Mohon tunggu...
Raihanah Zahirah
Raihanah Zahirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Sumedang

Saya Raihanah Zahirah Mahasiswa UPI Kamda Sumedang S1 prodi Industri Pariwisata.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pelecehan Tidak Memandang Pakaian

2 Maret 2023   22:13 Diperbarui: 2 Maret 2023   22:29 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pelecehan  seksual bukan hanya tentang seks, tetapi bisa disebut dengan penyalahgunaan kekuaasaan otoritas. Pelaku pelecehan bisa siapa saja, misalnya seperti supervisor, teman kuliah, manager,klien, dosen, guru, atau bahkan keluarga sendiri. Begitupun juga pada korban pelecehan seksual dapat menimpa pada siapa saja : kelas ekonomi, ras, agama, dan jenis kelamin. 

Rentang pelecehan ini sangat luas, ada pelecehan verbal dan non verbal. Pelecehan verbal berupa kata-kata yang dilontarkan, nada sindiran, main mata, komentar berkonotasi seks atau gender, siulan nakal, ataupun yang biasa disebut dengan cat calling. Sedangkan pelecehan non verbal berupa kontak fisik langsung seperti, menyentuh bagian tubuh yang bersifat senstif.

Pelaku umumnya akan memilih korban yang lugu, lebih muda, relatif pasif atau asertif (kurang berani mengungkapkan), tetapi bukan berarti yang memiliki ciri-ciri tersebut itu penyebab atau pantas dilecehkan secara seksual. Banyak masyarakat diluaran sana malah menyalahkan tentang busana atau pakaian yang digunakan korban. Mereka menganggap bahwa kasus pelecehan seksual itu terjadi akibat korban itu sendiri yang terkesan "mengundang" karena soal pakaian. 

Korban bisa laki-laki ataupun perempuan, dan pelaku pelecehan bisa laki-laki atau perempuan. Pelaku tidak selalu berjenis kelamin yang berlawanan dengan korban. Pelaku pelecehan mungkin saja tidak sadar bahwa perilakunya mengganggu.

Tingkat korban pelecehan tertinggi yaitu korban yag menggunakan rok panjang atau celana panjang sebanyak (17,47% atau 10.831 orang). Korban mengenakan baju lengan panjang sebanyak (15,82% atau 9.808 orang), hingga korban terendah yaitu korban berhijab dan bercadar (0,17% atau 105 orang). Jadi pelecehan seksual ini murni 100% karena niat pelaku. Tidak ada korban yang "mengundang" untuk dilecehkan.

Mengapa korban lebih sering tutup mulut? Mengapa tidak langsung melapor? Mengapa tidak langsung teriak ke orang sekitar ditempat kejadian? Mengapa, mengapa, dan mengapa.....

Korban yang kembali disalahkan. Pada kenyataannya, banyak korban yang mengaku, banyak korban yang membuka mulut, bahkan banyak saksi pada tempat kejadian. Tetapi mengabaikan dan menyalahkan korban lagi. Bahkan ketika pelaku ditegur, tidak sedikit yang menyangkal atas perbuatannya dengan berbagai alasan agar tidak disalahkan, malah kembali menyalahkan si korban dengan model berbusananya.

Sejumlah kasus pelecehan ini tidak mengenal waktu, bahkan lebih sering terjadi pada siang hari. Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, mengatakan bahwa hasil survei yang menyebut pengguna hijab yang rentan menjadi korban pelecehan seksual, hal itu terjadi karena saat ini di ruang publik banyak yang menggunakan hijab atau menggunakan celana dan rok panjang. Jadi masalahnya adalah bukan faktor pakaian atau busana, tetapi ketika anda perempuan, maka anda bisa mengalami pelecehan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun