Mohon tunggu...
Hannaput
Hannaput Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

#SelamatTinggalGerindra Kami bersamamu Gus Yahya

13 Juni 2018   14:43 Diperbarui: 13 Juni 2018   14:59 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita keberangkatan  Yahya Cholil Staquf menjadi pembicara di The David Amar Worldwide North  Africa Jewish Heritage Center, Yerusalem, menuai kontroversi. Gus Yahya  akan mengisi topik Shitfing the Geopolitical Calculus: From Conflict to  Cooperation. Dari judul temanya saja sebetulnya orang-orang yang berhati  bersih dan nalarnya dipakai akan tahu ini membahas bagaimana mengubah  konflik menjadi sebuah kerjasama.

Nggak  tanggung-tanggung pihak yang memainkan isu ini mulai dari Fadli Zon dan  tentu saja mereka yang selama ini berseberangan dengan NU maupun  memilih menjadi oposisi. Mereka balik menuding Gus Yahya tidak sepaham  dengan kebijakan politik Pemerintah Jokowi yang mendukung Palestina.  Fadli Zon sampai membuat cuitan seperti ini :


#SelamatTinggalGerindra Kami Bersamamu Gus Yahya
#SelamatTinggalGerindra Kami Bersamamu Gus Yahya
Gus Yahya bukanlah orang pertama dari Indonesia yang berbicara di forum  bentukan Israel. Tahun 2013 pun Dien Syamsuddin pernah hadir di World  Jewish Congress di Hungaria. Jadi ya seharusnya memang tidak ada masalah  yang perlu diperdebatkan. Dugaan saya, Gus Yahya diserang karena dia orang NU (Beliau adalah Rais  Aam) dan sekarang pun masuk sebagai Dewan Pertimbangan Presiden  (Wantimpres) Pemerintahan Jokowi. 

Dua hal ini yang jadi faktor utama  kenapa Gus Yahya diserang dan fakta tentang keberangkatannya  diputarbalikkan sedemikian rupa. Coba yang berangkat adalah orang lain,  terutama dari kubu sebelah, pasti justru akan dipuji sebagai bagian  mereka menguasai dunia dan membangun perdamaian. Gus Yahya berangkat  sebagai individu, bukan perwakilan manapun.

Dari  sini saya tahu bahwa ada tokoh besar bangsa ini yaitu Gus Dur yang  sangat dihormati oleh Israel. Gus Dur selama bertahun-tahun melakukan  diplomasi dengan Israel menggunakan ilmu dan powernya sebagai tokoh  agama. Dan sekarang inilah yang dilanjutkan Gus Yahya Staquf dan ulama  NU lainnya. Mereka mungkin tidak berteriak di jalanan sambil  mengumpulkan donasi atau setiap kali demo selalu membawa bendera  Palestina, tidak. Tapi mereka, para tokoh bangsa ini, berjuang dengan  apa yang dimiliki untuk langsung menembus ke sasaran meretas jalan  mewujudkan perdamaian dunia.

Gus Yahya menyoroti soal bagaimana ulama memberikan pengajaran dan  pemahaman kepada para umatnya untuk menciptakan hubungan yang harmonis.  Kita tahu betapa kompleksnya akar permasalahan persoalan  Israel-Palestina ini. Termasuk di dalam upaya itu adalah pengkajian  kembali ayat-ayat yang ada di kitab suci dengan memperhatikan asbabun  nuzul, waktu, dan konteksnya.

Gus  Dur dulu yang menyikapi biaya sekian puluh milyar yang pernah keluar  karena Gus Dur pergi mengunjungi banyak wilayah di dalam maupun luar  negeri sebagai bagian memerangi ekstremisme. Padahal saat itu kondisinya  belum seperti sekarang, tapi Gus Dur sudah bisa sejauh itu pikirannya.  Uang yang keluar menurut Gus Dur tak sebanding dengan mahalnya menjaga  persatuan dan kesatuan bangsa di tengah ancaman ekstremisme. Nah topik  mengenai ekstremisme juga terbahas dalam acara ini.

Gus  Yahya menyadari Indonesia pun belum bebas dari masalah dan begitu juga  di dunia. Dan konflik, di manapun ini terjadi, seringkali menggunakan  agama sebagai justifikasi.Nah kalau kita ingin mengubah keadaan jadi  lebih baik, pola pikir kita yang harus diubah termasuk dalam  merefleksikan pandangan kita terhadap agama. Bukan menyuruh tidak  beragama lho ya, BUKAN! Agama itu seharusnya membawa kedamaian kan? Nah  sekarang bagaimana kita bisa mewujdukan itu. Gus Yahya juga memunculkan  ayat yang menerangkan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum  sampai mereka mengubah keadaannya sendiri.

Ambisi  manusia seringkali membuat fokus konflik hanya soal siapa menang, siapa  kalah, apa yang didapat, dan sebagainya. Membuat kita lupa bahwa yang  terpenting itu adalah bagaimana mengakhiri masalah ini. Ini buat saya  merupakan solusi juga bagi konflik Israel-Palestina dan konflik-konflik  lain. Termasuk konflik dalam kehidupan kita sendiri yang nggak ada  hubungannya dengan dunia.

Dan  bagian akhir statemnet Gus Yahya Staquf ini buat saya patut diacungi  jempol sekaligus kita renungkan dan realisasikan. Kunci penyelesaian  segala konflik adalah rahmah alias kasih sayang. Ini sudah sesuai dengan  konsep Islam rahmatan lil alamin alias Islam rahmat bagi alam semesta.  Bukan dengan harus meng-Islam-kan orang, tapi kita menjadi insan-insan  yang penuh kasih kepada manusia lain sehingga akhirnya kita bisa  bertindak adil dan manusiawi kepada sesama.

Jadi  setelah saya nonton video di atas, saya mkin bingung sama Fadli Zon. Di  mana ya letak ketidaksensitifan Gus Yahya? Dan juga kepada mereka yang  mencibir. Kalian bisa lihat kan Beliau itu juga sedang berjuang, dengan  ilmu, mengajak umat berkasih sayang dan berdamai sebagai alternatif  penyelesaian konflik. Yah mungkin yang banyak ngebacotitu sejatinya cuma orang-orang yang haus kasih sayang atau nggak paham bagaimana menyayangi orang lain..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun