai bibit padi. Kepala dan perutnya bolong. Saat di Rumah Sakit tidak ada satupun anggota POLRI yang besuk menandakan simpatinya. Ciri-ciri cacat budaya.
- Jakarta Utara 2010 : Luka-luka. Tidak diketahui siapa pelaku penembakannya (katanya). Padahal lihat saja dari diameter pelurunya, apakah dari senjata resmi polisi atau bukan. Jangan karena melihat peluru anggota masih utuh maka berasumsi bukan dari salah satu anggotanya. Lagipula siapa yang periksa kelengkapan peluru itu? Bisa saja berkata demikian demi menutup-nutupi kebenarannya. Bukankah sudah lumrahnya begitu pak pol??
- Palembang 2012 : Luka-luka. Polisi bungkam doank.
- Bengkulu 2012 : Satpol PP penjaga rumah Bupati kena sasaran salah tembak. Katanya bukan kasus besar. hehee..
- Pekanbaru 2009 : Dibentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap siapa anggota kepolisian yang melakukan tembakan terhadap Edikson Sianturi. Tidak ada yang mengaku nembak rupanya ya pak?? Diajarin sikap ksatria gak sih?
Bila harus mendata satu persatu mungkin akan tidak cukup waktu saya karena dilakukan saat jam istirahat kantor dan disela-sela kosong kerjaan. Tapi untuk lebih jelasnya ini Link yang memberitakan bahwa tiap tahun ada 200 anggota polisi yang dipecat karena kasus kekerasan dan KORUPSI.
Saya punya anak didik yang dari SMP hingga Kuliah bermain dikediaman saya sewaktu di Purwakarta, Jawa Barat dulu. Saat itu, selepas SMA dia berniat mendaftarkan dirinya menjadi polisi. Semua persiapan sudah dijalani untuk meloloskan dirinya. Dari latihan fisik, mental dan DUIT juga disipkan. Kolega keluarga hingga saudara yang sudah terlebih dahulu jadi polisi juga dihubungi untuk dimintai tolong. Namun apadaya tidak lulus dengan alasan mempunyai asma. Padahal dokter umum dan rumah sakit yang pernah memeriksa dia itu menyebutkan tidak ada penyakit dalam dan tidak ada penyakit. Belum lagi saat melakukan pemeriksaan kesehatan di kepolisian itu ditelanjangi bulat bulat. Hiiii......Ngeri.
Setelah diumumkan tidak lulus dengan alasan disebut sebelumnya, Saudara dia yang  polisi itu mengunjunginya dan berkata bahwa 30juta tidak cukup untuk diterima jadi polisi. Wallahualam... Hanya Tuhan dan Polisi yang lebih tahu.
Sepertinya sistem rekruitmen kepolisian masih tidak efektif untuk melahirkan polisi yang kompeten dan benar-benar melayani masyarakat.
Saya juga pernah berdialog dengan salah satu anggota kepolisian dari Polsek kec. Plered, Purwakarta, Jawa barat. Saat itu kami sedang ngobrol-ngobrol biasa di depan konter pulsa kawan saya yang kebetulan terletak diseberang jalan Polsek tersebut. Saya bertanya tentang banyak kasus korupsi yang ditangani secara lembut dan beradab daripada kasus maling ayam dan maling kecil lainnya. Beliau menjawab,
"Kita ini kan pelayan masyarakat, namun kamu harus tahu juga bahwa dimasyarakat ini ada kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas, jadi kita sesuaikan pelayanannya sesuai kelas masing masing"
Saya cuma melongo dengan mata melotot, mulut terbuka dan badan kaku. Kok bisa gitu yak??
"Lalu kelas atas, bawah dan menengah itu kategorinya seperti apa pak?"