Usaha untuk mencari panggung politik dilakukan mulai dari blusukan ke Kalijodo gaya Ahmad Dhani, atau gaya investment banker ala Sandiaga Uno melalui dukungan ke pebalap F1 asal Solo, Rio Haryanto. Tapi perbedaan menonjol terletak dari jumlah fantastis uang yang coba di fundraising oleh ibu Rio, Indah Pennywati.
Jumlah total 225 milyar rupiah bukan hal kecil untuk investasi 1 orang Rio. Ibu Rio yang adalah seorang manajer marketing sebuah perusahaan besar jelas sangat paham bagaimana "menjual" Rio. Menpora Imam Nahrawi dan investor yang sedang mencoba melawan Ahok untuk DKI1 pun tergiur untuk 'membantu'. Entah membantu disini adalah donatur atau sebagai investasi tetapi yang jelas lobby ibu Penny memang luar biasa.
***
Di lain pihak, Menkominfo Rudiantara menyatakan di ITB (8/1), "“Lima tahun 1.000 teknopreneur untuk mencapai 130 milliar Dollar 2020,”. Rudiantara memperinci bahwa membutuhkan 100 milyar rupiah untuk mendapatkan output 130 milliar dollar (baca : Pemerintah butuh Rp 100 Miliar buat cetak teknopreneur). 130 milliar dollar yang disebut pak Menteri kurang lebih dengan 1300 triliun rupiah. Angka yang sangat optimis tapi patut di dukung usaha menuju kesana.
Jumlah 100 milliar rupiah sama persis dengan uang yang dijanjikan Imam Nahrawi ke Rio (Baca : Pemerintah Gelontorkan 100 Milyar ...). Jadi tidak berlebihan kalau saya menyebutkan harga Rio seharga 1000 teknopreneur. Sekali lagi luar biasa untuk satu "anak ganteng" menurut Sandiaga Uno bisa jadi ikon promosi karena F-1 disaksikan 1,8 milyar penonton selama 8 bulan (sumber).
***
100 milyar ke Rio bisa dikatakan sebagai biaya tenggelam (sunk cost) biarpun termasuk marketing, berbeda kepada 1000 teknopreneur yang adalah sebuah biaya investasi. Jadi apabila pemerintah berhati-hati menggelontorkan ke Rio, menurut saya sudah tepat. Jadi ketika pendukung Rio menjadi ribut dan lebay dan akhirnya masuk ke ranah politisasi (masuknya Sandiaga Uno adalah bukti politik masuk), perjuangan Rio menjadi tercoreng.
Indonesia tentu bangga memiliki Rio Haryanto di F1, Joey Alexander di Grammy, ataupun Susi Susanti di badminton, tapi jangan sampai demi kepentingan pribadi kepentingan orang banyak di nomerduakan. Apalagi, jika semuanya ini hanya pencitraan politik demi kepentingan Pilkada sesaat.
Sekarang setelah keberhasilan meraih dukungan pemerintah, swasta, dan masyarkat kita tunggu kiprah Rio Haryanto. Dan untuk manajemen Rio, terutama Ibu Penny, jangan sampai terjebak dalam pusaran kepentingan politik. Integritas dan nilai-nilai harus dikedepankan apalagi dalam kompetisi yang mengedepankan sportifitas. Selamat berjuang Rio! Tuhan memberkati,
Pendekar Solo