Mohon tunggu...
Hans Panjaitan
Hans Panjaitan Mohon Tunggu... -

Biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dewan Pertimbangan KPK

28 November 2014   21:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:36 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DPR sedang menjadi sorotan, karena lembaga ini sedang sibuk dengan hak interpelasi. Lembaga yang saat ini didominasi oleh kubu Koalisi Merah Putih (KMP) mengecam dan mengkritik habis-habisan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Nah, kita lihat dan tunggu sajalah, apakah pengajuan hak interpelasi itu berhasil digulirkan atau tidak?

Salah satu tugas DPR memang melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Wajar saja memang dan sudah pada tempatnya mereka meminta keterangan dari pemerintah tentang alasan menaikkan harga BBM bersubsidi. Tapi dengan aroma yang masih dipenuhi dendam pilpres, layak diragukan obyektivitas KMP menyangkut interpelasi ini. Maka wajar saja bila khalayak mencibir anggota Dewan yang hendak menggunakan haknya tersebut.

Sejak dilantik dua bulan lalu, praktis DPR belum solid. Banyaknya kepentingan pribadi dan kelompok di sana membuat agenda pembentukan komisi-komisi, pemilihan ketua-ketua menjadi tersendat-sendat. Bahkan sempat ada tandingan-tandingan segala. Jangankan rakyat, Jokowi sendiri pun bingung dan pusing tujuh keliling menyaksikan para politikus Senayan yang gontok-gontokan itu. Maka sangat beralasan apabila Jokowi menyarankan para menterinya untuk tidak memenuhi undangan DPR. Dan seperti diperkirakan, sikap Jokowi memicu agresivitas sejumlah anggota Dewan. Untunglah belakangan, Jokowi—yang menilai situasi sudah kondusif—memberikan ijin kepada menteri-menteri untuk beraudiens dengan DPR.

KPK atau Komisi Pemberantas Korupsi pasti ditakuti banyak orang, terutama pejabat daerah dan juga wakil rakyat. Sejak dibentuk beberapa tahun silam, KPK telah berkali-kali memperlihatkan keseriusannya mengemban amanat rakyat. Terlebih setelah Abraham Samad menjadi komandan KPK, banyak kepala daerah dan anggota legislatif dijebloskan ke tahanan, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah. Sementara kita yakin masih banyak oknum yang sedang bernasib baik, tindak korupsi yang dilakukan belum terendus. Semoga KPK terus berkarya, tidak bosan mengendus dan melakukan penyelidikan sehingga koruptor-koruptor yang masih aman itu segera diciduk.

Maka sangat beralasan apabila KPK sangat ditakuti dan sekaligus dibenci oleh sejumlah orang. Beberapa dari mereka secara terang-terangan mengusulkan KPK dibubarkan saja. Secara logika, yang ketakutan dengan kiprah KPK adalah mereka-mereka yang berpotensi menjadi “sasaran tembak” KPK. Kalau seseorang merasa tidak akan pernah punya urusan dengan KPK, tentu tidak memiliki alasan untuk membenci lembaga anti-rasuah ini, apalagi mendoakan supaya KPK bubar. Belum lama beredar pula wacana di kalangan DPR untuk merevisi UU tentang KPK. Untuk apa? Padahal KPK dengan posisinya saat ini sudah memadai. Lalu kenapa ada pihak-pihak yang ingin merevisi? Banyak orang mafhum, revisi UU tentang KPK itu maksudnya adalah untuk melemahkan, bukan menguatkan!

Salah satu tugas DPR adalah menguji kepatutan dan kelayakan calon anggota KPK (fit and proper test). Dalam waktu dekat, dua calon anggota KPK rencananya akan dihadapkan ke DPR untuk melakukan ujian fit and proper test tersebut. Bila melihat sepak terjang DPR, terlebih kondisinya saat ini, rasanya kurang tepat apabila urusan menguji kelayakan dan kepatutan calon anggota KPK dipercayakan kepada mereka. Lebih lucu lagi apabila yang akan menguji kejujuran calon anggota KPK itu adalah oknum yang punya potensi dipanggil KPK. Seperti kita baca di media-media, para pimpinan puncak DPR yang ada saat ini ada yang berpotensi menghadapi KPK. Bahkan ada yang sudah “langganan” KPK. Ibaratnya, masak “tikus” menguji kepatutan dan kelayakan “kucing”?

Berkaca dari situasi ini, maka perlu dipikirkan badan atau lembaga yang layak menguji kelayakan calon anggota KPK. Penguji KPK mestinya bukan DPR atau lembaga lain yang anggotanya atau pimpinannya berpotensi untuk terjatuh dalam lobang korupsi. Calon anggota KPK sebaiknya diuji oleh sebuah lembaga atau dewan pertimbangan yang anggotanya adalah tokoh-tokoh senior yang sudah teruji integritasnya. Badan ini, misalnya saja, dinamai: Dewan Pertimbangan KPK. Dibentuk oleh presiden, dan bertanggung jawab kepada presiden.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun