"Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru, namamu akan selalu hidup dalam sanubariku. Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku, sebagai prasasti terima kasihku, tuk pengabdianmu.
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan, engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan, engkau patriot pahlawan bangsa. Tanpa tanda jasa".
Adalah salah satu lagu wajib nasional, yang diciptakan oleh Sartono. Lagu dengan lirik yang penuh akan makna dan kedalaman kasih sayang yang sulit diukur dan dinilai. Lagu tersebut menggambarkan bagaimana peran seorang guru sangat penting terhadap siswa/siswi ataupun mahasiswa.Â
Lagu yang berjudul Pahlawan Tanpa Tanda Jasa itu, dapat dimaknai sebagai penghormatan terhadap guru yang penuh dengan harkat dan martabat, serta profesi yang sangat terpuji. Sosok yang melekat di balik profesi seorang guru, dapat dijuluki sebagai penyelamat anak bangsa. Guru hadir untuk mencerdaskan anak bangsa serta untuk mendukung kemajuan masyarakat dan negara.
Tanpa guru mustahil suatu bangsa atau negara dapat berkembang  dan maju. Guru adalah sosok penerang, pembawa kebebasan dari ikatan kegelapan menuju terang. Ialah penerang, mendidik anak-anak dari yang semulah bodoh hingga memiliki pengetahuan yang luas dan mampu berpikir serta bertindak bijaksana. Semua karena berkat guru.
Hal itu membuat bahwa guru sangat dihormati di tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Sangat jarang seseorang yang melekat dangan profesi tersebut dicap suatu hal buruk. Mereka kerap disebut sebagai sosok pahlawan tanpa tanda jasa.
Namun apa jadinya jika berkaca pada era dewasa ini, julukan tersebut masihkah relevan untuk dimaknai ke pada mereka? Salah satu Sekolah Dasar (SD) swasta di Medan, pelaku berinisial BS adalah Kepala Sekolah sekaligus pendeta yang telah didakwa di Pengadilan Negeri Medan atas tindakan pelecehan seksual terhadap enam (6) orang anak didiknya.Â
Terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum 15 Â (Lima belas) tahun penjara, kemudian Majelis Hakim memutus perkara tersebut tepatnya hari ini tanggal 29 Desember 2021 sekitar pukul 15.00 WIB dengan hukuman 10 (sepuluh) tahun penjara.Â
Hal serupa juga terjadi di Jembrana, pelaku merupakan Kepala Sekolah di salah satu SD di Kecamatan Mendoyo. Pelaku menggauli anak didiknya di ruang UKS. Kejadian memilukan itu terungkap setelah mendapat pengakuan dari korban.
Tindakan pelecehan seksual, tidak hanya ada pada ruang lingkup Sekolah Dasar. Pada bulan November 2021 tepatnya di Bali, ada sekitar 45 orang mahasiswi yang menjadi korban pelecehan seksual, sebagian dari pelaku adalah Dosen. Tidak berbeda juga, hal serupa terjadi di Palembang pada bulan September 2021 ada sekitar tiga (3) orang mahasiswi yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dua orang dosen Universitas Sriwijaya.
Begitu juga di Pekanbaru, pada bulan November 2021, tindakan bejat tersebut tidak lepas dari seorang mahasiswi  Universitas Riau. Pelaku adalah dosen sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Tindakan memalukan tersebut dilakukan saat bimbingan skripsi.