Pilpres 2024 mencuatkan banyak anak muda. Dalam artian, terdapat sejumlah anak muda yang namanya berseliweran di medsos sebagai "bakal capres potensial", meski cuma bermodalkan popularitas semata.
AHY adalah salah satu contoh yang sejak beberapa tahun lalu sudah ramai diberitakan di media-media sebagai sosok yang punya peluang untuk maju sebagai capres. Sebab apa sih yang kurang dari anak muda ini? Dia ketua umum partai politik (parpol), dan yang paling mantul adalah statusnya sebagai anak dari mantan presiden RI.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, itu kata pepatah Indonesia. Like father like son, kata orang Inggris. Anak presiden berpotensi besar mengikuti jejak ayahnya. Contoh, George Bush presiden AS ke-43, mengikuti jejak ayahnya George H.W Bush (presiden AS ke-41) menjadi penguasa di Gedung Putih.
Ada lagi contoh yang dekat dengan kita, yakin negara tetangga Filipina. Bongbong Marcos, putra Presiden Ferdinand Marcos memenangkan pilpres pada tahun lalu (Juni 2022).
Sah-sah saja semua orang menginginkan jabatan presiden di negara masing-masing. Sistem demokrasi memberikan jalan yang sangat lebar untuk itu kok. Lihat saja, Jokowi, yang tiga dekade silam bukan siapa-siapa, tapi sekarang sudah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Disegani dan dihormati dunia, sebab kinerja moncernya.
Menjelang Pilpres 2024, media kita sudah dijejali nama atau sosok-sosok yang berminat maupun yang berpeluang menjadi suksesor Presidem Jokowi. Paling tidak, 3 orang di antaranya moncer di survei-survei. Namun lebih banyak yang cuma nafsu besar, namun elektabilitas tidak beranjak dari 1 -- 4 persen, atau lebih sedikitlah.
Nama dan sosok AHY mendapat  sorotan lebih sebab faktor yang disebutkan tadi: anak (mantan) presiden dan ketua umum parpol. Usia masih muda sekali, tampak dari wajah dan penampilannya yang imut-imut dan trendy. Tapi ambisinya untuk maju pilpres -- meski cuma sebagai cawapres sekalipun -- tampak menyala-nyala.
Ambisi kawan ini untuk menjadi penguasa -- mengikuti jejak sang ayah -- sudah terlihat dari kenekatannya mencalonkan diri jadi gubernur DKI jakarta pada 2017 lalu. Nekat, sebab dia tidak segan-segan melepas dinas kemiliteran dengan  pangkat atau kedudukan yang masih tergolong "medioker". AHY rela purnawirawan dini dengan pangkat terakhir "mayor", demi lempang mencalonkan diri jadi cagub DKI Jakarta.
Mungkin dia terinspirasi (atau tergiur) dengan Jokowi, yang cuma dua tahun jadi gubernur DKI Jakarta (2012), namun melangkah mulus ke Istana (2014). Tapi sayang, dia bersama pasangan cawagubnya kalah telak.
Tapi doi tak perlu risau. Dua tahun kemudian mendapatkan jabatan ketua umum Demokrat, menggantikan SBY, ayahandanya. Dengan status sebagai ketum parpol, tentu akan lebih mudah  baginya menyasar pemerintahan yang dia incar.