[caption id="" align="aligncenter" width="336" caption="Not Again"][/caption]
NOT AGAIN ! – begitu bunyi headline dari koran lokal di kota tempat penulis menetap. Sedih dan takjub penulis rasakan karena bukan tanpa alasan. Sedih, karena untuk kesekian kalinya, pesawat hilang mendadak dan sulit terlacak. Sesuai kondisi umum, semakin hari berlalu, maka harapan semakin tipis dan Rescue mission akan segera menjadi Recovery mission.
Takjub karena magnitude dari kasus lenyap-nya Air Asia dengan nomor penerbangan QZ8501 luar biasa sekali. Hampir semua stasiun TV berita dunia membuatnya menjadi komoditi berita utama. Tidak ketinggalan TV di kota penulis. Semua menghadirkan “pengamat” yang dari sekedar asbun sampai pengamat aviasi yang mumpuni. Banyak “Teori” dilemparkan para pengamat tanpa lupa ditambahi bumbu-bumbu dramatisasi. Bahkan sampai dikait-kaitkan dengan masa lalu dunia penerbangan Indonesia yang kelam.
Masih belum lupa dari ingatan kita kejadian yang menimpa pesawat Adam Air nomor penerbangan 517 pada tahun 2007 yang berakibat semua maskapai penerbangan di Indonesia terkena getahnya dengan dilarang terbang ke wilayah Europe. Yang menarik dari dua peristiwa ini memiliki unsur kebetulan yang sama. Kedua pesawat ini juga berangkat dari Bandara Juanda Surabaya, dan kedua pesawat ini juga hilang pada saat liburan akhir tahun. Kalau Adam Air kejadian pada tanggal 1 January 2007, maka Air Asia terjadi pada tanggal 27 Desember 2014. Namun kesamaan ini hanya di titik ini saja sisanya tentu sangat kontras perbedaan-nya. Tidak tertutup kemungkinan hebohnya peristiwa ini dikarenakan masih ada link dengan “Malaysia” walau secara teknis ini adalah pesawat komersial asal Indonesia. Sebagaimana kita tahu bahwa Malaysia Airlines menyita perhatian dunia hampir setengah tahun lamanya dengan insiden MH 370 dan MH 17.
Perbedaan menyolok juga dapat dilihat dibandingkan dengan kasus Adam Air, adalah pelayanan terhadap keluarga korban lebih professional dan empati baik dari pihak maskapai maupun pemerintah pusat dan daerah. Mungkin ini merupakan suatu babak baru dimana pemerintah menerapkan system baru dari penanggulangan bencana dimana semua pihak diharuskan bergerak cepat dan terstruktur. Hal ini terbantu juga dengan uluran tangan dari Negara tetangga. Berbeda terbalik dengan kasus Adam Air, dimana keluarga korban tidak diperlakukan secara layak dan berita yang diterima sangat simpang siur. Bahkan sampai-sampai pihak maskapai “dipaksa” untuk mengocek kantongnya sendiri demi menemukan black box yang pada akhirnya diketemukan setelah 8 bulan kemudian. Penulis bukan memihak ke Adam Air, tapi apakah wajar maskapai harus diperas untuk mengeluarkan biaya sendiri? Bukankah mereka juga adalah korban dari tragedy ini? Dimanakah tanggung jawab pemerintah saat dibutuhkan? Jujur juga Adam Air bukanlah maskapai malaikat karena kebobrokan maskapai ini yang akhirnya surat ijin operasi penerbangannya dicabut dan berimbas ke maskapai lain dimata internasional. Bahkan, tragedy ini menjadi salah satu episode film documenter Mayday : Air Crash Investigation episode Flight 574 - The Plane That Vanished.
Disaat air mata keluarga korban pesawat yang hilang belum kering dan pesawatnya sendiri belum ditemukan, sungguh ajaib beberapa anggota dewan tanpa merasa malu dan seolah-olah butuh didengar suaranya, tanpa sungkan mencaplok kesempatan untuk menyalahkan Menteri Perhubungan dan menyerang pemerintah. Bahkan ada anggota dewan dengan sombongnya memberi ultimatum ke pemerintah untuk menemukan pesawat ini dalam tempo waktu 7 hari !! Luar biasa sekali. Memang enteng sekali bagi sebagian mahkluk terhormat ini mengeluarkan suara tanpa perlu turun dari kursi emasnya melihat kondisi lapangan. Mereka dengan gampang menepis kenyataan yang dipaparkan didepan matanya dari kegigihan TNI, Basarnas dan bahkan bantuan tetangga yang bahu membahu menyisir lapangan. Yang penting bagi makhluk ini adalah “berbunyi” dan menyerang. Mungkin dengan demikian mereka makhluk terhormat ini akan dilihat “bekerja”. Sungguh menyedihkan sebenarnya dan tidak mengherankan kalau masyarakat umum apatis terhadap makhluk-makhluk terhormat ini. Wahai mahkhluk terhormat “If you cannot help out by involved directly in rescue mission, please shut up !! We don’t need any attention whore on this unfortunate event !”
Marilah kita berdoa, semoga upaya pencarian ini berhasil dengan sukses dengan semakin banyak-nya pihak yang mengulurkan tangan dalam peristiwa ini. Dan kepada keluarga korban, diberikan kekuatan untuk menghadapi musibah yang berat ini.
Sebagai penutup, penulis mengucapkan selamat tahun baru 2015 bagi semua keluarga besar kompasiana dan semoga bangsa ini dan keluarga besar kompasiana mendapatkan sukses yang lebih baik dibanding tahun 2014 yang sebentar lagi akan kita tinggalkan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H