Mohon tunggu...
Hans Panjaitan
Hans Panjaitan Mohon Tunggu... -

Biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jomblo Mencari Cinta (21)

18 Oktober 2014   04:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:36 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

21

BLESSINGINDISGUISE

KARENAtidak ditemukan juga titik temu dari perdebatan seru itu, lantaran tiada saksi, akhirnya Pak Johnson memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa untuk kembali ke kamar masing-masing. Sedangkan Pak Johnson dan istrinya akan berdiskusi bagaimana menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan beradab.

Namun suami-istri, pasangan serasi ini bukannya tidak bisa menilai siapa yang benar dan siapa yang salah. Keduanya jelas lebih mempercayai kesaksian Lastri ketimbang argumentasi Poltak yang belepotansekalipun dia kerapmembawa-bawa nama Tuhan.

Maka demi kebaikan bersama, demi keamanan dan kenyamanan Lastri yang tenaganya sangat dibutuhkan di rumah itu, Pak Johnson mengeluarkan maklumat.

Isinya: setelah selesai mandi dan makan, Poltakkeluar dari rumah. Tidak boleh datang sebelum situasi kondusif. Lastri tetap tinggal di rumah itu dan bekerja dengan baik, dan meningkatkan etos kerja. Mulai bulan depan gajinya akan ditambah untuk beli pulsa. Tapi Lastri dilarang menceritakan peristiwa yang sifatnya masih “dugaan” ini ke pihak keluarga, apalagi ke wartawan media cetak dan online.

Lastri adalah keponakan dari Pak Cecep, salah satu teman akrab Pak Johnson di kantor. Lastri yang putus sekolah di kelas 2 SMP di kampungnya gara-gara kedua orang tuanya tidak mampu membiayai, akhirnya bersedia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Pak Johnson. Tanpa ada jaminan dan rekomendasi dari Pak Cecep, tak mungkinlah Pak Johnsonmenerima gadis itubekerja di rumahnya. Namun justru kegadisannya sempat terancam di rumah itu, gara-gara ulah Poltak. Untunglah Bu Tiurlan bisa membujuk Lastri agar tetap tinggal.

Poltak harus keluar dari rumah. Sebelum meninggalkan rumah itu untukwaktu yang tidak diketahui sampai berapa lama, Poltak menemui Paman Johnson di ruang depan. Tante Tiurlan masih tergolek di kamarnya. Ibu si Gomos ini sempat stres karena pembantu rumah tangganya yang rajin dan baik itu sempat ngotot mau pulang kampung saja.

Lastri kembali bekerja di dapur sambil sesekali melemparkan pandang ke ruang tengah. Majikannya sedang duduk sambil angkat kaki di hadapan Poltak yang dudukmerunduk.

“Rasain lu!” katanya dalam hati. “Kau kira aku ini cewek murahan yang tidak punya harga diri? Aku memang cewek kampungan, tetapi tidak gampangan! Huh!”

Di ruang tengah. Setelah berdiam diri sejenak, Paman Poltak buka suara.

“Terus terang, aku malu dengan peristiwa ini. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, kau jangan dulu datang ke rumah ini. Dan sekalian aku juga menyarankan agar secepatnya kau pindah saja dari rumah Pak Haryono Martono. Kau indekos saja di tempat lain,” tegas Paman Johnson.

“Tapi Paman, aku tidak berbuat seperti yang dikatakan Lastri,” Poltak masih mencoba membela diri. “Aku ingin nama baikku direhabilitasi.”

“Ah...sudahlah. Kau ini seperti oknum pejabat atau anggota DPR yang tertangkap KPK saja. Pake membela diri mati-matian meski sudah jelas salah,” sindir Paman Poltak. “Kau tidak usah takut. Peristiwa ini tidak akan kami kasih tahu ke siapa-siapa. Apakah kejadian itu betul atau tidak, tidak usah digembar-gemborkan. Aku berjanji tidak akan bercerita ke Pak Haryono atau pun ke bapak dan ibumu di kampung,” tegas Pak Poltak.

“Baiklah Paman. Tetapi dDemi Tuhan yang mahamengetahui, aku tidak bermaksud memperkosa si Lastri,” kata Poltak berapi-api. “Tetapi serius gak nih aku disuruh pindah dari rumah Pak Haryono?”

“Secepatnya!” kata Pak Poltak untuk meyakinkan Poltak

“Besok!” jawab Poltak pasti.

“Nanti aku akan menelepon Pak Haryono. Sekarang aku akan mencari-cari alasan yang tepat dan terhormat mengapa kauharus pindah dari rumahnya,” lanjut Pak Poltak.

Dalam hati, Pak Poltak khawatir bila keponakannya itu berulah dan berbuat hal yang memalukan terhadap putri Pak Haryono seperti ke Lastri. Tapi, tentu saja Pak Johnsontidak tahu kalau skandal yang hampir sama telah dia perbuat ke Putrie. Hanya saja, Putrie sudah berjanji kepada Poltak untuk memegang erat rahasia itu hingga akhir jaman.

“Baik Paman. Semoga sukses!” kata Poltak sambil menyalami pamannya.

“Sukses...sukses. Jidat lu tuh yang sukses,” balas Paman Johnson menahan dongkol.

Antara malu, senang, konyol, Poltak keluar dari rumah pamannya. Meski perasaan malu lebih tebal menggumpal di dada, namun di sisi lain dia merasa lega dan plong karena bisa melewati saat-saat yang konyol dan menegangkan itu.

Oh, andaikata tadi si Lastri benar-benar kabur, masalah ini bisa berkepanjangan. Keluarga pamannya akan terbawa-bawa pula. Dan yang membuat dia merasa lega adalah niatnya untuk tinggal di tempat kos sudah disetujui. Padahal tadinya dia belum punya alasan dan argumentasi yang jelas untuk minta ijin meninggalkan rumah Pak Haryono. Namun tanpa diduga, justru pamannya yang menyuruh dia keluar dari rumah Putrie secepatnya. Bahkan pamannya berjanji akan membayar uang muka bila sudah menemukan tempat kos yang cocok.

“Oh, inikah gerangan yang dinamakan orang “blessing in disguise” itu ya...,” katanya dalam hati.

Malam sudah mulai turuntatkala Poltak duduk di angkot menuju terminal. Malam ini dia tidak akan pulang ke rumah Pak Haryono Martono. Dia akan menginap di kamar kos salah satu teman sekelasnya, untuk membicarakan perihal rencana kos, dan sekalian minta info tentang tempat kos yang layak huni tapi sesuai ukuran kantongnya. {} BERSAMBUNG...

22

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun