20 bulan adalah waktu yang tidak begitu lama untuk membenahi carut marut pendidikan Indonesia. Tapi hanya waktu itu yang seorang Anies Baswedan miliki sebagai menteri. Reshuffle Jilid II Jokowi telah melengserkannya dari posisi tertinggi pendidikan NKRI.
Jokowi dan JK adalah orang-orang yang “dekat” dengan Anies Baswedan. Jadi, bukan hanya Jokowi, tapi sebenarnya JK pun sangat respek terhadap Anies. Tapi ternyata “kedekatan” dengan dua orang tertinggi di republik, tidak mampu untuk mempertahankan posisi Anies.
Dari delapan menteri yang dicoret, pencoretan Anies termasuk yang paling fenomenal. Tulisan-tulisan yang menyesalkan keputusan ini tidak sedikit. Baik yang pro atau kontra Jokowi melihat Anies tidak ada masalah yang fundamental untuk “layak dicoret”.
Apalagi dengan tidak tersentuhnya menteri yang secara lebih jelas tidak perform, keputusan melengserkan Anies semakin terasa lebih politis, daripada teknis.
***
Kalaupun secara teknis dipertanyakan, sosial media dipenuhi para relawan pendidikan yang siap “berdebat sampai mati” mendukung Anies mulai dari konsep sampai tentang isu pelaksanaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang disebutkan Jokowi kepada sang menteri baru dari Muhammadiah, Muhadjir Effendy.
Tapi Jokowi memiliki hitungannya sendiri. Dan hitungan itu harus dihargai sebagai sebuah amanah yang oleh Anies bisa disikapi dengan luar biasa baik. Kalau Anies bisa menerima dengan baik, para pendukungnya juga harus mampu menyikapi proses penyelarasan ini dengan baik.
Anies sering mengatakan bahwa demokrasi bisa jalan baik apabila yang kalah bisa mendukung yang menang. Dan dalam demokrasi, lawan politik itu adalah seperti lawan bertanding dalam olahraga, badminton sebagai misal. Jadi, kali ini Anies sedang menunjukkan bagaimana tetap menghidupi nilai-nilai ketika sedang “kalah” dalam demokrasi.
Respon cantik dari Anies dan dukungan penuh dari masyarakat telah mampu MENCURI HATI bangsa ini. Dan modal kepercayaan ini tetap menjadi modal politik yang kuat meskipun dia kehilangan posisi.
Indonesia Baru membutuhkan putra-putri terbaiknya ada di posisi yang tepat. Kalaupun Anies Baswedan tidak dianggap tepat lagi menduduki kursi menteri pendidikan dan kebudayaan, tidak berlebihan dikatakan bahwa Anies tidak perlu berhenti berjuang. Tapi tetap “turun tangan” sampai waktunya amanah yang lain datang, Tuhan sendiri yang menempatkan posisi yang terbaik untuknya.
Guru itu bisa diganti, pejabat bisa diganti. Orang yang menduduki posisi juga bisa diganti. Tetapi yang tidak bisa diganti adalah guru yang bekerja dengan hati
(Anies Baswedan)