Mohon tunggu...
Hanna Theresia Dewi Br Siahaan
Hanna Theresia Dewi Br Siahaan Mohon Tunggu... -

A sophomore!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tikus berdasi: Kebiasaan atau Karakter?

5 September 2015   08:10 Diperbarui: 5 September 2015   08:35 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tikus merupakan hewan pengerat yang tergolong dalam kingdom animalia yang mengerat makanannya dan mencarinya di tempat-tempat yang kotor. Indonesia pada zamana globalisasi ini sudah memelihara banyak tikus-tikus yang terlahir dari kebiasaan-kebiasaan yang terlah terpupuk dari kecil. Korupsi, Mengapa kata tersebut terdengar wajar di telinga masyarakat di negara kepulauan ini, Pembentukan karakter yang buruk sejak kecil mengakibatkan banyak sekali bibit kecil yang mula hanya dilakukan secara spontanitas atau iseng misalnya berbohong, mecuri, bahkan menyontek dapat memumupuk rasa individualis yang dari hanya biji kecil akan menjadi akar tunggal yang susah untuk ditumbangkan. Sebuah Karakter individualis yang hanya mementingkan diri sendiri ini akan membawa kepada sebuah kebiasaan yang biasa dilakukan oleh para penguasa atau orang-orang yang berkuasa, Korupsi. Kasus korupsi di Indonesia merupakan suatu masalah yang sudah membudaya sejak dulu hingga sekarang.

Rendahnya Perhatian perhartian pemerintah bagi Pendidikan pembentukan karakter mungkin bisa menjadi salah satu penyebabnya. Pendidikan yang tidak merata menyebabkan bibit-bibit penerus bangsa bersifat individualistik yang menghasilkan penerus-penerus yang akan menjadi penguasa dimana berpotensi mengimplikasikann praktek-praktek korupsi dalam model yang beragam, kemudian menimpa bidang sosial dengan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin melarat, rangkaian tersebut berkontinu dan makin lama-lama akan bertambah lama.. Sepanjang tahun ini saja setidaknya ada 4.581 pejabat daerah yang terseret kasus korupsi, paling banyak dari kalangan anggota DPRD provinsi sebanyak 2.362 orang sedangkan di tingkat eksekutif berjumlah 313 orang . Ironis memang melihat kenyataan bahwa negara hukum ini menjadi sarang banyak tikus-tikus yang mengregoti sistem-sistem ekonomi yang makin tidak beraturan bahkan nilai-nilai moral tidak dianggap dan di acuhkan.

Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Terutama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Badan pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa negara-negara industri tidak dapat lagi mengajarkan negara-negara berkembang soal praktek korupsi, karena melalui korupsi maka sistem ekonomi-sosial rusak, baik negara maju dan berkembang sepertin Indonesia. Selain dalam bidang sosial seperti pembentukan karakter tersebut, korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti, Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut.

Biaya ekonomi yang tinggi akan dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya. Bidang sosial-ekonomi yang terpengaruh secara sebagian dengan adanya korupsi dapat menyadarkan pemerintah bahwa semakin fenomena korupsi yang terjadi di indonesia tidak dapat tereabsopsi dengan sendirinya, perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bidang pendidikan sehingga memebentuk instrumenn-instrumen pembelajaran yang baik dan adanya revolusi mental pada bibit-bibit penerus bangsa, membentuk karakter yang baik dan tidak menciptakan banyak tikus-tikus yang mengerogoti nilai moral yang telah tercipta dan di wariskan oleh bapak founder Indonesia. Bidang ekonomi yang dapat dikembangkan dengan menutup kemungkinan yang akan terjadinya korrupsi di sektor asing, dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hal in yaitu biaya yang tinggi. Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi.

Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik yang tertutup. Dengan menindaklanjuti sistem birokasi yang ada dengan menetapkan Undang-undang Hak Tanggungan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri. Namun undang-undang tersebut bukan malah hanya sebagai alat yang digunakan untuk tujuang yang berlawanan. Korupsi mungkin dapat mengrogoti Indonesia, satu hal yang harus dipastikan bukan hnay dai pemerintah namun dari warga negara pun harus mempunyai kesadaran masing-masing yang akan menular melalui kejujuran dan integritas yang dapat dipercayai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun