Mohon tunggu...
Hans Pt
Hans Pt Mohon Tunggu... Seniman - Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Biasa-biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pelaku "Chat" Tidak Dihukum?

12 Juli 2019   14:16 Diperbarui: 12 Juli 2019   14:33 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu ada hikmah di balik musibah, blessing in disguise. UU ITE santer dibicarakan akan direvisi setelah musibah yang dialami Nuril Baiq, seorang ibu guru berstatus honorer di sebuah SMA negeri, di Mataram, NTB. Ibu Guru tersebut menjadi berita karena divonis hukuman 6 bulan penjara plus denda sebesar Rp 500 juta, karena menabrak UU ITE. Wanita ini didakwa menyebarkan status chat pembicaraan dirinya dengan oknum kepseknya bernama Mus. Chat tersebut berisi pembicaraan lewat telepon antara Nuril Baiq dan Mus. Disebut-sebut bahwa Mus menggunakan kata-kata yang tidak senonoh. Nuril yang tidak terima harga dirinya dilecehkan, lalu merekam dan menyebarkannya ke medsos.

Lalu, Mus yang merasa dirinya dipermalukan, menggugat dan melaporkan anak buahnya tersebut ke pengadilan. Nuril dituding sebagai penyebar chat yang membuat nama baik Mus ternoda. Kasus ini masuk dalam ranah UU ITE, tentang pencemaran nama baik. Pengadilan Negeri Mataram membebaskan Nuril dari segala dakwaan, karena tidak terbukti sebagai penyebar chat tersebut. Tetapi jaksa yang mengajukan kasasi memenangkan gugatan ini. Nuril divonis 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta. Sebelum MA mengetukkan palu pengesahan, kecaman datang dari segala penjuru, membela Nuril untuk dibebaskan dari segala tuntutan.

Derasnya kecaman terhadap MA dan sistem peradilan yang tidak berhati nurani ini menjadikan berita ini menyebar ke mana-mana, dan bahkan membuat beberapa politisi angkat bicara. Menggelikan juga, kasus yang sebenarnya "kecil" dan mestinya dapat diselesaikan berdasarkan keadilan yang mengedepankan hati nurani, menggelinding bagaikan bola liar yang membentur tembok DPR dan Istana. Pada umumnya semua pihak ingin kasus ini segera selesai dengan bebasnya Nuril. Langkah-langkah hukum akan diupayakan untuk membebaskan Nuril, termasuk pemberian amnesti dari Kepala Negara.

Kita yakin dan percaya, amnesti akan diberikan kepada Nuril. Dia akan segera bebas dari segala sengketa dan pulang kembali ke rumah di Mataram. Tapi bagaimana dengan Mus? Apakah tidak ada langkah-langkah hukum terhadap dia? Apakah kasus ini hanya menyasar Nuril saja? Padahal kalau kita ikuti alur ceritanya, dalam hal ini oknum pria-lah yang membuat kasus ini ada, karena melontarkan kata-kata yang tidak senonoh terhadap seorang wanita. Kebetulan pula wanita yang mungkin hendak dijadikan obyek itu merasa memiliki harga diri sehingga melakukan suatu upaya untuk menghentikan ulah oknum kepsek yang menyimpang tersebut.

Bila merujuk pada UU ITE, Nuril memang layak terjerat, apabila memang dia yang menyebarkan pertama sekali ke media sosial. Tapi sebaliknya apakah tidak ada tindakan hukum terhadap oknum yang terbukti (dari rekaman chat) melakukan tindakan amoral? Atau bisa saja Nuril melaporkan balik dengan tuduhan melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan atau meresahkan? Kalau kasus ini berhenti hanya setelah Nuril mendapatkan amnesti, yang namanya hukum dan keadilan itu jadi terasa sangat hambar. Pihak yang mestinya lebih layak dihukum karena melakukan tindakan asusila, misalnya, justru bebas melenggang, dan melaporkan korban.

Kita pasti ingat kasus musisi Ariel yang video hotnya bersama beberapa artis cantik beredar di Youtube beberapa tahun lalu, mungkin sekitar 2010. Atas desakan FPI, kasus amoral ini pun dibawa ke pengadilan. Ariel dihukum penjara beberapa tahun atas ulahnya itu. Tapi peristiwa adegan porno ini kan diketahui khalayak umum karena diunggah ke media sosial. Tentang siapa pengunggah video itu, masyarakat umum tidak tahu banyak. Namun mestinya dialah yang harus dijebloskan ke bui karena dengan sengaja menyebarkan konten yang merugikan pihak lain, dalam hal ini Ariel. Mungkin pada saat itu belum terbit UU ITE sehingga si penyebar konten "pornografi" itu bebas-bebas saja.

Nah kejadian yang menimpa Ariel itu bisa saja diterapkan dalam kasus Nuril Baiq ini, di mana pihak yang melakukan aksi tidak senonoh dihukum sebagai pelaku asusila. Maka naif sekali kita sebagai negara hukum yang katanya menjunjung tinggi moralitas dan kesusilaan justru membiarkan oknum yang melakukan perbuatan tidak bermoral. Dan sebaliknya atas dasar UU ITE, justru penyebar chat, yang sesungguhnya adalah korban pelecehan itu, dihukum penjara.

Jika UU ITE jadi direvisi oleh Fadli Zon dan kawan-kawan, alangkah bagusnya bila poin-poin seperti ini bisa menjadi masukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun