Siapa yang belum mengenal ChatGPT? Salah satu jenis kecerdasan buatan yang paling sering menjadi bahan perbincangan saat ini. Teknologi kecerdasan buatan sendiri sudah cukup umum ditemukan beberapa tahun terakhir. Apalagi, kecerdasan buatan kini sudah semakin menyerupai manusia dan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumit seperti membuat karangan atau menghasilkan gambar. Tidak sedikit orang yang khawatir kecerdasan buatan akan menyebabkan berkurangnya lapangan kerja, menggantikan manusia, atau bahkan menguasai dunia. Sementara, banyak juga yang optimis dengan masa depan manusia yang akan hidup berdampingan dengan kecerdasan buatan.
Tanpa disadari, sudah terdapat banyak pekerjaan yang digantikan oleh kecerdasan buatan. Contohnya petugas layanan pelanggan yang sudah umum digantikan oleh chatbot. Dengan adanya kecerdasan buatan yang dapat bekerja tanpa henti dengan produktivitas yang sudah tidak kalah atau bahkan unggul dibandingkan dengan manusia, pastinya terdapat rasa takut di antara kita. Banyak yang merasa pekerjaannya terancam dan akan digantikan oleh kecerdasan buatan. Sebagai seorang programmer, saya juga merasakan bagaimana kecerdasan buatan bisa bekerja dengan sangat cepat , efektif, dan efisien. Proyek yang awalnya saya perkirakan butuh waktu lebih dari 3 minggu dapat saya selesaikan dalam waktu hanya 1 minggu karena adanya bantuan dari ChatGPT yang sudah sangat menguasai bahasa dan kerangka pemrograman yang digunakan. Saya bisa dengan mudah memintanya untuk menyusun dan memperbaiki kode sesuai permintaan saya. Pengalaman ini menunjukkan betapa hebatnya kecerdasan buatan pada zaman sekarang dan kemampuannya yang sudah bisa dicapai.
Meskipun kecerdasan buatan tampaknya dapat menggantikan manusia dalam berbagai bidang, kecerdasan buatan juga dapat membuka kesempatan dan peluang pekerjaan baru. Menurut laporan “Future of Jobs Report 2020,” oleh the World Economic Forum, 85 juta pekerjaan akan tergantikan sementara 97 juta pekerjaan baru akan tercipta di 26 negara pada tahun 2025. Tentunya hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan permintaan jenis pekerjaan. Dunia akan semakin membutuhkan tenaga kerja ahli di bidang teknologi seperti data scientist, software engineer, dan database developer. Meskipun pada tahun 2023 sendiri terjadi PHK massal di perusahaan-perusahaan teknologi seperti Google, Amazon, Meta, dan Gojek, tenaga ahli teknologi masih sangat dibutuhkan. Menurut Richard Wahlquist, kepala eksekutif di American Staffing Association, pekerjaan di bidang teknologi masih sangat dibutuhkan.
“Meskipun baru-baru ini terdapat banyak berita tentang PHK di perusahaan-perusahaan besar, pekerjaan di bidang teknologi tetap menjadi salah satu pekerjaan yang paling banyak diminati di pasar tenaga kerja”
Indonesia sendiri masih dianggap kekurangan tenaga ahli di bidang teknologi. Berdasarkan data World Bank, Indonesia memerlukan 9 juta talenta digital hingga tahun 2030 nanti. Artinya, diperlukan rata-rata 600.000 talenta digital per tahun dengan salah satu kompetensi yang utama adalah programming atau coding. Menurut laporan terbaru dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia membutuhkan sekitar 600.000 tenaga programmer hingga 2025. Namun, jumlah programmer yang tersedia saat ini hanya sekitar 100.000 orang saja. Oleh sebab itu, sebaiknya pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi semakin diperluas dan ditingkatkan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H