Pak Faisal Basri,
Saya termasuk pembaca tulisan Bapak setiap kali muncul di Kompasiana. Bahkan, termasuk mendukung Bapak dalam kritik-kritik dan juga kiprah dalam perlawanan melawan mafia migas. Sangat senang dan ikut bangga Bapak dipilih menjadi ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas). Â
Melihat perkembangan oposisi KMP dan penulis-penulis artikel kritik ke pemerintah "yg tidak jelas", tulisan-tulisan kritik Bapak terhadap pemerintahan Jokowi menjadi oase tersendiri. Tetap kritis biarpun ada didalam pemerintahan. Itu keren Pak, dan saya dukung sepenuhnya. Â Apalagi Bapak punya akses informasi yang penulis warga yang lain mungkin sulit mendapatkan.
Namun demikian, saya agak tidak nyaman dengan "Surat Terbuka" Bapak kepada Pak Jokowi. Â Bukan esensi isi kritikan Bapak soal jalan Tol Trans Sumatra (Saya tidak punya kapasitas untuk mendebat hal ini, tapi saya penganut keyakinan bahwa Jalan Tol tersebut dibutuhkan, bersamaan dengan airport, jalur KA, dan pelabuhan/tol laut). Tapi yang saya tidak nyaman adalah mengapa Bapak menggunakan surat terbuka kepada Jokowi yang notabene adalah atasan Bapak langsung di Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi.
Penggunaan media Surat Terbuka melalui sosmed lebih tepat digunakan oleh orang-orang seperti saya yang tidak ada akses langsung ke Pak Jokowi, dan berharap tulisan-tulisan kita dibaca dan bisa jadi 'iuran warga' bagi kelangsungan NKRI.
Ketidaknyamaan saya karena merasa tulisan Bapak lebih bernuansa politis daripada esensi, karena tidak logis Bapak menggunakan jalur lambat sementara memiliki jalur cepat. Logika yang bisa diambil adalah Bapak sedang "memancing" sesuatu dan bagi saya ini adalah indikasi ketidaklugasan dalam artikel Bapak.  Sangat disayangkan Pak, karena nantinya masukan-masukan Bapak jadi agak kurang daya dobrak sosialnya karena dianggap Bapak ada maunya.
Pemikiran saya ini ada di benak beberapa komentator di lapak Bapak (Surat Terbuka Kepada Bapak Presiden: Jangan Lanjutkan Sesat Pikir) jadi saya tidak sendiri dalam keheranan saya.
Meskipun demikan, saya tetap berharap Bapak tetap kritis yang membangun dan lugas secara keilmuwan sekaligus praktis. Tanpa ikut-ikutan berpolitik praktis Pak. Â Kita butuh orang-orang seperti Bapak yang tetap konsisten "mencari solusi yang terbaik". Kalau Bapak kecemplung ke politik-politik praktis yang sarat dengan pancing-memancing, dan ketidaklugasan, saya akan merasa kehilangan narasumber yang netral.
Terima kasih, dan salam Indonesia Baru
Hanny Setiawan
a.k.a Pendekar SoloÂ