Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pindah Ibu Kota Butuh Aksi, Bukan Debat Kusir

22 Agustus 2019   13:38 Diperbarui: 26 Agustus 2019   04:31 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Monas perlu dipagari atau tidak? Ini dulu sempat menjadi polemik yang tiada ujung, walaupun pada akhirnya kawasan ini dipagari juga.

Yang pro mengatakan, ndak masalah, memang sebaiknya dipagari demi keamanan dan sebagainya. Sementara yang kontra akan membawa-bawa nama rakyat: Dananya berapa miliar? Wah daripada dibuat untuk memagari Monas, mending duit sebesar itu digunakan membangun sekolah, atau membeli obat-obatan untuk warga miskin, dst.

Ide memagari Monas saja sudah menciptakan heboh, dan membuat banyak orang tiba-tiba merasa pandai dan sok peduli pada sesama. Apalagi soal Ibu Kota pindah? Tentu akan semakin membuat dungu pihak-pihak yang selama ini anti-pemerintah.

Ide ini (pindah ibu kota negara) sudah tercetus di era Bung Karno. Bukan tanpa alasan, melihat letak geografis DKI Jakarta yang sebagian di bawah permukaan air laut, jadi kerap banjir. Belum lagi rawan gempa. Dan yang tidak akan dapat dicegah adalah tingkat kemacetan lalu-lintas dan polusi yang cenderung bertambah parah.

Maka demi kenyamanan semua, Ibu Kota memang harus pindah. Rencana lama, bahkan sudah dikaji presiden-presiden sebelumnya. Namun hanya Presiden Jokowi yang serius dan berani mengeksekusinya.

Polemik tentang  Ibu Kota baru ini semakin hangat setelah Presiden Jokowi, dalam sidang paripurna menjelang HUT RI ke-74, meminta ijin kepada DPR akan memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan. Suara-suara kontra pun bermunculan, seperti menyoal dana pembangunan, kajian yang belum jelas, dan tidak memuaskan banyak pihak. 

Empat anggota terpilih DPD DKI pun kompak menyatakan ketidaksetujuannya jika Ibu Kota pindah. Fahira Idris, salah seorang senator itu dengan percaya diri mengungkapkan bahwa dirinya sudah bertanya kepada seluruh warga DKI dan mayoritas warga tidak setuju.

Lalu di medsos, ada yang mengaku warga DKI menulis status (curhat): "Kami sekeluarga tidak mau pindah ke Kalimantan, sebab sejak tujuh turunan kami sudah di Jakarta". Hahahahahahaha, memangnya yang mau pindah itu siapa? Hihihihihihihihi... Beginilah jadinya kalau rakyat tetap dipelihara kebodohannya, supaya dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu, seperti di pilkada dan pilpres.

Bahkan alasan para senator menolak pemindahan Ibu Kota, tidak jelas dasar hukumnya. Tapi sudah menjadi sifat kebanyakan bangsa ini yang selalu bertindak dan berbicara di luar wewenangnya. Ini pula yang diangkat oleh ILC beberapa waktu lalu, dengan menampilkan sosok-sosok dungu untuk mengomentari rencana besar ini.

Ibu Kota pindah, dari Jakarta ke Kalimantan, memang bukan pekerjaan mudah. Dan hanya pemimpin yang berani, cerdas, tegas, dan punya rasa tanggung jawab besarlah yang mampu membuatnya menjadi kenyaataan. Dan yang pasti, tidak akan semua orang dijamin akan merasa puas atau setuju.

Bahkan ada yang dari sononya sudah disetting untuk anti-pemerintah, maka apapun yang dilakukan pemerintah, oknum-oknum ini tidak akan pernah mau menyatakan setuju, apalagi memuji. Padahal di hati kecilnya sebenarnya setuju, tetapi karena "kondisinya" harus menjadi anti, maka dia mengingkari hati nuraninya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun