Mohon tunggu...
Hans Liem
Hans Liem Mohon Tunggu... -

"My friends, love is better than anger. Hope is better than fear. Optimism is better than despair. So let us be loving, hopeful and optimistic. And we’ll change the world" * Jack Layton (1950 - 2011) *

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Sang Malaikat Berkehendak Menjadi Tuhan…

19 Januari 2015   07:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur. Mereka itu adalah polisi Hoegeng, polisi tidur dan patung polisi !” - Alm.Gus Dur.

Seminggu terakhir ini hiruk pikuk politik terjadi kembali. Gara-garanya adalah keputusan presiden Jokowi yang menetapkan calon tunggal Budi Gunawan menjadi Kapolri dijawab oleh KPK dengan menetapkan calon tunggal ini menjadi tersangka rekening gendut.

Sebagai orang awam kita tidak akan banyak tahu secara persis darimana dan bagaimana dan oleh siapa penunjukkan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri termasuk politik tarik menarik didalamanya. Secara gamblang yang bisa dibaca adalah bahwa calon Kapolri ini pernah menjadi ajudan-nya Megawati mantan presiden ke-empat RI. Jadi kesan yang kental adalah bahwa calon ini adalah titipan dari PDIP selaku partai-nya pemerintah yang berkuasa saat ini.

Pengajuan calon Kapolri ini tanpa melalui KPK dan PPATK yang seyogyanya memang tidak diwajibkan UU namun hanya berdasarkan “tradisi” seakan-akan memantik harga diri sekelompok tertentu untuk bertindak lebih jauh. Sekonyong-konyong tanpa terlebih dahulu diumumkan kepada presiden, pihak KPK menetapkan calon Kapolri sebagai tersangka. Masyarakat umum pun terhenyak !

Kemudian aneh tapi nyata, walau dengan suara teriakkan yang keras dari PPATK disertai dengan status tersangka calon Kapolri oleh KPK, malah membuat DPR dengan kecepatan tinggi yang luar biasa dan tidak pernah terjadi sebelumnya memutuskan dengan cepat meloloskan calon Kapolri dalam proses fit and proper. Luar biasa bukan ? Oknum-oknum biasanya berteriak lantang melawan kebijakan pemerintah dan Jokowi khususnya tiba-tiba terlihat berjuang keras untuk menggol-kan calon ini. Ada apa ini ??

Para pengamat dan media pun beramai-ramai untuk menyuarakan pemikirannya. Dari sekedar yang ber-argumentasi, provokasi bahkan sampai ada yang terlalu jauh membacanya seperti roman konspirasi.

Ada satu hal yang membuat penulis tertarik untuk mengikuti kasus ini yaitu suatu kejanggalan aneh dari pihak KPK sendiri. Ada apa dengan KPK ? Sebagai suatu institusi extra judicial, memang memiliki hak untuk bertindak secara otonomi tanpa harus persetujuan siapa-pun. Namun, dengan iklim pemerintahan baru yang terbentuk, apakah kebuntuan komunikasi antara pemerintah dengan KPK sudah terjadi sehingga KPK merasa harus bertindak dengan keras dan mengorbankan semangat dan trust yang dibangun antara Presiden Jokowi dengan pihak yang berkepentingan di KPK? Apakah sedemikian urgency-nya kah sehingga perlu menampar muka presiden dan meninggalkan “bad taste” diantara mereka? Bukan-kah lembaga extra judicial ini dibentuk untuk membantu presiden dalam menegakkan hukum dan membasmi korupsi dan bukan malah menjadi hukum itu sendiri ?

Banyak pertanyaan yang mungkin KPK sendiri yang bisa menjawabnya. Keberadaan lembaga extra judicial ini sebenarnya sudah menunjukkan kalo bangsa ini sakit. Hukum tidak berjalan karena puncak pimpinan dan bawahan sampai level terendah terkontaminasi. Yang patut disayangkan adalah, kenyataan kalau lembaga sejenis KPK hanya diperpanjang terus keberadaan tanpa ada usaha memperbaiki system hukum dan komponen yg rusak di rejim-rejim sebelumnya.

Berbeda dengan institusi yang menjadi role model KPK ini yaitu ICAC Hong Kong yang dibentuk oleh Gubernur Jendral HK sewaktu masih dibawah colonial Inggris. Keinginan pemerintah Inggris lewat Gubernur Jendralnya kuat untuk membasmi ke akar permasalahan korupsi sehingga dalam tempo beberapa tahun saja, hasilnya terlihat. Coba bandingkan dengan KPK yang berdiri sejak 2002 yang sepanjang perjalanan sejarahnya selalu dipenuhi controversial.

