Mohon tunggu...
Hani Utami
Hani Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pajak itu dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat

5 Februari 2024   23:40 Diperbarui: 5 Februari 2024   23:43 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ajakan menolak membayar pajak muncul atas respons dari temuan maraknya aksi pamer harta yang dilakukan para pejabat di Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Namun, aksi tersebut menjadi mengkhawatirkan ketika beberapa pihak mulai melemparkan pernyataan untuk menolak membayar pajak. Hal ini karena keberlangsungan penyelenggaraan negara dapat terancam dengan adanya penurunan penerimaan pajak sebagai akibat dari adanya aksi tolak bayar pajak.

Berdasarkan APBN 2024 saja diketahui bahwa 82,4% pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan. Namun, di sisi lain masyarakat juga menginginkan fasilitas publik yang memadai serta penyediaan subsidi secara berkala pada banyak komoditas di Indonesia, seperti BBM, listrik, minyak, beras, dan lainnya. Maka dari itu, aksi tolak bayar pajak ini harus dihentikan karena perlu diketahui bahwa anggaran untuk pengadaan berbagai fasilitas publik dan subsidi tersebut asalnya dari pajak yang dibayarkan masyarakat.

Menurut Pasal 1 ayat (1) UU KUP, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Salah satu fungsi pajak adalah distribusi yang mana pajak dapat digunakan sebagai alat pemerataan penghasilan yang dipungut dari masyarakat dengan penghasilan lebih. Hasil dari pemungutan pajak tersebut kemudian digunakan untuk membangun fasilitas umum yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.  Selain itu, pajak juga berfungsi sebagai stabilisasi sehingga pemerintah dapat menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilisasi harga yang dapat mengendalikan inflasi dan mengatur peredaran uang di masyarakat.

Maka dari itu, diperlukan adanya kepatuhan pajak dari masyarakat. Berdasarkan PMK 554/KMK.04/2000, kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Pemerintah perlu memberikan edukasi lebih nyata kepada masyarakat mengenai pentingnya pajak dalam pelaksanaan kegiatan bernegara sebagai sumber penerimaan pelaksanaan kebijakan.

Karena pentingnya kontribusi pajak dalam komponen APBN, maka setiap orang yang dengan sengaja tidak membayar atau menyetorkan pajaknya kepada kas negara akan mendapatkan hukuman pidana maupun denda administrasi sesuai dengan ketentuan regulasi yang berlaku. Seperti yang tercantum pada Pasal 39 ayat (1i) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang menyatakan bahwa jika "Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali pajak terutang yang tidak atau kurang bayar."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun