Kopi minuman segala bangsa, bahkan segala agama. Tidak ada ajaran agama yang mengharamkan minum kopi, kecuali mungkin sekte-sekte suatu agama yang tidak membolehkan umatnya minum kopi. Tetapi agama aliran mainstream tidak ada larangan minum kopi bagi warganya.
Itulah sebabnya kopi sangat mendunia. Bahkan di negeri ini bisnis kopi atau kuliner kopi sangat mudah ditemukan di mana-mana. Gak usah jauh-jauh, sekarang ini pedagang kopi keliling sangat banyak jumlahnya. Lalu lalang berseliweran di jalan-jalan dengan sepeda atau sepeda motor.
Sangat mudah dan sederhana, hanya dengan menyiapkan termos berisi air panas, gelas-gelas plastik dan aneka jenis kopi sa-schet-an, pedagangnya bisa berkeliling dan nongkrong di satu tempat yang dia nilai cukup kondusif. Jika ada pembeli kopi, si pedagang hanya menyobek ujung bungkus kopi yang sudah ada tandanya, maka isinya langsung dimasukkan ke dalam gelas, dan menuangkan air panas secukupnya.Â
Jika dihitung-hitung, untung yang didapatkan dari setiap bungkus kopi lumayan besar. Konon ketika jumlah pedagang keliling ini masih sedikit, dapat dihitung dengan jari, penghasilan yang mereka dapatkan bisa mencapai Rp 2 juta per hari. Benar atau tidak, hanya mereka yang tahu. Tapi bila dihitung-hitung selisih harga jual dengan modal, keuntungan sebesar itu bisa saja benar, namun dengan syarat setiap hari harus menjual ratusan bungkus.
Apalagi jumlah peminat kopi instan sejenis ini sangat banyak. Misalnya jika nongkrong di pinggir jalan atau trotoar, biasanya ada banyak pembeli. Minum kopi di tempat terbuka tentu lebih tepat dan relevan ketimbang misalnya harus pergi mencari warung terdekat.Â
Namun ketika semakin banyak orang yang mencoba peruntungan dengan dagang kopi keliling ini, otomatis jumlah pembeli pun jadi terbagi-bagi. Sulit membayangkan bila seorang pedagang bisa meraup keuntungan seperti dulu (yang katanya jutaan) apabila jumlah pedagang semakin hari semakin banyak berkeliling di jalan-jalan dan tempat umum.
Dan nyatanya bisnis kopi tidak hanya di jalan-jalan dengan sepeda atau sepeda motor. Kadang kita bisa melihat mobil yang diparkir di sebuah tempat, namun ternyata dijadikan gerai kopi. Bahkan banyak rumah di komplek yang kebetulan berada di jalan utama komplek itu, dijadikan tempat kuliner. Kopi menjadi salah satu dagangan yang cukup populer. Bahkan ada perusahaan level konglomerasi, ikut buka kedai kopi juga, namun elite.
Ketika Piala Dunia akhir tahun 2022 yang lalu mulai, ada beberapa rumah di jalan utama komplek perumahan yang disulap jadi kedai kopi dengan penampilan yang cukup berkelas, seperti cafe. Televisi ukuran besar  yang menyiarkan pertandingan pun dipajang dan disetel untuk menarik pengunjung. Ngopi sambil nonton tayangan sepak bola Piala Dunia. Namun sayang sekali, dari sekian banyaknya tidak ada yang bertahan. Peminat sedikit, atau bahkan tidak ada yang mampir?
Di sebuah komplek perumahan kelas menengah, penulis melihat ada dua rumah yang di pinggir jalan utama, disulap menjadi kedai kopi, mengesankan sebuah cafe. Jaraknya berdekatan, untuk tidak mengatakan saling berhadapan. Padahal rumah-rumah itu sekilas tampak elite, bahkan pemiliknya punya mobil. Namun teras halaman dimanfaatkan untuk jadi semacam cafe yang menghidangkan aneka rupa minuman kopi.
Apakah mereka akan bertahan lama? Pertanyaan ini layak diajukan mengingat di banyak tempat, bisnis kuliner yang khusus berjualan kopi, banyak yang tidak lama bertahan. Hal itu bisa saja karena banyaknya usaha sejenis? Namun demikian, ada saja usaha sejenis yang muncul, meski kita tidak yakin apakah ini bertahan lama?