Namun dengan berjalannya waktu, lembaga ini berubah menjadi suatu lembaga yang disinyalir lebih kearah penunjukkan show of force daripada esensi dari law enforcement itu sendiri. Tidak dipungkiri kalau lembaga ini memang berhasil dalam menjaring para koruptor, namun tidak tertutup juga kenyataan bahwa lembaga ini berusaha mengejar dan menjaring popularitas. Jadi tidak heran-lah apabila lembaga ini menjadi sasaran tuduhan yang hanya mengutamakan kasus-kasus yang dapat menguntungkan dari segi popularitas. Memang tidak sulit untuk memilih dari ribuan kasus yang tersedia untuk mendapatkan kasus-kasus yang bisa memberikan keuntungan bagi pihak yang mengontrol lembaga ini demi menggapai keuntungan dari sisi politis. Contoh kasus Komisioner KPK Abraham Samad yang dielu-elukan oleh masyarakat bagaikan pahlawan sehingga akhirnya namanya masuk ke dalam shortlist sebagai kandidat calon wakil presiden pada Pilpres tahun lalu. Suatu prestasi yang luar biasa bukan?

Tapi coba kita mundur selangkah dan melihat secara jernih dan renungkan, apakah memang tindakan KPK belakangan ini sudah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi lembaga ini secara murni? Contoh satu kasus lagi penetapan Surya Dharma Ali disaat hangat-nya kampanye di pilpres tahun lalu dan toh sampai hari ini terkesan digantung tanpa ada kelanjutan. Demikian juga kasus Djoko Susilo, why stopped at him only?

Demikian juga dalam kasus calon Kapolri ini, bukankah beliau ini pernah maju jadi calon sebelumnya? Kenapa reaksinya berbeda saat ini? Kalau katakan-lah ada bukti baru, again, kenapa stopped at him only? Bukankah ada lebih dari 10 yang disinyalir memiliki rekening gendut? Kalau seandainya berdasarkan SOP-nya KPK yang hanya butuh dua bukti konkrit sudah cukup memberikan gelar tersangka, bukankah kasus lain juga gampang menjaring tersangkanya seperti dalam kasus Century, BLBI atau bahkan kepala daerah lain-nya. Terlebih lagi jika kita bandingkan dengan kasus-kasus lain yang bahkan sampai harus berkali-kali dipanggil ke KPK sedang dalam kasus ini kesan tergesa-gesa sangat kental.

Nyata dan kelihatan sekali dalam kasus ini dan beberapa kasus sebelumnya KPK telah bermetamorfosis menjadi lembaga super-power yang mulai menunjukkan taringnya untuk mendikte langkah pemerintah. Dari satu lembaga yang bagai malaikat sekarang berkehendak menjadi tuhan yang menentukan hak hidup dan matinya karakter seseorang.

Toh dalam organisasi Polri itu sendiri dengan iklim dan kondisi yang berlaku saat ini yang tidak jauh berbeda dengan masa orde baru ditambah lagi dengan criteria khusus dan kaku untuk calon Kapolri, apakah ada calon yang benar-benar bebas dari kontaminasi? Teringat oleh penulis anekdot dari almarhum mantan presiden kita yang penulis tulis diatas sebagai kalimat pembuka walau pedas namun inilah kenyataan yang ada.

Semoga semua pihak bisa menahan diri untuk tidak terbenam ke polemic yang lebih mendalam dan tidak perlu. Presiden Jokowi harus lebih sensitive dan arif dalam mengajukan calon dan kalau perlu, pembenahan secara menyeluruh dari criteria yg kaku dalam mencalonkan Kapolri. Bukankah mantan wakilnya si Ahok sudah mempraktekkan strategi ini dengan mendaur ulang semua komponen pucuk pimpinan di DKI sehingga dapat menjaring tokoh-tokoh yang bersih.

Sekarang bola kembali bergulir ke KPK, marilah kita saksikan bersama kelanjutan sepak terjang lembaga ini apakah benar-benar mampu atau tidak sesuai dengan pernyataan dari Komisionernya bahwa kasus ini “gampang”. Kalau memang terbukti KPK offside di kasus ini, sudah sewajarnya pemerintah harus mulai mempertimbangkan keorganisasi-an lembaga ini dan perlu ada badan khusus yang mengawasi sehingga tidak perlu terjadi munculnya overlord-overlord yang berkeinginan bermain seperti Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun