[caption id="attachment_353569" align="alignnone" width="677" caption="Jokowi, Ahok - Pinterest.com"][/caption]
Sejak awal membaca kiprah Ahok di Belitung, saya terus mengikuti jejak Ahok sampai di DPR dan DKI2. Â 'Congor' Ahok yang diuraikan secara menarik di artikel Congor, Akal, dan Iman Ahok memang "good and evil" bagi Ahok. Congornya itu yang membuat saya tidak mendukung Ahok ketika dia maju DKI1 secara independen. Â Tapi saya dukung dia 100% ketika mau "merendahkan diri" dan menjadi DKI2. Â Revolusi mental.
Dukungan saya ke Ahok semakin kuat ketika melihat dia bisa bermain sangat bagus dibawah Jokowi. Â Biarpun ada perbedaan pendekatan, Ahok selalu tunduk otoritas. Â Ahok pun mengakui bahwa dia sudah tidak seliar dulu. Â Ketika akhirnya sejarah mencarat Ahok naik jadi DKI1, Ahok semakin matang dalam bermain dalam sistem. Â Two thumbs up.
3 bulan pertama pemerintahan Jokowi, Ahok bak tenggelam dari pemberitaan. Â Yang terakhir adalah demo-demo FPI dan "Gubernur tandingan" yang malah jadi lelucon di medsos. Â Semua mata tertuju ke Jokowi sampai puncaknya KPK-Kapolri. Â Begitu mereda, tidak butuh lama, Ahok mulai menjadi puncak berita lagi. Â Revolusi Ahok.
Tidak tanggung-tanggung, Ahok langsung berhadapan head to head dengan DPRD DKI. Â Masuk penjara pun Ahok sudah siap. Â Dan seperti biasa Congor Ahok menjadi pembicaraan. Â Rata-rata semua membela Ahok dalam upaya menyelematkan 12,1 T. Â Tapi tetap masih ada yang menyalahkan congor Ahok. Â Filosofi Congorisme.
Setelah mempelajari apa yang terjadi, kali ini saya dukung penuh CONGOR AHOK. Â Mengapa? Â Saya melihat apabila semua cerita Ahok benar, kejahatan DPRD DKI itu bukan hanya soal korupsinya. Â Tapi kejahatan yang lebih dahsyat adalah mereka menggunakan tangan eksekutif (SKPD, Diknas, dsb) untuk korupsinya. White Collar Crime.
Karena kelicinan MO (modus operandi) ini, momentum yang tepat untuk mengungkap kejahatan ini adalah memang saat ini. Â Saat dimana versi e-budgeting dan manual berbeda ada ditangan. Â Istilahnya ketangkap tangan. Dan seperti dugaan, Jokowi adalah pemain strategis yang sangat halus. Â Dia masih ada bersama Ahok untuk mengurai semua kekusutan ini. Â Sesuai dengan pernyataan Ahok berikut :
"Saya datang dia main, cuma waktu itu Pak Jokowi nasihatin saya (kalau) presiden bukan orang kita, Kejagung, Kapolri bukan orang kita, Mendagri bukan orang kita, Mensesneg, Menseskab bukan orang kita. Apa kita lapor bisa jalan atau nggak, makanya beliau bilang tunggu saya di sana (Istana Merdeka) dulu," kata Ahok. (Sumber)
Jokowi sudah di Istana Merdek, revolusi Ahok sudah dimulai. Kejagung, KPK, Polri, sudah ada di posisi yang lebih tenang dibanding beberapa bulan yang lalu. Â Ini waktu momentum yang sangat bagus untuk sama-sama rakyat mendukung revolusi Ahok. Â Revolusi Congor.
Apa yang di alami Ahok dan DPRD DKI sudah pasti dialami 33 provinsi yang lain. Â Kalau kepala daerah tidak seperti Ahok, sudah pasti pula mereka ikut bermain. Â Jadi pilihan-pilihan jadi kepala daerah adalah, melawan DPDR, di bohongi DPR atau kompromi dengan DPRD.
Sebenarnya, pilihan yang terbaik adalah kompromi tanpa korupsi, tapi bisakah? Jika tidak bisa, momentum membongkar birokrasi seperti Ahok ini harus kita dukung bersama. Â Hitungan saya 12,1 T sekitar 15-20% dari total anggaran DKI. Â Dengan rumus yang sama, 2000 T APBN memiliki potensi "kebocoran" sampai 400 T. Â Rakyat Menuntut!
Diharapkan semua kepala daerah berani "bercongor" seperti Ahok. Â Dukung revolusi Ahok, dukung revolusi congor!