Entah apa yang merasuki pikiran para pengurus sepakbola negara-negara Eropa sehingga menggulirkan lagi sebuah kompetisi baru yang diberi nama: UEFA Nations League, liga antarnegara-negara Eropa. Liga itu dihadirkan mulai tahun 2018 ini. Formatnya seperti Liga Champions Eropa, tapi pesertanya timnas negara-negara anggota. Jika Liga Champions Eropa diikuti klub-klub sepakbola, maka UNL ini kompetisi antarnegara. Gara-gara kompetisi ini sedang berlangsung, liga-liga Eropa pun jeda sejenak.Â
Liga terbaru ini bisa saja menjemukan bagi para pemain klub Eropa. Pemain yang tampil di klub dan sekaligus liga eropa ini akan semakin terkuras tenaga dan semangatnya saat bertanding untuk klubnya. Tapi bagi pemain non-Eropa mungkin menyenangkan sebab bisa beristirahat, pulang kampung atau berlibur dulu bersama keluarga atau kekasih. Tapi siap-siap saja pemain non-Eropa yang berasal dari Amerika Latin atau Afrika, kalau UEFA Nations League ini dinilai sukses, kompetisi yang sama bisa saja dibuka di daratan Amerika, dan Afrika. Uang, faktor itulah tentu yang membuat petinggi sepakbola negara-negara Eropa menggulirkan liga baru ini, melihat animo masyarakat pencinta sepakbola semakin besar, dibuktikan dari stadion-stadion yang selalu dipenuhi penonton.
Bahwa kompetisi kurang mendapat tempat di hati banyak pihak bisa diduga dari sikap penolakan Cristiano Ronaldo untuk tampil membela Portugal melawan Italia di Milan tengah pekan ini. Ronaldo lebih ingin membahagiakan keluarganya, dengan mengajak sang kekasih, Georgina Rodriguez, bersantap mewah di London. Keseringan membela timnas, apalagi dalam kompetisi baru dan enggak jelas juntrungannya ini bisa menghadirkan rasa bosan bagi pemain-pemain top semacam Ronaldo ini. Apalagi Ronaldo baru saja "capek" membela timnas Portugal pada Piala Dunia di Rusia, dengan hasil yang kurang menggembirakan. Cristiano Ronaldo pasti lebih suka membuktikan kemampuan dirinya bersama klub barunya, Juventus, ketimbang memperkuat negara di even yang masih ecek-ecek ini.
Mungkin para penggemar sepakbola di seluruh dunia pun banyak yang kurang sreg dengan kompetisi ini. Tidak sedikit orang yang mengaku tidak merasa tertarik menonton siaran langsungnya di televisi, atau membaca berita dan ulasan pertandingannya di media-media. Apalagi pertandingannya tengah malam atau dini hari WIB, mendingan tidur dan beristirahat. Jelas beda dengan jadwal Europa Cup (Piala Eropa) atau Liga Champions, penyisihan Piala Dunia, banyak penggemar sepakbola rela bergadang semalaman atau bangun dini hari untuk menyaksikan siaran live-nya di televisi, terutama bila tim kesayangannya berlaga.
Makin banyaknya jumlah pertandingan, pasti berpengaruh pada mental dan semangat para pemain, terutama yang berstatus bintang dan tumpuan klub. Gara-gara capek berlaga untuk timnas, stamina menjadi melorot sehingga tidak bisa tampil fit untuk klub yang digelar dua atau tiga hari setelahnya. Terlebih bila usia sang pemain sudah mulai menua, akan malas dan cepat lelah, bahkan rentan cedera. Padahal para pemain sudah sering mengeluhkan padatnya jadwal pertandingan yang harus diikuti dalam sepekan. Sebuah klub elite bisa saja tampil sebanyak 3 kali dalam sepekan untuk partai yang berbeda-beda. Lebih rumit lagi bila pertandingan berikut dilangsungkan di negara lain, atau kandang lawan yang jauh dan harus naik pesawat terbang. Kelelahan yang dialami banyak pemain menjadi penyebab semakin melempemnya penampilan mereka di lapangan hijau.
Kasihan juga para pemain, tenaga mereka dikuras habis-habisan oleh pengurus sepakbola negeri masing-masing. Padahal mungkin jumlah "uang capek" yang mereka terima usai membela timnas, tidak ada apa-apanya dibandingkan besaran gaji per pekan di klub. CR7 atau Ronaldo saja menerima upah senilai Rp 9,5 miliar dari Juventus. Wajar saja dia enggan membela timnas, takut cedera atau kecapekan. Kalau di Juventus dia tampil melempem bisa-bisa disoraki dan diejek penonton. Kalau ini terjadi betapa memalukannya, malu sama gaji yang sangat besar itu.
Saat ini ada banyak kompetisi di  sepakbola Eropa. Selain di dalam negeri ada yang tingkat Eropa. Sebuah klub besar sudah lazim mengikuti beberapa kompetisi, sehingga ada yang harus tampil 2-3 kali dalam sepekan apabila jadwal kompetisi berdekatan. Sekarang ditambah lagi liga negara-negara Eropa. Bukan tidak mungkin kepadatan jadwal ini menjadi bumerang bagi kelangsungan sepakbola itu sendiri. Pemain kelelahan, masyarakat pun jenuh menonton terus-menerus. Kalau  hal ini tidak segera diantisipasi, bisa-bisa daya tarik sepakbola akan semakin memudar, digantikan oleh permainan simulasi di gadget. Sekarang ini saja sudah banyak penggemar sepakbola lebih memilih bermain PS sepakola online ketimbang menonton siaran langsung di televisi. Padahal dalam waktu yang bersamaan
Maka sebaiknya UEFA Nations League itu sifatnya membina bibit-bibit muda saja, menampilkan para pemain muda (junior) saja, yang tidak sibuk bermain di klub.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H