Agama adalah anugerah Tuhan Yang Mahakuasa bagi umat manusia, sebagai petunjuk atau pedoman bagaimana menjalani kehidupan di dunia yang hanya sementara ini. Semua agama mengajarkan kebaikan, dan menganjurkan setiap manusia supaya hidup saling mengasihi. Betul sekali, dengan saling mengasihi dan bertenggang rasa dengan sesama, maka kehidupan di muka bumi ini akan aman dan tenteram. Tidak ada perang, tidak ada kekerasan, tidak ada pertikaian politik--seperti yang sangat memanas saat ini di negeri kita--apabila ajaran agama itu benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna dan mulia. Diberikan akal, kecerdasan dan kebebasan. Dengan segala kelebihannya itu, manusia bisa menjangkau dan meraih apa pun yang diinginkan. Menjelajahi ruang angkasa untuk mencari pemukiman baru untuk melestarikan ras manusia, atau mengembangkan senjata nuklir untuk memusnahkan kehidupan manusia dalam sekejap pun, manusia mampu.
Begitulah manusia, yang bisa dan bebas melakukan apa pun, termasuk melakukan hal-hal yang tercela dan merugikan makhluk yang lain. Maka agama diturunkan Tuhan sebagai rambu-rambu bagi setiap orang supaya hidup dengan damai, tertib, dan menjunjung tinggi harkat kemanusiaan orang lain, bahkan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap makhluk lain dan alam sekitar.
Bagi banyak orang, agama itu sama dengan hidupnya. Maka ada orang yang rela mati demi agamanya. Tapi Gus Dur, seorang pemuka agama yang iman, ilmu dan wawasan agamanya sangat luas dan dalam, bahkan sosoknya mendunia dan sangat dihormati, berpendapat bahwa agama itu tidak perlu dibela. Membela agama itu sama dengan membela Tuhan, padahal Tuhan tidak perlu dibela, sebab Tuhan itu mahakuasa dan mahaperkasa, maka mudah sekali bagi DIA melumatkan orang yang menghina-Nya--kalau Tuhan memang berkehendak demikian.
Tetapi Tuhan--sebagaimana kita setiap waktu mengakuinya--adalah mahapengasih dan mahapenyayang pun mahapemaaf, mahabijaksana dan kasih setianya tiada berkesudahan hingga akhir masa. Maka dengan sifat-sifat seperti ini, tidaklah Dia akan menghukum umat-Nya dengan begitu pedih. Apalagi, toh masa penghukuman sudah tersedia, nanti di akhir masa. Di kitab-kitab suci sangat gamblang diberitahu bahwa di akhir zaman nanti, Tuhan akan tampil menjadi hakim yang adil bagi siapa pun.Â
Semua orang akan dihakimi berdasarkan perbuatannya selama hidup di dunia. Maka sebelum itu terjadi, bertobatlah mulai hari ini, jangan malah menjadi hakim bagi sesama manusia, dan dengan mudah menuduh orang yang tidak sepaham itu kafir dan semacamnya. Atau dengan gampang menuduh orang itu sebagai "menista agama" dengan maksud supaya dia didemo massa, dengan tujuan menekan pengadilan, mendikte hukum! Â
Hanya Tuhan yang tahu siapa di antara umatnya yang kelak layak masuk sorga atau masuk neraka, siapa kafir atau bukan. Tapi orang-orang yang kurang memahami esensi agama, biasanya sangat mudah diseret-seret untuk meramaikan segala sesuatu untuk kepentingan orang per orang atau kelompok. Itulah sebabnya kenapa politik seringkali memanas. Karena agama pun dibawa-bawa ke sana.Â
Ibaratnya agama ditarik paksa dari posisinya oleh oknum-oknum yang tidak memiliki hati nurani. Mungkin oknum ini tahu dan sadar bahwa ulahnya itu jelas salah dan keliru sebab menempatkan agama pada posisi yang salah. Namun ambisi duniawi lebih menggoda hasratnya sehingga memanfaatkan isu agama. Agama dijadikan alat mendiskriminasi, membenturkan sesama manusia. Pelaku, sungguh tidak punya naluri sebagai manusia.
Sama dengan para koruptor pasti paham bahwa mencuri uang negara yang besarnya jutaan sampai miliaran rupiah yang sama sekali bukan haknya itu menyalahi ajaran agama, tapi tetap dilakukan juga. Begitu pula di ranah politik, tahu kalau agama itu sesuatu yang sakral dan mulia, namun diobral juga demi ambisi politik.
Agama pun dipajang dalam kampanye-kampanye politik. Padalah politik itu cenderung kotor, sebab pelakunya tidak sungkan-sungkan menggunakan segala cara demi meraih ambisi politik. Lihat saja bagaimana hiruk-pikuk politik Tanah Air saat ini, menjelang pemilu/pilpres tahun depan. Panas dan membara. Aroma agama sangat menyengat di sana. Agama yang sejatinya merupakan petunjuk bagaimana menjalani hidup dengan damai dan saling menghormati, diobral begitu murahnya untuk mencari dukungan. Ajaran agama dipelintir di sana-sini dengan sesuka hati untuk menyerang dan mendiskreditkan pihak lain yang tidak sehaluan dengannya di ajang politik ini.
Dalam beberapa persitiwa di Tanah Air belum lama ini, sangat jelas terlihat bagaimana oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab itu mengolah ajaran agama dengan seenaknya, sesuai kepentingan dan kebutuhan mereka.  Di beberapa ajang pilkada yang lalu, agama terang-terangan dimainkan untuk memojokkan calon atau kandidat yang tidak seagama. Bahkan terhadap penganut agama yang sama  pun, bila sudah berseberangan, tetap dicari celah supaya lawan politiknya itu dijauhi masyarakat. Fitnah yang menyerempet agama pun dilancarkan.