Mohon tunggu...
Hans Panjaitan
Hans Panjaitan Mohon Tunggu... -

Biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jomblo Mencari Cinta (1)

6 Oktober 2014   03:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:15 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BAGIAN I

Jomblo Mencari Cinta

POLTAK Suhardo galau berat.Sebentar lagi dia genap berusia tujuh belas tahun. Tapi belum juga dapat gandengan, alias pacar. Dan ini masalah berat buat dia. Pamor dan wibawanya bisa anjlok di hadapan teman-teman akrabnya yang masing-masing sudah punya gandengan permanen.

Poltak Suhardo kadung termakan hasutan atau propaganda yang tidak jelas juntrungannya. Kata teman-temannya, usia tujuh belas atau sweet seventeen, sangat istimewa sehingga layak diperingati dengan hikmat, bila perlu sambil mengadakan upacara bendera.

Siang itu pada jam istirahat, Poltak dan teman-teman akrabnya nongkrong di samping kantin sekolah, menunggu bel masuk kelas berdentang. Mereka tercatat sebagai siswa kelas dua SMA 1 Kota Dame.

Entah siapa yang mulai, lagi-lagi status kejombloan Poltak diperdebatkan dalam pertemuan itu.

“Usia 17 itu datangnya hanya sekali seumur hidup loh, Poltak. Maka jangan dilewatkan begitu saja. Dirayakan, gitu lohh,” pancing si Horas.

Bila biasanya Poltak paling banyak bicara dan mengolok-olok teman-temannya, kali ini dia banyak diam. Dia memang galau, sebab targetnya untuk memiliki pacar dalam waktu dekat ini belum bisa kesampaian.

“Tetapi, semeriah apa pun acara HUT ke-17 yang kau lakukan, rasanya akan hambar apabila tidak ada cewek di sampingmu,” sambung Boy, tetangga bangku Poltak di kelas.

“Iya nih... busway saja gandengan, kok kau tidak?” timpal Edy sambil mencolek lengan Poltak diiringi derai tawa panjang.

“Truk sampah pun sebentar lagi gandengan pula. Tapi kau kok tetap masih jomblo?” sembur Victor sambil terkekeh-kekeh. Saking semangatnya ngomong, air liurnya ikut muncrat ke segala penjuru. Suara tawa makin ramai. Tapi dalam waktu yang bersamaan kata makian berhamburan dari mulut orang-orang yang kecipratan air liur itu. Semua sibuk menghindari hujan yang tak diharapkan itu.

“Makanya Poltak, kau harus realistis dalam memandang dunia dan alam sekitarmu. Tak usahlah kau berkhayal terlalu muluk dan tinggi-tinggi. Manalah ada cewek secantik Syahrini di kampung kita ini?” ujar Bernard sok menggurui.

PoltakSuhardo cuma tersenyum kecut menerima candaan dan olok-olok keempat teman-teman akrabnya. Dalam beberapa kesempatan, entah bercanda atau serius, dia memang sering menyatakan kekagumannya terhadap artis Syahrini. Dan berharap mendapatkan pacar secantik dia.

Sebetulnya, bukan tidak ada cewek di sekolah yang bersedia menjadi kekasih Poltak Suhardo. Namun selera Poltak terlalu tinggi dalam soal cewek.Ada beberapa cewek di sekolah yang cantiknya menyerupai artis-artis top dari Jakarta. Dan Poltak sudah berusaha dengan berbagai cara dan strategi untuk menaklukkan satu dari mereka. Namun para cewek idamannya itu menolak mentah-mentah setiap upaya pedekate dan rayuannya.

Poltak yang satu ini memang rada tidak tahu diri. Wajahnya tidak tergolong ganteng. Setingkat di atas Tukul, setingkat di bawah Sule. Namun kekocakan dan kekonyolannya, bisa menyamai Tukul dan Sule. Bedanya, Poltak tidak pernah masuk televisi. Maklum saja, dia lahir dan besar di Kota Dame, desa yang dimekarkan menjadi kota beberapa tahun lalu. Prestasi akademiknya di sekolah pun pas-pasan, bahkan cenderung masuk zona degradasi.TetapiPoltak Suhardo adalah anak sulung Pak Monang. Dia seorang juragan barang kelontong terpandang di kota kecil itu. Pemilik toko serba ada di tengah kota. Pak Monang mempekerjakan dua karyawan untuk mengelola tokonya.

Sebagai anak dari seorang pengusaha kecil, Poltak Suhardo tergolong makmur dan sejahtera. Uang jajan melimpah. Maka di sekolah, Poltak menjadi tumpuan harapan bagi beberapa teman.Pada jam-jam istirahat, Poltak selalu dicari. Kalau ketemu, ke mana pun Poltak melangkah, mereka setia mendampingi. Poltak memesan mie ayam di kantin, rekan-rekannya itu pasti kena traktir. Poltak minum es, atau kopi panas, teman-temannya pasti kebagian.

Tapi ada satu hal lain yang patut ditiru dari Poltak Suhardo. Dia tidak merokok. Dan teman-temannya pun selalu dia larang untuk merokok. Di kamarnya, Poltak dengan bangga menempelkan poster hasil rancangannya sendiri, yang bertuliskan: CEWEK CAKEP BOLEH NGELUNJAK TETAPI DILARANG MEROKOK!

