Survey politicawave.com memperlihatkan bahwa Jokowi mengalami serangan kampanye hitam sampai 94%. Angka yang tidak bisa dibuat main-main. Terasa sekali segala cara dipakai asal menang. Teori bahwa kampanye hitam itu dari kubu Jokowi sendiri tidak bisa diterima lagi karena artinya bunuh diri kalau sampai 94%.
Untuk perbandingan, Prabowo mendapat serangan 13% kampanye hitam. Angka yang sangat tidak sebanding. Mengapa kubu Prabowo menyerang Jokowi dengan penuh ketakutan, kebencian, dan sangat merendahkan orang lain bisa di mengerti dari tiga hal berikut:
1. Jokowi Menang, Pendukung isu SARA di Matikan
Isu SARA selalu dipelihara demi kepentingan politik sejak ORBA. Bagaikan layaknya anjing hutan yang dipelihara di rumah untuk menjaga status quo. Apabila terasa yang mengganggu, dikeluarkanlah isu SARA untuk pengalih isu. Jaman reformasi, anjing hutan itu terlepas dan tidak ada yang menjaga sehingga menjadi musuh rumah NKRI.
Jokowi - JK membuat garis yang jelas soal isu SARA. Â Tidak ada ruang buat intoleransi ataupun gerakan untuk mengganti Indonesia menjadi negara agama dengan perda-perda berbau agama tertentu. Â Pernyataan ini menjadi genderang perang buat kubu SARA.
2. Jokowi Menang, Golkar di Luar Pemerintahan
Golkar untuk pertama kalinya akan ada diluar pemerintahan. Â Dan ini menjadi sejarah yang luar biasa. Â Biar bagaimanapun, Golkar memiliki sejarah kelam jaman ORBA. Â Terdepaknya Golkar keluar sistem pemerintahan, merupakan kemenangan tersendiri bagi Reformasi.
Tapi bagi Golkar, kekalahan Prabowo akan menjadi malapetaka besar. Â Bisa-bisa Golkar tidak akan pernah kembali lagi di panggung elite politik Indonesia di 2019 karena Golkar TIDAK MEMILIKI ideologi sekuat PDI-P untuk bermain di luar sistem.
3. Jokowi Menang, Karir Politik Prabowo Tamat
Menjadi presiden bagi Prabowo adalah segalanya. Â Berjuang bagi bangsa bagi dia sama dengan menjadi presiden. Â 2014 adalah pertaruhan terakhir dia untuk mengejar mimpi tersebut. Â 2019 pemain-pemain baru sudah jelas antri untuk bermain dan sang Jendral semakin tidak asyik lagi untuk diusung.
Hal inilah yang membuat akhirnya koalisi asal-asalan terjadi. Â Resiko bentrok kepentingan pun menjadi tidak penting lagi. Â Orang Jawa bilang "Di-behke kabeh" Â artinya semuanya dipertaruhkan.