Mohon tunggu...
HL Sugiarto
HL Sugiarto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis

Hanya orang biasa yang ingin menulis dan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mangkatnya Sang Phoenix (Bagian II)

7 Juni 2020   09:59 Diperbarui: 7 Juni 2020   10:29 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perasaan pak tua itu campur aduk, terasa sedih, pedih, marah, putus asa meskipun  ada sedikit rasa senang karena ia akhirnya bisa bertemu dangan muridnya setelah berpisah bertahun-tahun. Suatu pertemuan yang ironis, dimana ia harus bertarung dengan muridnya untuk mempertahankan hidupnya.

"Li Rui, aku tahu engkau melaksanakan perintah Yuan Shikai," Yuan Shikai adalah seorang pejabat Dinasti Qing yang ikut andil dalam keberhasilan menumpas Pemberontakan Boxer di Cina, dan karirnya melesat sehingga ia diangkat menjadi Raja Muda Zhili. Ia tahu bahwa muridnya telah diampuni nyawanya oleh Yuan Shikai  tapi sebagai gantinya Li Rui dijadikan kaki tangannya.

"Maafkan aku Suhu, dia telah memberikan kehidupan baru bagiku," Li Rui menjawab gurunya, walaupun sebenarnya ia juga merasa terpaksa melaksanakan perintah Yuan Shikai untuk merebut pedang shinobigatana milik gurunya. Pedang yang dikenal dengan sebutan Burung Phoenix Api dan telah menjadi rebutan di antara para pendekar bahkan orang-orang kaya, bandit, ketua persekutuan rahasia dan para penguasa pun ingin memilikinya.

Yuan Shikai, Gubernur Shandong (Sumber: Wikipedia)
Yuan Shikai, Gubernur Shandong (Sumber: Wikipedia)

Tiba-tiba Mata Hati, maju bergerak lurus dengan gaya khas seorang ahli rapier dan mengarahkan mata pedangnya yang tajam ke arah pak tua itu. Bersamaan itu, sontak  sebuah tangkisan dari pak tua itu menghalau serangan mendadak itu dengan ujung sarung pedangnya. Sebuah gerakan tangkisan dari seorang maestro pedang dan tangannya masih memegang erat pedangnya  yang belum terhunus.

"Heeaahh.....!" Mata Hati tersentak mundur selangkah, tubuhnya condong  ke belakang, beruntunglah ia masih bisa menjejakkan kakinya dan segera mengatur kembali kuda-kudanya.

"Ternyata tua Bangka ini masih bisa melawan,"  Mata Hati bergumam pelan sambil memandang tajam kea arah pak tua.

"Tapi tak lama lagi pedangku pasti akan menancap dijantung tuamu itu," sumbar Mata Hati sambil mengatur kembali  posisi tubuh dan kuda-kudanya.

"Cabut pedangmu itu dan bertarunglah dengan kami."

Tiba-tiba wajah pak tua itu berubah menjadi sinis dan bermimik serius, "Baiklah kalau itu mau kalian maka aku akan menghunus pedangku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun