Hari Natal, setiap orang memiliki makna berbeda-beda dan cara tersendiri dalam merayakannya. Pengalaman pribadi tiap orang mengenai perayaan Hari Natal memiliki esensi yang unik tergantung bagi individu yang merayakannya. Setiap tahun hari Natal dirayakan dengan cara hampir sama biasanya, ya...seperti itu-itu saja.Â
Dalam tradisi Katolik Roma, perayaan Natal di dahului dengan masa advent (menunggu) selama empat minggu, Vigili Natal (Misa Malam Natal), dan perayaan hari Natal yang secara tradisi dirayakan pada tanggal 25 Desember.
Kemarin malam, 24 Desember 2019, setelah membesuk kerabat yang sakit saya mencoba mengikuti sebuah perayaan Misa Malam Natal di sebuah Gereja Katolik di Surabaya yang jadwalnya dimulai pada jam 21.00 WIB. Akan tetapi karena kantuk dan kelelahan setelah beraktifivas selama satu hari penuh, saya akhirnya memutuskan putar balik untuk pulang, padahal pada saat itu saya sudah berada di depan gereja.Â
Pemikiran untuk membatalkan niat ikut Misa Malam Natal adalah pertimbangan keselamatan, karena saya berpikir misa tersebut akan berakhir pada jam 11 malam dan perjalanan pulang ke rumah membutuhkan waktu lebih dari tiga puluh menit dari gereja tersebut. Oleh karena itu agar saya tidak sampai di rumah lewat tengah malam, saya pun memutuskan membatalkan ikut Misa Malam Natal itu.
Pada pagi harinya pukul tujuh bagi saya bangun dan melakukan rutinitas seperti biasa, dan  saya melihat sebuah acara televisi  KompasTV yang saat itu ada tayangan wawancara dengan seorang Pastor mengenai makna Natal tahun ini. Saya tidak terlalu mengikuti isi wawancara tersebut, cuma yang terbersit dalam pikiran saya adalah segera beranjak dan pergi ke Gereja Katolik terdekat untuk mengikuti Misa Hari Natal.
Sesampai di Gereja Katolik tersebut, saya pun kaget ternyata seperti biasa Misa Hari Natal di pagi hari yang bertepatan dengan tanggal 25 Desember adalah Misa Hari Natal bernuansa anak-anak. Â Ya... apa boleh buatlah, lebih baik mengikuti misa ini daripada pulang lagi, sudah terlanjur datang ke gereja. Saya memasuki gedung gereja tersebut, ha..ha..! Ternyata lantai satu gereja sudah dipenuhi anak-anak dengan rasa agak enggan saya pun naik ke lantai dua. Beruntung masih ada kursi kosong di bagian deretan belakang.
Misa pun dimulai seperti layaknya liturgi ekaristi biasa, cuma yang membedakan adalah hadirin yang datang saat itu didominasi oleh anak-anak berusia enam tahun sampai dua belas tahunan dan para orang tuanya. Suasana agak riuh, tidak seperti misa-misa yang hari biasa, misa hari ini penuh dengan celoteh dan canda anak-anak. Suasana riang dan polos memenuhi ruangan gereja itu.
Pada saat homili (kotbah), Pastor memberikan ceramahnya yang santai dan menyesuaikan dengan situasi dan hadirin yang hadir saat itu yaitu anak-anak. Homili mengenai persahabatan dan pertemanan yang tergerus karena anak-anak jaman sekarang yang cenderung berkutat dengan gadgetnya ketimbang bermain secara langsung dengan teman sebayanya.Â
Homili Pastor ini sesuai dengan tema Natal 2019 yang didengungkan oleh Gereja Katolik yaitu 'Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang'. Cara penyampaiannya yang penuh canda ini membuat anak-anak tertawa riang dan tak pelak  para orang tua pun juga ikut tertawa.
Dari kejadian-kejadian hari itu sebagaimana yang saya ceritakan sebelumnya, saya merenung di dalam gereja sambil mengikuti misa tersebut sampai berakhir. Sebuah renungan yang menghasilkan kesimpulan bahwa dalam merayakan Hari Natal yang penting bukan hari H-nya tetapi apa yang ada dibalik itu yaitu semangat Natal.Â
Semangat yang terlihat dari keceriaan anak-anak yang hadir dalam misa itu. Keceriaan yang polos dan tidak dibuat-buat, serta  semangat untuk berbagi keriangan yang terpancar dari Pastor dalam homilinya. Inilah salah satu contoh semangat Hari Natal itu sendiri.
"Natal Hanyalah Perayaan Hura-hura, Bila Tidak Ditandai dengan Hidup Berbagi", sebagaimana judul tulisannya Pak Tjiptadinata Efendi. Sama seperti yang saya rasakan pada misa pagi hari tadi.
Hari Natal baknya hari-hari pesta biasa bila tidak disertai semangat untuk berbagi, entah itu bisa berbagi materi, rasa dan semangat ataupun kebahagian. Tak perlu muluk-muluk, cukup memberikan senyum dan kebaikan dalam bentuk apapun di Hari Natal adalah bagian dalam semangat Hari Natal itu sendiri. (hpx)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H