Kepadatan penduduk menjadi isu yang besar terutama di kota-kota besar yang menjadi pusat perkembangan dalam aspek ekonomi. Contoh dari kota besar tersebut adalah Jakarta dan Surabaya, tetapi kali ini saya ingin lebih membahas mengenai kepadatan penduduk di Surabaya yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa timur. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Surabaya memiliki penduduk berjumlah 2.848.583 jiwa pada tahun 2015 dengan luas wilayah 350,54 km2. Jika melihat dari angka saja sebenarnya kota Surabaya tidak terlalu padat, tetapi sebenarnya jika anda tinggal di Surabaya, di beberapa tempat permukiman sangatlah padat dan penuh. Kenapa bisa terjadi?
Perlu di ingat Surabaya merupakan pusat ekonomi dari provinsi Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 24,19 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur pada tahun 2016. Hal tersebut membuat banyak orang yang ingin mencari nafkah datang ke Surabaya, secara permanen maupun sementara. Kawasan metropolitan Surabaya yang disebut dengan "Gerbangkertosusila" yang terdiri dari Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan merupakan kawasan metropolitan terbesar kedua setelah "Jabodetabek" dengan jumlah total penduduk yang hampir mencapai 10 juta pada tahun 2015. Pusat Gerbangkertosusila sendiri merupakan kota Surabaya.
Apa hubungan nya semua itu dengan kepadatan di Surabaya? Terlihat jelas Surabaya merupakan kota yang tergolong maju di Indonesia, meskipun angka penduduk yang tidak terlihat terlalu besar, Surabaya termasuk kota yang padat dikarenakan sangat banyak penduduk dari sekitar daerah Surabaya khususnya kawasan Gerbangkertosusila mencari nafkah di Surabaya meskipun tidak tinggal di Surabaya, hal ini salah satu alasan Surabaya menjadi padat, karena hal tersebut arus lalu lintas Surabaya semakin memburuk pada jam-jam tertentu.Â
Hal lain yang berhubungan dengan kepadatan penduduk adalah tidak meratanya penduduk, penduduk yang pindah ke Surabaya untuk mencari nafkah cenderung bukan merupakan orang kaya, sedangkan untuk mendapatkan tempat di permukiman yang layak membutuhkan biaya yang besar sehingga menyebabkan pendatang ke Surabaya banyak yang mencari tempat tinggal di wilayah yang padat dan cenderung kumuh dikarenakan harga yang lebih murah, sedangkan di permukiman yang mahal, masih banyak lahan kosong dan juga rumah-rumah besar yang terkadang tidak ditinggali oleh pemilik.
Kepadatan penduduk di Surabaya menyebabkan berbagai dampak negatif salah satunya sudah saya di sebutkan di atas, yaitu kemacetan di Surabaya semakin memburuk, di Surabaya sendiri, menurut BPS, ada 2.126.168 kendaraan bermotor, sedangkan banyak dari kawasan Gerbangkertosusila yang datang ke Surabaya dengan kendaraan pribadi, hal ini menyebabkan kemacetan Surabaya memburuk, khusus nya pada jam datang dan pulang kerja.Â
Lantas apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kepadatan penduduk ini? Sebenarnya ada berbagai cara untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi tidak semuanya mudah untuk direalisasikan. Solusi-solusi tersebut contohnya adalah seperti pembatasan penduduk yang tinggal di kawasan Gerbangkertosusilo karena penduduk dari kawasan metropolitan tersebut lah yang banyak pulang-pergi menuju Surabaya, contoh lain adalah meratakan ekonomi di kawasan metropolitan tersebut.Â
Solusi dari saya sendiri sebagai calon seorang planner adalah dibangunnya jalur transportasi yang terjangkau, efisien dan tidak menimbulkan masalah, contoh nya Kereta Rel Listrik atau yang biasa disingkat dengan KRL demi melancarkan jalur transportasi di Surabaya maupun sekitar nya, solusi yang satunya adalah dengan meratakan kepadatan penduduk di Surabaya, sehingga berkurangnya kepadatan yang berpusat, dan dengan begitu kebutuhan fasilitas per daerah tidak ada yang kekurangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H