pustakaherrykurnia.wordpress.com
Musibah Air Asia QZ8501 adalah musibah yang benar-benar menguras emosi. Â Tidak perlu di ulas lagi, musibah ini bukan lagi milik perusahaan Air Asia, tapi sudah menjadi bencana yang bertaraf nasional, atau bahkan internasional. 162 orang hampir pasti semua meninggal "dengan tidak tenang." Â Tidak ada kalimat yang tepat untuk menggambarkan betapa memilukannya kondisi emosi keluarga yang ditinggalkan. Saya tidak ingin terlalu ikut berpolemik dengan bencana. Â "Ora elok" kata orang orang Jawa. Â Tapi mengamati perkembangan politisasi bencana ini, rasanya tidak elok juga kalau saya tidak mengutarakan pendapat soal ini. Saya bukan pilot, saya hanya customer penerbangan dan KA di Indonesia. Biarpun tidak terlalu sibuk, tapi setiap bulan saya ada jadwal rutin penerbangan Solo-Jakarta, dan juga jadwal kereta api Solo-Surabaya. Â Jadi, saya akan menuliskan pendapat saya dari sudut seorang pelanggan.
***
Bagi anda yang biasa bepergian naik KA, anda akan sepakat dengan saya bahwa KA di Indonesia sudah kembali menjadi PRIMADONA kendaraan darat. Â Hampir tidak pernah terlambat, dan bersih dari asongan liar. Â Penjualan tiket semakin teratur, dan mbak-mbak dan mas yang meladeni kita para pelanggan JAUH BERUBAH lebih baik.
Semua itu karena tangan dingin seorang yang sekarang sedang coba di sudutkan karena reaksi dan kebijakannya paska bencana QZ8501 Â Orang itu bernama Ignatius Jonan. Menteri Perhubungan yang belum 3 bulan menjabat.
Ignatius Jonan adalah orang yang luar biasa. Â Merubah sebuah institusi yang merugi, dengan SDM yang mawut menjadi institusi yang menguntungkan dan SDM yang terbenahi adalah pencapaian manajemen yang di luar rata-rata. Â Tidak salah Jokowi memilih Jonan untuk menempati posisi Menteri Perhubungan.
***
Bagaimana dengan penerbangan di Indonesia. Â Setelah Adam Air kandas, Lion Air dan Sriwijaya menjadi penerbangan komersial utama di Indonesia. Dan kata "terlambat" adalah hal yang sangat biasa di penerbangan domestik.
Karcis yang tidak ada kursinya, menunggu pesawat yang tidak ada pesawatnya, dengan seenaknya memindah Gate di last minute sehingga semua penumpang berlarian seperti kena tsunami, melihat orang marah-marah dan maki-maki di airport karena keterlambatan, adalah beberapa hal yang "biasa" yang secara pribadi saya alami.
Artinya, dunia penerbangan kita ini memang masih kacau.  Itu realitas pahit yang harus dihadapi. Tapi, itupun sudah jauh lebih bagus dari 10 tahun yang lalu, ketika pertama kali saya naik Lion Air dan ada air yang menetes di kepala saya, cuaca jelek dan  kemungkinan itu rembesan air hujan, saya sudah pasrah dan cuma tidur siap menunggu nasib.
Bayangkan, penumpang  sekitar saya sudah pada berdoa dan teriak "Astafirulalah, Allahu Akbar, dan Ya Tuhan." Bingung dengan keadaaan, saya tidur saja.  Akhirnya di marahi pramugari, koq malah tidur mas?  Saya jawab, "Lha saya suruh ngapa mbak, yang jadi pilot bukan saya.  Saya bisanya berdoa dengan yang lain dan tidur lagi bukan?"
Jadi, sudah ada improvement. Â Itu pasti. Â Tapi perbaikan bukan berarti kesempurnaan. Â Dalam membuat suatu sistem, selalu akan ada bug. Sebuah bug kadang tidak ditemukan dalam waktu lama, karena tidak pernah ter trigger. Â Bukan berarti bug itu tidak ada. Â Misalnya, ketika kita klik dua kali tombol start di windows akan membuat komputer hang. Â Tapi karena tidak pernah ter-klik dua kali, maka tidak pernah hang. Â Tiba-tiba suatu kali kita meng-klik dua kali. Â Hang-lang komputer kita. Â Itulah yang disebut bug.
***
Kecuali sistem Tuhan, sistem buatan manusia manapun TIDAK ADA YANG SEMPURNA. Â Pasti akan ada lubang dalam sistem yang eventually akan ditemukan. Dalam kasus Air Asia dan Jonan, yang Jonan coba lakukan adalah debugging sistem penerbangan di Indonesia. Â Dan dalam proses tracing itu dia menemukan bug-bug yang selama ini terlihat fine-fine saja. Â Dan itu adalah pekerjaan seorang Menteri. Â Dia harus mereview semua prosedur dari awal sampai akhir sebuah sistem yang nyata-nyata CRASH.
100% saya akan melakukan yang sama kalau saya ada di posisi Jonan. Â Satu persatu akan di telusur prosedur yang ada, kemudian di cek dan di benchmark dengan yang lain. Â Dan itu tidak cuma diperlakukan untuk Air Asia, tapi Jonan juga cek maskapai yang lain. Â Dan itu fair. Â Tidak ada kriminalisasi apapun.
Persoalan marah yang di blow up media. Â Bagi saya justru akan aneh kalau tidak marah. Â Bagi orang yang sense of belonging-nya tinggi akan sebuah hal, akan sangat teramat emosional. Â 162 orang hilang adalah sebuah listrik tegangan sangat tinggi yang bisa melanda siapapun. Â Kalau saya yang inspeksi waktu itu, saya mungkin tidak akan sesabar Jonan. Â Untung Jokowi tidak memilih saya jadi menteri perhubungan.
Dengan cepat, bola liar dari media secara lahap di tendang oleh Fahri Hamzah, Fadli Zon, Demokrat, DPR, dan segenap pendukung yang jelas berafiliasi non-Jokowi untuk dimainkan (lihat berita-berita terkait). Â Betul-betul "ora elok" politik menggunakan sengsara orang lain. Â Menyedihkan. Â Memalukan. Â Memuakkan.
***
Apakah Jonan bisa salah? Â Ya jelas bisa, wong dia cuma manusia. Â Tapi apa yang dia lakukan sejauh ini adalah wajar-wajar saja. Â Dan track record membuktikan.
Bagaimana dengan para pilot yang marah-marah?
Mereka berhak untuk marah, karena itu periuk nasi mereka. Tapi saya yakin tidak semua pilot juga seperti mereka. Â Mereka seharusnya lebih bisa legowo oleh penemuan-penemuan di lapangan yang tidak sesuai prosedur, tapi sudah menjadi common habit.
Dalam dunia perbangan yang zero tolerance, perbaikan sistem dan tekanan terhadap ketaatan prosedur adalah hal yang biasa saja. Â Jadi tidak usah terlalu sensi. Â Perlu diingat juga, isu ini bukan masalah hidup pilot , dan Air Asia saja, tapi stakeholder terbesar justru adalah para penumpang. Â Jadi semua pihak berhak mendapat kepastian keamanan paska bencana ini. Â Dan Jonan memastikan hal itu.
Bagaimana soal perijinan terbang yang semrawut?
Apa kita buta bahwa itu terjadi di semua kementrian dan birokrasi Indonesia? Kasus yang sama kan dengan Pemkot DKI yang mbalelo terhadap Ahok, Diknas dan Kesepakatan Kepsek yang mbalelo terhadap Anies Baswedan, memang demikianlah realitasnya. Â Jadi, dengan membekukan sementara penerbangan yang masih dalam tracing, itu hal yang sangat rasional.
***
Catatan kecil seorang WNI biasa ini semoga sampai ke pak Jonan.
Pesan saya, "Tidak usah takut pak Jonan, jalan terus! Lakukan yang terbaik sesuai kapasitas Bapak. Â Saya akan terus mendukung Bapak merevolusi perhubungan di Indonesia semampu saya. Â Mari kita bangun Indonesia Baru."
Pendekar Solo
Sumber-Sumber Berita  :
Fadli Zon Minta Kemenhub Tak Hanya Salahkan AirAsia
Fahri Hamzah: Jadi Tontonan Dunia, Pemerintah Jangan Sembrono Soal AirAsia
Politikus Demokrat kecam Menteri Jonan bekukan terbang AirAsia
Komisi V Minta Panja Investigasi Kecelakaan AirAsia QZ8501 Tak Disikapi secara Politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H