Penulis sebagai penikmat musik, pastilah pula "menguasai" cukup banyak lagu, khususnya lagu-lagu dari daerah sendiri: Batak. Hanya saja, lagu-lagu yang penulis maksud ini kebanyakan lagu lama, seperti yang top pada tahun 70-an dan seterusnya. Sebagai lagu lama, yang ditulis para penggubahnya saat orang belum mengenal komputer, handphone, apalagi jaringan internet dan semacamnya itu, maka tentu saja lirik-lirik lagunya pun masih "tradisional" banget.Â
Dalam lagu Batak zaman doeloe, kata "surat" termasuk yang sering masuk dalam lirik lagu: surat cinta, atau surat orang tua kepada anaknya atau sebaliknya surat anak kepada orang tuanya.Â
Lagu sebagai salah satu jenis karya cipta, tentu tidak dapat dilepaskan dari konteks zaman, budaya, tradisi yang sedang berlaku pada masa tersebut. Di era tahun 1970-an atau bahkan jauh sebelumnya, di daerah Batak, Sumatera Utara sudah banyak masyarakat yang melek huruf. Bahkan dapat dikatakan anak-anak di era itu sudah "semua" bersekolah, minimal hingga tingkat SD-SMP. Yang berarti pula, sudah lancar menulis dan membaca. Sebaliknya orang tua yang saat itu berusia 50 ke atas, masih banyak yang buta huruf, terutama di pelosok-pelosok.
Pada masa itu, alat komunikasi yang penting adalah surat. Pemilik telepon di rumah-rumah masih langka, hanya orang kaya raya yang memiliki telepon di rumahnya pada masa itu. Maka anak yang merantau ke kota yang jauh, berkomunikasi dengan orang tua atau sanak keluarga lewat surat.
Surat ditulis di kertas, dimasukkan ke amplop, dibubuhi perangko secukupnya, lalu dikirim lewat kantor pos. Maka kantor pos sangat vital pada masa itu, sekalipun sering diprotes bila surat dianggap lama tiba di alamat. Bahkan ada surat yang tidak pernah diterima oleh si alamat. Ini di masa lalu.
Jadi di zaman itu aktivitas surat-menyurat di kalangan masyarakat kita sangat tinggi. Orang tua yang rutin mengirim surat ke anaknya di perantauan. Atau sebaliknya anak-anak yang mengirim surat ke orang tuanya untuk meminta dikirim uang biaya bulanan, dan sebagainya itu. Dan yang tak boleh dilupakan adalah komunikasi surat antara seorang pemuda ke gadis. Surat cinta namanya. Kertasnya pun khas, ada gambar melati di sudut atas. So sweet.
Sehubungan dengan itu, aktivitas surat-menyurat ini pun banyak muncul dalam lirik-lirik lagu Batak. Beberapa contoh misalnya tentang seorang pemuda yang kasmaran menulis surat pada gadis pujaannya:  Hu tongos surathu tu ho, di si hu tonahon do ho... Ini salah satu lawas yang dulu populer.Â
Ada lagi lagu yang dulu dibawakan Eddy Silitonga: surat na hea hu tongos tu ho ale ito... Di tahun 80-an penggemar lagu-lagu Batak pasti hapal lagu yang mengandung lirik-lirik: surat narara, surat parsirangan, dan masih banyak lagi yang dibawakan grup-grup penyanyi Batak yang top saat itu.Â
Sedangkan orang tua di kampung berpesan pada anaknya lewat lirik lagu... tongos surat paboa baritam, lao pa poshon rohangki, amang. Dan yang berikut ini contoh lirik lagu berirama sendu dari seorang ibu di kampung yang selama sepuluh tahun menantikan kabar/berita dari anaknya di rantau: Naung sampulu taon da amang, dung borhat ho amang tu parjalangan i, suratmu pe so ro, paboa baritam.
Singkatnya, surat sering menjadi tema atau sesuatu topik yang disertakan dalam lirik sebuah lagu Batak tempo doeloe. Selain karena surat itu suatu kebutuhan vital bagi masyarakat pada masa itu, lirik "surat" juga terdengar romantis dan puitis jika tersurat dalam sebuah lirik lagu. Dan tentu bukan hanya dalam lagu batak, lagu daerah mana pun, apalagi dalam lirik lagu berbahasa Indonesia, dan lagu-lagu asing, "surat" itu sering muncul.Â
Tapi "surat" ini sepertinya akan menghilang dalam waktu dekat ini dari lirik-lirik lagu Batak--dan juga lagu dalam bahasa lain tentu saja. Penyebabnya jelas: kemajuan IT yang menggila dan sekaligus menggilas penggunaan surat dalam kehidupan manusia. Komunikasi lewat surat antara orang tua di kampung dan anak di rantau tidak ada lagi.