[caption id="" align="alignnone" width="565" caption="lintas.me"][/caption] Megawati Sokarnoputri adalah sebuah fenomena politik di Indonesia yang akan terus dikenang sejarah.  Dalam diamnya ternyata banyak pemikiran-pemikiran yang sangat filosofi, sekaligus profetis.  Sebagai praktisi politis dia bukan orang yang lincah, dan diplomatis, karena memang demikianlah karakter orang yang bermain diranah filsafat. Pengaruh mendiang Soekarno jelas tergambar dalam setiap pemikarannya.  Megawati kecil adalah sosok yang melihat "kejatuhan sang negarawan besar Soekarno" sekaligus mengalami kepahitan Soeharto.  Megawati "muda" adalah sosok yang satu-satunya yang mampu membuat Soeharto mengambil keputusan intervensi ke PDI, sehingga lahirnya PDI-P.  Di tahun ini, Megawati "tua" adalah satu-satunya ketua partai yang berani menyerahkan kesempatan menjadi menjadi orang nomer satu kepada orang lain, bahkan diluar trah Soekarno.  Lahirlah Joko Widodo, presiden ke-7 RI. Megawati telah berevolusi dari politikus lapangan menjadi seorang Ibu Negara.  Sebab itu dengan lugas ketika dia diminta nasihat oleh Ahok bagaimana memimpin DKI, maka Mega mengatakan "Keloni saja rakyat DKI".  Suatu pernyataan sederhana dari seorang ibu.  Kasih sayang pemimpin kepada rakyat, haruslah seperti kasih sayang orang tua kepada anaknya. Uraian di atas terlihat dalam acara ulang tahun ke-5 Mata Najwa yang di hadiri oleh Jokowi, JK, Boediono, Mega, Surya Paloh, Ahok, Anies Baswedan dan para menteri, bahkan terlihat Fahri Hamzah, Ruhut, dan Mahfud MD dalam sebuah acara yang sangat menginsparasi bertajuk "Merayakan Indonesia". Megawati kembali menahan isak ketika diminta untuk memberikan kata yang terakhir.  Dia berpesan kepada rakyat untuk tidak pernah lupa bahwa kita punya NEGARA yang tidak akan pernah berhenti.  Kita punya TANAH AIR, sementara Palestina sampai hari ini masih belum memiliki.  Sebab itu bangga dan berjuanglah untuk tanah air itu bersama-sama.  Suatu pernyataan yang dalam, dan perlu di resapi semua wakil-wakil rakyat baik di kabinet, MPR/DPR, maupun  yudikatif.  Kepentingan negara harus menjadi kepentingan bersama mengalahkan kepentingan pribadi. Megawati mungkin bukan seorang orator dan pembicara yang ulung.  Dia hanya seoarang ibu dan anak Proklamator.  Di darahnya mengalir "pesan profetis" yang mungkin selama ini tidak bisa ditangkap oleh rakyat. Pesan bahwa NEGARA INDONESIA adalah warisan termahal bangsa ini yang harus dijaga bersama dari rongrongan ideologi manapun yang akan menghancurkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Airmata Megawati jauh lebih berbunyi nyaring daripada pernyataan-pernyataan politiknya.  Paling tidak bagi saya, bahasa air mata itu saya kenali.  Salut! Pendekar Solo Sumber https://www.youtube.com/watch?v=5RVepBEwJkM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H