[caption id="attachment_264157" align="aligncenter" width="512" caption="Prajurit Kopassus"][/caption]
Vonis yang dijatuhkan terhadap 3 prajurit Kopassus tanggal 5 September 2013 kemarin benar - benar membuat warga Jogja kecewa dan marah. Di luar Dilmil II-11 terjadi keributan antara elemen warga jogja dengan aparat TNI yang berjaga - jaga di luar gedung. Warga Jogja kecewa dengan putusan hakim yang menjatuhkan 11 tahun bagi Serda Ucok, 7 tahun bagi Sertu Sugeng dan 6 tahun bagi Koptu Kodik dimana masing - masing di jatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari kedinasan militer.
Warga Jogja menilai pengadilan tersebut sudah tidak murni karena terlalu banyak tekanan dari luar dan terdapat beberapa keterangan saksi yang tidak dicantumkan alias tidak sesuai dengan yang disampaikan sebelumnya. Selain itu adanya akses "khusus" yang diberikan kepada warga negara asing di sekitar Dilmil juga menimbulkan kecurigaan di tengah - tengah warga Jogja. Pasalnya, WNA tersebut segerameninggalkan lokasi ketika dirinya telah menarik perhatian warga Jogja dan kembali lagi ketika situasi sudah mulai memanas.
Meski situasi sempat memanas, akan tetapi hal tersebut tidak sampai ke arah anarkhis dan masih dapat di kendalikan. Didalam ruangan warga Jogja memberikan sambutan dan tepuk tangan meriah ketika 3 prajurit tersebut mengajukan banding, dan ketika keluar ruangan wargapun berebut menyalami dan memeluk ketiga "pahlawan" yang dianggapnya telah berhasil menjaga kota Jogja dari aksi premanisme.
[caption id="attachment_264158" align="aligncenter" width="519" caption="Warga Jogja saat berorasi di luar Dilmil"]
LPSK Gerilya di Hotel Santika Mengatur Strategi
Diluar dugaan ketika warga Jogja tengah berusaha menenangkan diri, hari ini lembaga sekelas LPSK yang seharusnya netral justru berupaya melakukan manuver tajam melawan arus warga Jogja dengan mengkondisikan media - media yang saat ini sedang meliput jalannya peradilan militer di Jogja agar satu visi dengan agenda LPSK.
Agenda tersebut akan di gelar LPSK di ruang jatinom Hotel Santika Jl. Jendral Sudirman Jogjakarta. Acara di mulai tanggal 6 Agustus 2013 Pukul 16.00 WIB dengan dihadiri wartawan dari sejumlah media, Kakanwil Kumham, Kalapas Cebongan dan Komnasham. Dalam kegiatan tersebut LPSK akan melakukan evaluasi untuk menentukan langkah dan upaya tindak lanjut terkait hasil dari vonis peradilan militer yang di jatuhkan kepada 12 prajurit Kopassus.
Jelas sudah apabila di lihat dari kegiatan tersebut, peradilan yang di jalani oleh 12 prajurit Kopassus sarat dengan kepentingan politik dan pesanan pihak tertentu antara LPSK, Komnasham dan beberapa lembaga lain yang juga turut memiliki kepentingan didalamnya. Secara tidak langsung LPSK dan komnasham telah menempatkan diri sebagai musuh besar rakyat khususnya rakyat Jogja.
LPSK sebagai lembaga independen yang seharusnya hanya mengurusi perlindungan saksi dan korban jadi melenceng dari tugas pokoknya. Perlu disampaikan, pada tanggal 15 Juli 2013 sebanyak 7 orang saksi  penyerbuan LP. Cebongan (Yusuf Sihotang Dkk) yang tinggal di lapas II-B didatangi oleh seseorang yang menyamar sebagai interogator dan mengaku dari Mabes TNI. Orang tersebut melakukan intimidasi terhadap para saksi melalui pertanyaan - pertanyaan yang diberikan paska diambilnya keterangan para saksi oleh majelis hakim di Dilmil. Kegiatan tersebut dilakukan didalam sel tahanan lapas Cebongan atas seijin Kalapas LP. Cebongan.
Bila dicermati, kejadian diatas tentu sangat menarik untuk di pelajari. Pertama, lembaga yang berhak mengorek informasi (keterangan) terhadap para saksi adalah kepolisian dan LPSK karena para saksi ada di bawah hukum sipil sehingga tidak mungkin bila Mabes TNI memerintahkan jajarannya untuk mengorek keterangan dari saksi yang saat itu di LP. Cebongan. Andaikata di perlukan keterangannya, Mabes TNI tidak perlu mengirim orang ke LP. Cebongan cukup memanggil 7 saksi tersebut secara resmi ke Denpom IV/Diponegoro.
Kemudian para saksi tersebut secara resmi berada di bawah pengawasan LPSK dan mempercayakan keamanannya ke pihak Lapas. Akan tetapi pada kenyataannya, pihak Lapas membiarkan orang lain masuk dan melakukan interogasi diluar ketentuan. Itu artinya tidak mungkin apabila kegiatan tersebut diluar sepengetahuan pihak Lapas dan LPSK.
Sekarang, LPSK berencana menggelar "Coffe Break" di Hotel Santika Jogja hari ini untuk melakukan evaluasi gerakan mereka paska hasil sidang 12 prajurit Kopassus dan menentukan langkah - langkah berikutnya. Terbukti, LPSK bukanlah lembaga profesional dan bukanlah lembaga yang netral melainkan salah satu kepanjangan tangan dari kepentingan - kepentingan "asing" baik itu bermuatan politis maupun kelompok.
Pegang teguh ucapan bung Hatta :
"Perjuanganku melawan penjajah lebih mudah, tidak seperti kalian nanti. Perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan bangsa sendiri"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H