Hari-hari ini di medsos banyak konten yang membahas tentang oknum yang "menista" sebuah kitab suci. Oknum itu dengan sengaja, dan sambil menantang-nantang, meletakkan kitab itu di bokongnya, sambil mengatakan apakah dirinya akan mati dalam sebulan ini gara-gara perbuatannya itu?Â
Tantangan itu diulangi berkali-kali sambil mengusapkan kitab tersebut ke bagian pantatnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa "angin busuk" pun disemburkan si pelaku dari lubang pantatnya itu.
Bila kejadian itu benar, maka dapat dikatakan bahwa si pelaku itu rada-rada sakit jiwa. Mengapa? Sebab dia itu berlagak sedang menantang Tuhan yang oleh suatu umat beragama, dipercaya terpresentasikan dalam kitab suci itu.Â
Tuhan kok ditantang? Apa salah Tuhan kepadanya? Begitu kira-kira yang ada di benak kita saat menemukan perilaku-perilaku ganjil semacam ini.
Selama ini kita sudah sering mendengar statemen bahwa "Tuhan tidak perlu dibela". Itu kata Gus Dur, bahwa Tuhan yang mahakuasa, mahaperkasa, sangat mampu membela diri-Nya. Maka kita manusia ciptaan-Nya, tidak perlu membelanya. Dan kita setuju dengan apa yang dikatakan oleh Gus Dur tersebut.
Sekarang malah ada yang dengan sok-sokan menantang Tuhan untuk mencabut nyawanya, dengan cara menghina kitab suci yang dianggap sebagai representasi Tuhan itu. Bahkan dia memberi tenggat waktu -- selama sebulan kepada Tuhan untuk mencabut nyawanya. Tantangan ini baginya untuk membuktikan apakah Tuhan itu benar ada, nyata dan berkuasa.
Adegan ini yang sudah viral di medsos, terutama Youtube, tentu membuat marah banyak orang. Umat yang mengimani kitab itu meradang dan menangis. Namun apa daya, sebagai minoritas tak bakal digubris bila melaporkan ke pihak yang berwajib agar si penista diadili dan dihukum pantas. Paling tidak sebagai pelajaran supaya tidak terulang di waktu lain.
Apakah Tuhan langsung bertindak dan menerima tantangan itu? Tentu saja tidak. Sebab Tuhan itu mahapenyayang, mahabijaksana, mahapengasih lagi mahapengampun. Justru yang terjadi, bahwa si pelaku termakan oleh ulahnya sendiri, di mana dirinya merasa cemas, merasa bersalah hingga sempat jatuh sakit.Â
Jadi Tuhan tidak akan pernah menggubris tantangan-tantangan "bodoh" semacam ini, sebab toh DIA sudah siapkan Hari Akhir untuk menjadi wadah pertanggungjawaban manusia selama hidup: Surga bagi yang menghormati-Nya, dan neraka bagi yang menantang-Nya.
Tapi menarik membaca ulasan tentang "riwayat, latar belakang" si pelaku penista kitab suci itu. Kabarnya dia itu mantan pendeta yang merasa kecewa dan sakit hati lantaran perlakuan teman-teman sejawatnya sesama aktivis gereja dulu? Artinya, karena merasa dirinya diperlakukan sewenang-wenang atau direndahkan, maka dia sakit hati, lalu keluar dari agama tersebut, lalu menganut agama lain.