Ahok lagi, Ahok lagi...Â
Seperti itu mungkin respons banyak orang atas mencuatnya nama Ahok dalam beberapa hari belakangan ini. Pria bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama--atau yang bersangkutan ingin disingkat menjadi BTP saja--diberitakan baru saja melakukan pertemuan dengan Menteri BUMN Erick Thohir, di kantor menteri. Isu pun berkembang, yakni bahwa mantan gubernur DKI ini akan diberikan kepercayaan untuk mengelola salah satu BUMN.
Ada banyak BUMN tetapi yang paling mendapat sorotan adalah PLN dan Pertamina. Apakah pada salah satu dari keduanya? Rasanya tak jadi soal, mengingat kinerja Ahok selama ini, rasanya layak dipercaya untuk pekerjaan besar  dengan tanggung jawab besar.
Karir Ahok mestinya melejit setelah pada 2014 dia diangkat menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan posisi Jokowi yang naik menjadi presiden RI. Dia sempat disebut-sebut bakal jadi cawapres Jokowi di periode kedua. Putra Belitung ini sebelumnya menjadi wakil gubernur. Dan sesuai UU, wakil gubernur otomatis menggantikan, apabila gubernur berhalangan tetap.
Namun di negeri ini apa saja bisa dibikin ribut. Kelompok-kelompok yang gemar menjadikan agama sebagai tunggangan, dan tidak suka ketika Ahok menjadi wakil gubernur- kemudian gubernur, dari hari ke hari melakukan aksi demo untuk menghalangi Ahok menjadi orang nomor satu di Ibu Kota.Â
Anjing menggonggong kafilah berlalu. Ahok resmi menjadi gubernur DKI dan membuat banyak perubahan yang positif, sekalipun di mata sebagian pihak, sepak terjang Ahok ini merugikan mereka dan kelompok mereka. Sementara aksi demo untuk menuntut dia mundur, selalu saja digelar. Naas, pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada September 2016, videonya dipelintir oleh si Buni Yani, dan kemudian dengan video yang sudah diedit itu, Buni Yani menuduh Ahok menista agama Islam.
Heboh pun terjadi di seluruh Indonesia. Aksi demo yang digagas oleh FPI dan ormas-ormas sejenis semakin meluas, hingga pada puncaknya 2 Desember 2017 dan kini kondang dengan istilah 212. Buntutnya, Ahok yang didampingi Djarot ikut pilgub DKI untuk periode 2017 - 2022, kalah oleh Anies - Sandiaga.
Semua orang mafhum, kekalahan ini karena stigma sebagai "penista agama" Â yang kadung melekat pada Ahok. Bermodalkan tudingan ini, para pembenci Ahok berkampanye, mengintimidasi warga supaya tidak memilih si penista agama. Atas desakan massa pula, pengadilan memvonis Ahok dua tahun penjara. Dan Ahok menjaninya dengan ikhlas.
Setelah bebas murni, Januari 2019 lalu, Ahok perlahan menata lagi langkah-langkahnya. Dia menjadi kader PDIP. Pasca-pilpres 2019, di tengah panasnya isu KPK yang dirasa perlu memiliki Dewan Pengawas, nama Ahok disebut-sebut sebagai salah satu yang layak untuk itu. Namun sebelum DP terbentuk, Ahok sudah santer disebut-sebut bakal menjadi salah satu bos BUMN.
Tepat sekali bila sosok semacam Ahok diberikan kesempatan untuk berkarya, berbakti dan mengabdi bagi negaranya. Rekam jejaknya sebagai abdinegara tidak disangsikan lagi. Soal stigma "penista agama", ini pun harus dipikirkan kembali oleh semua pihak. Benarkah atau patutkah dia disebut sebagai penista agama?
Kalau "ya" ukurannya apa? Ingat, dia hanya menyebut nama satu surat dan mengingatkan warga jangan mau dibodohi "pakai" ayat tersebut. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Bahkan banyak tokoh agama yang tidak menyoal pidato Ahok tersebut. Namun gara-gara ulah si Buni Yani, kaum intoleran pun terpicu untuk melakukan aksi demo, dan giat mengampanyekan istilah "penista agama".