"Usiamu sudah tua."
"Tak pantas lagi untuk memegang pedang itu."
"Serahkan pedang itu kepada kami atau nyawamu hilang," Mata Hati mulai melangkah untuk bersiap menyerang.
Pak tua itu sedikit bergeming dan bergerak satu langkah mundur, tapi ia dikejutkan oleh suara  seorang pemuda lainnya yang tiba-tiba sudah berada dibelakangnya.
"Menyerahlah Suhu, engkau terlalu tua untuk ini," suara berat dan logat khas Cina terlontar dari mulut pemuda itu.
"Kami akan pergi bila kau serahkan pedang itu," lanjut omongan pemuda Cina itu.
Ia mengenal suara itu dan menjawabnya, "Muridku, Li Rui."
Melihat muridnya ini, pikirannya sejenak menerawang ingatan masa lalunya, Fan Li Rui, salah seorang muridnya ketika ia masih menjadi biksu di biara Shaolin.
Teringat ia ketika pertama kali, Biksu Kepala Biara menyerahkan Li Rui agar berada dalam bimbingannya. Seorang remaja tanggung, yang kehilangan orang tuanya akibat bencana kelaparan di bagian utara negeri Cina. Setelah beranjak dewasa, ia memutuskan untuk meninggalkan biara Shaolin , pergi mengembara dan ikut sebuah sekte keagamaan.
Dia terkenal dengan julukan sebagai Gagak Hitam, karena berpakaian serba hitam dan menggunakan golok terbuat dari baja hitam. Terlibat dalam pemberontakan Boxer di Cina yang anti dengan orang Eropa.
"Suhu, aku mohon menyerahlah!" sergah Li Rui, karena ia sebetulnya tidak tega melihat gurunya ini berada keadaan terpojok dalam keroyokan tiga pendekar pedang kelas wahid. Dalam tradisi persilatan di Cina, hubungan guru dan murid tetaplah abadi selama mereka belum memutuskan hubungan itu.