Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jurnalis Sydney Morning Herald Minta Maaf Kepada Kompasianer

29 Juni 2014   06:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:20 2721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14039726431677929965

Memperhatikan peperangan media di pilpres 2014 membuat mata semakin terbuka pentingnya kebebasan pers.  Sesuatu yang tidak bisa kita dapatkan di jaman Orba.  "Amit-amit jabang bayi" kata orang Jawa kita tidak mau kembali ke jaman kegelapan itu lagi.  Kebebasan berpendapat, ekspresi masyarakat, keterbukaan informasi membuat hidup jadi bermakna dan ada artinya.

Peperangan media saya amati ternyata tidak hanya di Indonesia saja, ternyata sudah meluas ke manca negara. Munculnya jurnalis gaek Allan Nairn yang membongkar aib masa lalu hinaan terhadap Gus Dur yang Buta dan tragedi Santa Cruz langsung menjadi trend di media sosial.

Tapi tak lama berselang, biarpun tidak sekeras Allan Nairn, muncul jurnalis dari Sydney Morning Herald bernama Michael Bachelard yang mempertanyakan survey-survey di Indonesia lebih membela Jokowi.

Terasa sekali seakan-akan ada "serangan balik" dari satu kubu kekubu yang lain.  Bagi rakyat, asalkan FAKTA KEBENARAN sepahit apapun lebih baik daripada KEBOHONGAN.  Saya setuju Gunawan Mohammad yang mengatakan pers tidak perlu netral, yang penting jangan bohong dan nyatakan fakta dan kebenaran.  Suatu pemikiran pers yang sangat luar biasa di musim yang penuh kebohongan ini.

***

Penasaran dengan berita Sydney Morning Herald, saya coba cek TL Michael Bachelard di @mbachelar, menurut saya nothing special di TL-nya.  Artinya tidak banyak bisa memperlihatkan di pro Jokowi atau pro Prabowo atau sekedar cari sensasi di saat panas seperti ini.  Tapi mata saya jadi terbelalak, dan hati saya jadi panas ketika melihat kicauan dia sbb:

Saya bukan capres yang sedang pencitraan, saya cuma WNI biasa dan kompasianer alias "hanya jurnalis warga", tapi membaca pilihan kata jurnalis senior Sydney Morning Herald "the F*** dan Sh**" words NASIONALISME saya mendidih.  Kurang ajar betul ini wartawan.  Saya pun pertanyakan lewat twit-twit kepada dia, dan terjadilah diskusi singkat tentang hal ini.

doc.pri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun