Tepat 11 tahun kematian Gus Dur, 30 Desember 2020, Front Pembela Islam (FPI) secara resmi dinyatakan sebagai organisasi, ataupun kelompok terlarang di Indonesia. Â Secara legal, SKB (Surat Keputusan Bersama) dari 3 kementerian dan kejagung, kepolisan, dan BNP bersama-sama sepakat untuk menutup kartu FPI selama-lamanya di Indonesia.
Menganggu ketentraman, ketertiban umum, dan melanggar hukum menjadi highlight alasan secara eksplisit. Â Dari perwakilan pejabat-pejabat yang menandatangi kita bisa mengatakan FPI menggangu secara sosial (depdagri), kriminal (Kejaksaan-kepolisian), sekaligus menjadi bagian dari terorisme (BNPT), ditambah Cyber Criminal (depkominfo).
Menkopulhankam, Mahfud MD, didepan yang memukul palu kematian FPI. Â Ini bisa diartikan bahwa FPI juga menjadi ancamanan pertahanan dan keamanan Indonesia. Â Berlapisnya kesalahan FPI bukan hal yang remeh, apalagi abila dilihat dari track record, FPI telah menjadi kekuatan politik yang digunakan para gelandangan politik untuk selalu menggoyang pemerintahan yang sah, ataupun menjadi alat politik yang digunakan semua kepentingan yang bermain. Â
Pendukung Masih Menyalak
Ketika PKI dilarang, seluruh organ organisasi sampai bohir-bohirnya dibantai Soeharto. Â Bahkan, keluarga, tetangga, sampai teman yang tidak tahu apa-apapun selama "Di-PKI-kan" langsung mati berdarah. Karir politik mati, dagang mati, sampai mati secara jasmani. Â Tidak ada yang berani mengganti nama menjadi, misalnya, Â PKI-Perjuangan atau PKI baru (Perkumpulan Komunis Indonesia). Â Semua menyingkir.
Tapi FPI dilarang, pendukungnya bukannya malu, tapi masih menyalak bahkan mencoba membuat baru. Â 3 partai, Gerindra, PKS, dan PAN dengan lugas di DPR mempertanyakan kebijakan pemerintah. Â Fadli Zon, Fahri Hamzah, Rocky Gerung seperti biasa lantang bersuara seakan-akan mereka yang paling mengerti arti demokrasi (sumber). Â Tak kurang, influencer model abu-abu pendukung Anies seperti Pandji pun mencuit untuk mengkritisi pelaranan FPI.
Daftar masih bisa dilanjutkan, tapi paling tidak kita sudah bisa melihat bahwa "ideologi FPI" ini sudah benar-benar merasuk ke masyarakat Indonesia dari politisi, pebinis, guru, sampai pelawak, sebuah kanker yang sudah menyebar. Â Sebab itu, apa yang dilakukan Jokowi dan seluruh instansi yang terkait adalah bagaikan sebuah Kemoterapi yang tidak bisa cuma sekali, tapi harus dilakukan berkali-kali sampai benar-benar ideologi radikalisme dan pendukungnya itu dimatikan di Indonesia.
Dimulai dari menutup FPI, dan bisa dilanjutkan dengan mengejar seluruh pengurus, pendukung, pemikir, dan pendana sampai tuntas. Apabila tidak, kanker akan muncul lagi dan lebih ganas. 4 tahun ke depan, Jokowi mendapat dukungan mayoritas masyarakat dan instansi untuk membersikan seluruh pemerintahan dari unsur-unsur radikalisme. Tidak heran, viral dimana-mana, Indonesia mendapatkan hadiah Natal dan Tahun Baru dengan dilarangnya FPI. Â
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H