HIV/AIDS adalah isu kesehatan yang tidak hanya mempengaruhi fisik, tetapi juga menimbulkan tantangan sosial yang besar. Di Indonesia, stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih sangat kuat, menyebabkan mereka sering kali mengalami diskriminasi dan isolasi. Masyarakat sering mengaitkan ODHA dengan perilaku negatif, seperti penggunaan narkoba atau seks bebas, yang membuat mereka dijauhi oleh lingkungan sosial dan keluarga. Situasi ini menciptakan tekanan psikologis yang berat bagi ODHA, yang harus berjuang melawan penyakit serta stigma yang merusak kualitas hidup mereka. Dalam menghadapi tantangan ini, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) berperan penting dalam memberikan dukungan kepada ODHA.
LKS bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga terkait untuk menyediakan berbagai layanan, termasuk kesehatan, konseling, dan bimbingan sosial. Salah satu dukungan utama adalah layanan konseling yang dirancang untuk membantu ODHA mengatasi kecemasan dan stres akibat stigma sosial. Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) juga berperan aktif dalam memberikan dukungan emosional dan praktis kepada ODHA. KDS bertindak sebagai komunitas yang menawarkan solidaritas dan membantu membangun kembali kepercayaan diri anggotanya. Misalnya, di Ternate, KDS memberikan pendampingan psikososial untuk membantu ODHA menghadapi diskriminasi dan membangun motivasi agar tetap produktif (Supriyanti et al., 2021).
Selain konseling, LKS juga menyelenggarakan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi ODHA. Program ini bertujuan agar ODHA memperoleh keterampilan baru yang relevan untuk mendukung ekonomi pribadi mereka. Contoh konkret dari inisiatif ini adalah program pelatihan kerajinan bambu di Baturraden, di mana peserta dilatih untuk menghasilkan produk kerajinan bernilai jual (Kementerian Sosial, 2024). Melalui pelatihan ini, ODHA tidak hanya mendapatkan keterampilan teknis tetapi juga peningkatan rasa percaya diri serta motivasi untuk menghadapi tantangan hidup.
Kerja sama antara LKS dan Dinas Sosial sangat penting dalam mendukung kehidupan ODHA. Melalui kolaborasi ini, berbagai program bantuan sosial dapat diakses lebih mudah oleh ODHA, termasuk penyuluhan kesehatan dan distribusi bantuan. Program rehabilitasi sosial berbasis masyarakat adalah salah satu contoh di mana Dinas Sosial dan LKS bekerja sama memberikan bantuan langsung kepada ODHA yang membutuhkan (Patonah & Susanti, 2022). Selain itu, kegiatan edukatif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS juga sangat penting dalam mengurangi stigma sosial serta memperkuat dukungan kepada keluarga ODHA.
Namun, pelaksanaan program dukungan ini tidak selalu berjalan lancar. Stigma masyarakat yang kuat sering menjadi penghalang bagi LKS dalam menjalankan tugasnya secara efektif. Banyak orang masih memiliki pandangan keliru mengenai cara penularan virus HIV, sehingga memperkuat stigma negatif terhadap ODHA (Tristanto et al., 2022). Diskriminasi sosial juga sering terjadi, di mana ODHA dijauhkan dari keluarga dan komunitas mereka. Hal ini menciptakan situasi yang tidak nyaman bagi ODHA dan berdampak pada kondisi psikologis serta kualitas hidup mereka secara keseluruhan.
Untuk mengatasi stigma dan diskriminasi ini, diperlukan pendekatan komprehensif melalui edukasi intensif tentang HIV/AIDS. Program sosialisasi harus dirancang untuk memberikan informasi akurat kepada masyarakat agar mereka tidak terjebak dalam prasangka dan ketakutan yang tidak berdasar. Selain itu, dukungan sosial dari keluarga dan komunitas sangat penting agar ODHA merasa diterima dan tidak sendirian dalam menghadapi penyakit ini. Lingkungan yang suportif dapat membantu mereka mengatasi tekanan emosional serta lebih patuh terhadap terapi antiretroviral (ARV), yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.
Meskipun LKS telah menunjukkan upaya signifikan dalam mendukung ODHA dan mencoba mengubah stigma melalui berbagai program intervensi, hasilnya belum sepenuhnya efektif. Banyak ODHA masih mengalami penolakan dari lingkungan sosial maupun keluarga meskipun sosialisasi telah dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan strategi baru yang lebih inklusif dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam program-program sosialisasi agar dapat menciptakan dialog dua arah untuk memahami akar permasalahan stigma secara komprehensif.
Secara keseluruhan, peran Lembaga Kesejahteraan Sosial sangat vital dalam mendukung ODHA menghadapi stigma dan tantangan sosial. Melalui layanan konseling, pelatihan keterampilan, serta kampanye edukatif, diharapkan ODHA dapat menjalani kehidupan yang lebih bermartabat tanpa merasa tertekan oleh stigma masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, LKS, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi ODHA. Dengan langkah-langkah strategis seperti edukasi komprehensif dan peningkatan akses ke layanan kesehatan, diharapkan stigma terhadap ODHA dapat berkurang secara signifikan sehingga mereka dapat berpartisipasi aktif dalam masyarakat dengan penuh percaya diri.
Daftar Pustaka
- Supriyanti et al. (2021). Pendampingan Psikososial bagi Orang dengan HIV/AIDS: Studi Kasus di Ternate. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
- Kementerian Sosial Republik Indonesia. (2024). Program Pelatihan Keterampilan bagi Orang dengan HIV/AIDS. Jakarta.
- Patonah & Susanti (2022). Stigma Sosial terhadap Orang dengan HIV/AIDS: Tantangan dan Solusi. Jurnal Psikologi.
- Tristanto et al. (2022). Stigma Negatif terhadap Orang dengan HIV/AIDS: Analisis Penyebab dan Dampaknya. Jurnal Sosiologi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H