Kenapa Poltak Suhardo benci rokok? Ceritanya, sewaktu masih bocah,pantatnya sering kesundut rokok bapaknya waktu menggendongnya. Waktu berstatus bayi, Poltak hanya pakai pampers. Pak Monang baru sadar bila pantat anak kebanggaannya itu beradu dengan ujung rokoknya saat Poltak tiba-tiba menjerit-jerit kesakitan.

Ketika itu kondisi ekonomi keluarga itu masih susah. Pak Monang, ayah Poltak yang tiada pernah berhenti merokok sering duduk menerawang sambil memangku Poltak. Bapak yang satu ini jarang bicara di rumah, maka mulutnya lebih banyak digunakan untuk menyedot-nyedot asap rokok.

Hingga Poltak Suhardo tumbuh menjadi remaja seperti saat ini, beberapa bekas sundutan rokok itu masih terlukis abadi di pantatnya. Cerita bapak dan ibunya soal sundutan rokok itu, membuat Poltak merinding dan bersumpah untuk menjauhi rokok.

Dengan status ekonomi orang tuanya yang terpandang di kota kecil itu, Poltak sebenarnya gampang mendapat pacar. Lagi pula ada banyak siswi di sekolahnya yang secara terang-terangan memberikan sinyal hijau bagi Poltak. Namun dasar Poltak memiliki selera yang cukup tinggi. Untuk pacar, dia mematok kriteria yang cukup tinggi untuk ukuran kota kecil itu.

“Wajah dan body cewekku harus layak dapat nilai 8,0. Kalau masih bernilai 7,5 masih bisalah dipertimbangkan, dinegosiasikan,” sesumbar Poltak suatu hari di depan teman-temannya sambil terkekeh-kekeh. Olok-olokan temannya makin nyaring dan panjang. Asal tahu saja, bagi Poltak, seorang Britney Spears itu paling banter dapat nilai 8. Sementara Syahrini, Agnes Monica 7,5.

Bagusnya lagi,Poltak Suhardo tidak mudah sakit hati atau tersinggung bila diledek ramai-ramai oleh teman-temannya. Maka setiap olok-olok atau candaan teman-temannya paling dia tanggapi dengan tawa terbahak-bahak. Bila ada kesempatan dia akan membalas olok-olokan itu. Dan semua akan tertawa ramai. Dunia remaja yang akrab dan sangat menyenangkan.

Di Kota Dame sebenarnya ada cukup banyakgadis ABG yang nilai wajahnya 7,0 ke atas. Beberapa di antaranya bersekolah di SMA 1. Malang bagi Poltak, para wanita cantik yang ada di kawasan itu rata-rata mendambakan laki-laki yang macho dan ganteng. Yah, namanya saja cewek ABG, yang hanya memandang fisik dari lawan jenis. Sementara Poltak sama sekali tidak memenuhi syarat yang didamba para gadis cantik, kembang-kembang kota kecil itu. Maka tidak jarang Poltak diolok-olok cewek cantik yang coba didekatinya.

Akhirnya Poltak Suhardo pun jadi merana sendiri. Beberapa teman akrab sudah sering menyarankan supaya Poltak menurunkan standar cewek yang diminatinya. Namun Poltak ogah. Padahal ada banyak cewek yang nilainya berkisar antara 6,0 atau 5,5, yang terang-terangan menyatakan siap memasrahkan jiwa dan raga untuk seorang Poltak. Tapi Poltak memandang sepi mereka. Alhasil, Poltak pun tetap menyandang status jomblo.

Tetapi Poltak bukanlah type cowok yang pantang menyerah dan mau pasrah dengan nasib. Sekalipun memang kadang kala rasa minder bergejolak dalam batinnya kala menyaksikan gerombolan wanita cantik mejeng di koridor sekolahnya, namun belum pernah ada berita kalau Poltak meratapi kemalangannya itu secara berkepanjangan. Dia tidak lantas menarik diri dari pergaulan antar-jenis kelamin dan hanya berinteraksi dengan sesama jenisnya saja. Tidak! Dia tetap Poltak Suhardo yang tetap tertarik 100% terhadap lawan jenisnya.

Rosita Naulibasa, adalah salah seorang cewek yang menjadi kembang di SMA 1. Rosita sudah lama diincar Poltak. Apalagi santer berita kalau Rosita masih berstatus jomblo, maka Poltaksemakin rajin untuk mengadu peruntungannya. Siapa tahu Dewi Fortuna menaunginya. Rosita termasuk dalam jajaran “10 cewek tercantik” di SMA 1. Poltak dan Rosita sama-sama duduk di kelas 2, tetapi berbeda ruangan kelas. Sudah berbagai cara ditempuh Poltak untuk menggugah perasaan Rosita, darimulai mengirim surat, SMS, MMS, mengajak dinner, breakfast, lunch, dsb. Namun semua upaya itu kandas tak berperikemanusiaan. Rosita kukuh dengan pendiriannya seputar Poltak: You are not my type. Titik!  BERSAMBUNG...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun