Dari sisi finansial pendapatan klub juga meningkat dengan besarnya hadiah dan match fee yang digelontorkan oleh pihak promotor. Juara I dikasih 3M, juara II 2M, juara III 1M dan juara IV Rp 500 juta. Kemudian untuk match fee sendiri yaitu sebesar Rp 500 juta per klub plus tim tuan rumah disubsidi 350 juta, bahkan tim yang jadi tamu dikasih uang transportasi 100 juta. Klub yang masuk ke semifinal ditambah lagi 350 juta, jadi totalnya lumayan. Lalu ada yang namanya Merit System, semacam pembagian hak siar televisi, seperti turnamen-turnamen besar macam Liga Champions di daratan Eropa sana.
Tidak hanya menggelontor tim dengan hadiah besar, Mahaka Sports and Entertainment selaku promotor turnamen juga menggandeng Price Waterhouse Coopers (PWC), salah satu perusahaan jasa audit internasional, untuk memastikan penyelenggaraannya berlangsung profesional. Ini menjadi bukti bahwa turnamen ini bertujuan menjadikan sepak bola Indonesia ke arah yang lebih baik dan mengembalikan kepercayaan masyarakat sepak bola bahwa penyelenggaraannya benar-benar bernuansa olahraga tanpa ada kepentigan lain.
Namun selayaknya sebuah turnamen, yaitu bersifat sementara, ketika sudah selesai maka tidak ada lagi pertandingan-pertandingan yang dapat disaksikan masyarakat di stadion maupun di layar kaca. Inilah yang menjadi dilema dan pertanyaan di tengah masyarakat kita. Apakah akan ada turnamen lanjutan setelah ini? Demi menjaga gairah sepakbola dan juga menjaga stabilitas ekonomi. Mari kita tunggu langkah-langkah selanjutnya yang dilakukan pemerintah dan para pemangku kekuasaan negri ini dalam rangka pembenahan sepakbola indonesia.