Seorang temanku--ia adalah pegawai negeri--menulis pesan singkat untukku. Demikian tulisnya, "semoga tahun depan renumerasi sudah diterapkan di kantor. Jadi bisa lebih sejahtera."
Lalu kubalas, "Renumerasi itu apa?"
"Itu penerapan peraturan seperti yang sudah dilakukan di departemen keuangan. Intinya untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai. Jam kerja diperpanjang. Masuk jam 7.30 dan pulang sekitar jam 17.00. Diharapkan pegawai lebih produktif karena gajinya juga dinaikkan. Gitu deh, Mas..."
Glek! Kupikir yang ia maksud remunerasi dan bukan renumerasi. Lha kok orang yang akan mengalami atau 'kejatuhan durian' aja masih salah menyebut istilahnya... Â Lalu, aneka pertanyaan pun terbit di benakku: kok dia menyebut renumerasi, bukan remunerasi? Apakah memang dia tidak ngerti atau latah dan tidak mampu menjelaskan secara gamblang untuk orang sepertiku yang tidak terbilang sebagai pegawai negeri?
Heran. Kok orang yang sendiri akan mengalami saja masih keliru menyebut dan tidak mengerti secara baik remunerasi.
Menurutku, si teman ini hanya 'rubuh-rubuh pisang'. Artinya, dia ikut-ikutan saja menikmati nasib baik yang akan segera terjadi. Ya sekadar ikut-ikutan orang-orang yang sudah merasa ditingkatkan kesejahteraannya, tapi tidak merasa perlu untuk mengerti dengan tepat.
Boleh jadi yang latah dengan istilah renumerasi--bukan remunerasi--bukan dia seorang. Dia pun ikut-ikut para pegawai yang sudah lebih banyak keliru.
Akh, peduli apa dengan sekadar istilah yang keliru. Yang penting kesejahteraan meningkat....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H