Mohon tunggu...
Hans Panjaitan
Hans Panjaitan Mohon Tunggu... -

Biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jomblo Mencari Cinta (14)

16 Oktober 2014   22:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:44 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

14
Membunuh Kegalauan

POLTAK benar-benar shock. Semalaman, sepulang dari Komplek Perumahan Surga Dunia, kediaman Serly, dia tidak bisa tidur. Selain karena peristiwa menyesakkan di rumah Serly, Poltak juga telanjur kebanyakan minum kopi di warung dekat terminal. Dia mengira dengan menenggak kopi bergelas-gelas, maka segala gundah gulana yang menghimpit jiwanya bisa segera terhalau begitu tiba di rumah. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Dia tidak merasa mengantuk walaupun malam sudah berganti pagi. Sepanjang malam dia hanya duduk melamun di lantai. Membiarkan keramik mengalirkan arus dingin ke pahanya. Dari sebelah tembok terdengar Gomos mendengkur.

Poltak baru tersadar setelah pintu kamarnya digedor-gedor oleh Gomos. Ternyata sudah pukul 10.00 pagi. Artinya, Poltak sempat ketiduran selama beberapa jam. Dia masih ingat pukul 03.00 dia ke kamar mandi untuk buang air kecil. Mungkin sejak pukul 04.00 dia mulai mengantuk dan tertidur pulas. Perasaannya kini menjadi lebih ringan. Pikirannya tidak lagi dipenuhi bayangan wajah Serly.

Hari itu hari Minggu. Tidak kuliah. Jadi tidak ada alasan untuk panik dan tergopoh-gopoh untuk berangkat ke kampus. Paling-paling diajak Gomos berolahraga.

“Tadinya aku kira kau sudah mati. Dari pukul 06.00 aku ketuk-ketuk pintu kamarmu kau tidak terbangun. Akhirnya aku pergi sendiri ke lapangan untuk jogging,” kata Gomos setelah Poltak membuka pintu kamarnya.

Poltak diam saja. Malas menanggapi candaan sepupunya itu. Dia malah kembali menjatuhkan diri di springbed. Wajahnya ditelungkupkan.

“Bagaimana semalam? Kau akhirnya berhasil mengecup bibir si Serly?” selidik Gomos penuh minat.
Hening. Untuk beberapa saat Poltak terdiam. Dia menggaruk-garuk kepala sambil sesekali menjambak-jambak sendiri rambutnya dengan sadis.

“Mengecewakan kali pun bah!” cetusnya.

“Bah, mengecewakan bagaimana pula maksud kau? Rupanya si Serly itu menolak kau cium ya. Kau kurang strategi sih. Nafsu besarmu saja yang kau andalkan,” kejar Gomos sok paham tatacara berpacaran.

“Aku bahkan ditolak mentah-mentah karena dia ternyata sudah punya pacar. Ah, sial kali pun nasibku ini bah!” gerutu Poltak.

“Hahahahahahaahahhahahahaha.... Apa gua bilang?!” kata Gomos dengan nada girang. Cewek jaman sekarang tidak ada yang sudi melirik cowok yang datang apel malam minggu dengan berjalan kaki. Minimal naik sepeda motorlah. Jadi ceritanya lagi patah hati nih yee? Pantas sulit dibangunin tadi pagi. Gua kira lu sudah mati gantung diri”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun